BANDA ACEH – Anggota DPR Aceh, M. Rizal Falevi Kirani, mengaku kaget dengan alokasi anggaran pelatihan dalam APBA yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Dimana, dalam APBA 2020 ini, anggaran pelatihan mencapai Rp573 miliar. Sedangkan 2019 lalu, juga ada alokasi anggaran yang sangat besar, yaitu sebesar Rp547 miliar. Sementara 2018 senilai 521 miliar. Jika ditotal, anggaran pelatihan selama tiga tahun ini mencapai Rp1,6 triliun lebih.
“Kami sebagai anggota Dewan baru kaget dengan data alokasi anggaran untuk kegiatan pelatihan ini. Besaran anggaran yang diplot dalam APBA sungguh sangat fantastis. Rp1,6 triliun itu hampir sama dengan dua tahun APBK Pidie Jaya,” kata pria yang akrab disapa Falevi ini kepada atjehwatch.com, Rabu 15 Januari 2020.
“Kita merasa prihatin, kenapa SKPA berlomba-lomba mengusulkan anggaran untuk kegiatan pelatihan. Padahal tidak ada korelasi langsung dengan peningkatan kualitas pelayanan publik dan peningkatan kesejahteraan rakyat.”
Menurut Falevi, selama bertahun – tahun kegiatan pelatihan ini dilaksanakan, tapi kinerja aparatur birokrasi Pemerintah Aceh tak pernah naik kelas. Yang banyak bekerja justeru tenaga kontrak. Sementara ASN hanya pandai menghabiskan SPPD.
“Sehingga kita harus mengalokasi honorarium pegawai kontrak hingga 500 miliar lebih. Banyak kegiatan yang harus ditunda atau dibatalkan akibat lambannya kinerja SKPA. Malah hampir setiap tahun terjadi SiLPA yang sangat tinggi. Harusnya birokrat Pemerintah Aceh malu pada rakyat.”
“Jadi, apa manfaat dari kegiatan pelatihan ini untuk rakyat dan Pemerintah Aceh? Jangan hanya sekedar menghabiskan pagu anggaran diakhir tahun. Karena itu kami meminta kepada Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah agar memangkas anggaran pelatihan tersebut. Kemudian direalokasikan pada APBA-P untuk kegiatan yang sifatnya mengejar target pembangunan sesuai RPJM. Atau alihkan saja untuk anggaran JKA yang katanya defisit. Untuk itu Plt Gubernur harus memerintahkan Kepala SKPA untuk membatalkan pelatihan – pelatihan yang tidak ada manfaatnya. Cukup pelatihan yang bersifat wajib seperti Latsar CPNS, Diklat PIM dan sejenisnya saja yang dipertahankan,” kata politisi muda PNA ini.
Mulai tahun anggaran 2021 nanti, kata Falevi, DPRA juga berkomitmen akan mengawal secara ketat usulan anggaran untuk pelatihan ini.
“SKPA harus mampu menunjukkan bukti bahwa pelatihan yang diusulkan ada manfaatnya. Jika tidak substantif, maka harus dicoret. Jadi, jangan ada lagi kegiatan pelatihan yang menjadi modus untuk mengeruk keuntungan bagi sejumlah oknum di SKPA. Cukup sudah kegiatan yang hanya sekedar menghambur – hamburkan uang rakyat. Ini saya tegaskan APBA 2020 sarat dengan masalah,” kata mantan aktivis aktivis referendum Aceh ini lagi. []