Jakarta – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) meminta beberapa poin yang ada di Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM) direvisi. Hal itu untuk menghindari jebolnya kuota BBM subsidi di 2020.
Demikian disampaikan oleh Kepala BPH Migas M Fanshurullah Asa di kantornya, Jakarta Selatan, Senin (31/12/2019).
“Kami mengusulkan ke Pak Menteri ESDM (Arifin Tasrif) untuk merevisi Perpres No 191 ini (perlu) ada penyesuaian,” ucapnya.
Poin pertama yang diminta untuk direvisi yaitu pembudi daya ikan berskala kecil dengan teknologi kincir jangan lagi menggunakan BBM subsidi.
“Untuk pembudi daya ikan berskala kecil yang menggunakan kincir diusulkan untuk kata kincirnya dihilangkan. Jadi memang yang betul-betul tidak menggunakan teknologi kincir,” kata dia.
Pihaknya juga mengusulkan agar kendaraan roda 6 dan kereta api barang tidak lagi menggunakan BBM subsidi.
“Sejak 2012 KAI menggunakan BBM subsidi. Untuk penumpang silahkan, tapi kalau barang kami mengusulkan tidak lagi BBM subsidi,” ujarnya.
Terakhir, BPH Migas mengusulkan hanya kapal berukuran 10 Gross Ton (GT) ke bawah yang boleh mengonsumsi BBM subsidi.
“Ini Bu Susi malah yang mengusulkan waktu itu. Jadi kalau di atas 10 GT tetap menggunakan BBM non subsidi. Nah kalau itu semua disetujukan ini nggak akan over kuota,” sebutnya.
Perlu diingat, beberapa poin di atas baru sekadar usulan dari BPH Migas untuk Kementerian ESDM dan saat ini belum ada keputusan dikarenakan perlu adanya persetujuan lanjutan dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
“Itu usulan BPH migas sudah 3 kali membuat surat usulan melalui Menteri ESDM. Ini dalam Perpresnya lampiran Perpres, jadi cukup di koordinasi oleh Menko Perekonomian,” ungkapnya.