Darussalam, Pertengahan September 2012
ANGIN meniup sepoi-sepoi. Bantaran surgai Lamnyong mulai ramai dipenuhi para muda-mudi. Keramaian terjadi tiap sore-nya. Termasuk hari ini. Melihat matahari terbenam. Mayoritas adalah mahasiswa dari tiga kampus berlokasi di Darussalam, Kota Banda Aceh. Ada Getsempena, UIN Ar-Raniry serta Universitas Syiah Kuala.
Nama kampus terakhir adalah tempat dirinya menimba ilmu selama dua tahun ini. Ia lulus dengan program Bidikmisi yang diselenggarakan pemerintah sejak 2010. Ia lolos di Jurusan Sejarah FKIP Unsyiah.
“Kress…kress.”
Perutnya berbunyi. Namun tak ia hiraukan. Ia cuma berbaring dengan tas jinjing miliknya yang dijadikan alas kepala. Ia rebahan di sana sejak sejam lalu. Tempat ini jadi lokasi favorit baginya di sore hari. Selain pustaka kampus tentunya.
Menikmati angin sepoi-sepoi hingga magrib tiba.
“Kress..kress…kress.” Suara itu kembali muncul. Kali ini lebih kencang dan kuat. Sepertinya, perut tak lagi bisa menoleril rasa lapar yang diderita. Ia memang tak makan sejak pagi.
“Ayolah. Kita pernah mengalami masa yang lebih sulit dari sekarang. Kita harus hemat,” gumamnya sambil mengelus perut. Ia menutup mata untuk berdamai dengan rasa lapar.
Hembusan angin sepoi-sepoi membuat kepalanya sedikit rileks. Benar-benar terasa nyaman. Bau bunga mawar tiba-tiba tercium. Wanginya sangat terasa. Ia berasa tidur di kebun mawar yang ditemani para bidadari khayangan.
“Mas-mas.”
“Mas, bisa minta tolong bantu,” suara itu kembali terdengar. Ia membuka mata dan melihat wajah cantik di depannya. Wanita itu laksana bidadari dalam lamunannya tadi. Sosok itu sedang tersenyum super manis ke arahnya.
“Maaf menganggu tidurnya, Mas. Bisa minta tolong,” ujar wanita cantik tadi lagi. Tubuhnya tinggi semampai. Wajahnya putih mulus. Dia memakai baju yang terbilang modis serta hijab standar. Wanita itu memiliki senyum termanis yang pernah dilihatnya selama ini. Jantungnya hampir meleleh karena senyuman tadi.
“Astaghfirullah,” ujarnya tiba-tiba. Ia berdiri dan mengelus dada berulangkali.
Gadis itu kaget mendengar ia beristighfar. Dia mundur dua langkah.
“Maaf, tidak apa-apa. Saya hanya sedang mencoba menyadarkan diri,” ujarnya tiba-tiba dan mencoba menguasai keadaan. Sedangkan wanita cantik tadi terdiam. Mata sang gadis kemudian mengamatinya dengan seksama. Ia grogi diamati oleh gadis itu dari jarak yang sangat dekat.
Sang gadis kembali tersenyum.
“Saya minta tolong Mas, sepeda motor saya mogok tiba-tiba,” ujar sang gadis kemudian. Gadis itu menunjuk ke arah sepeda motor yang terparkir sekitar tiga meter dari tempat mereka berdiri.
Ia mendekati sepeda motor itu. Sang gadis menyusul dari belakang.
Ia mengamati sepeda motor tadi dengan teliti. Sepeda motor itu tampak bersih dan merek dengan keluaran terbaru. Jadi mustahil bisa mogok tiba-tiba. Ia mengambil kunci dari sang gadis serta menyalakannya, tapi tak berhasil. Berulang kali distarter tapi tetap ngadat.
“Mungkin businya bermasalah, tapi saya tidak memiliki alat untuk memperbaikinya sekarang. Saya bantu dorong ke bengkel saja boleh? Ada bengkel tak jauh dari sini, kebetulan milik kenalan saya,” ujarnya kemudian.
Sang gadis tersenyum. Namun dia tiba-tiba kembali menggeleng kepala.
“Ngini Mas. Inikan sudah sore. Saya harus pulang. Saya pinjam sepeda motor Mas saja boleh? Kita tukaran sepeda motor. Nanti saya kasih uang lebih sebagai gantinya,” ujar sang gadis tiba-tiba.
“Itu motor Mas kan?” kata gadis itu lagi sambil menunjuk ke arah Supra Fit milikku. Aku cuma mengangguk. Gadis itu tersenyum penuh kemenangan.
“Nomor handphone Mas berapa?” katanya tiba-tiba. Aku terpaku dengan tingkahnya. Namun aku juga khawatir jika gadis itu hendak menipuku.
“Tenang Mas. Itu memang sepeda motorku kok. Ini STNK-nya kalau gak percaya. Saya cuma sedang buru buru,” ujarnya lagi sambil menyerahkan STNK. Jawaban sang gadis itu seolah menohok batinku. Aku mencoba tersenyum dan menyebutkan deretan nomor handphone yang kupakai selama ini.
“Ibnu Hajar,” sebutku kemudian.
“Kalau saya Riska, Mas. Itu nama di STNK,” ujarnya dengan senyuman termanis. Waktu tiba-tiba seolah berjalan sangat lamban. Jarum jam seakan berhenti. [Bersambung]