KOTA Sabang adalah sebuah wilayah kepulauan yang berada paling ujung Propinsi Aceh, di apit Selat Malaka dan Samudra Hindia. Dalam perkembangan dan kehidupan ekonomi tercatat dalam sejarah, Sabang sebagai pulau yang disinggahi berbagai kapal-kapal besar pada masa lalu. Sangat sibuk pelabuhan Sabang dengan berbagai macam tujuan kapal besar masuk yaitu dari perdagangan, persinggahan, transportasi dan budaya.
Masa penjajahan kolonial Belanda Pelabuhan Sabang berkembang pesat, ini terbukti pada tahun 1881 Kolonial Belanda membangun pelabuhan. Tujuan di bangun pelabuhan pada saat itu adalah untuk kepentingan dan kebutuhan pengisian air bersih dan batu-bara ke kapal.
Saat itu pelabuhan Sabang dikelola oleh Firma De Lange. Firma selain mengelola pelabuhan, juga membangun berbagai fasilitas kebutuhan pelabuhan. Selanjutnya, pada tahun 1895 pengelolaan pelabuhan Sabang beralih dari Firma ke Maatschaapij Zeehaven en Kolen Station, atau Sabang Maatsscappij.
Pelabuhan Sabang saat itu, sangat strategis dan penting sebagai pelabuhan pelayaran Internasional. Pelabuhan yang sangat berperan penting sebagai pelabuhan strategis untuk pelayaran internasional. Lewat pelabuhan Sabang, komuditi hasil alam Aceh diekspor ke berbagai negara-negara Amerika dan Eropa. Secara geografis, Sabang dikelilingi Selat Malaka di Utara dan Timur, serta Samudera Hindia di Selatan dan Barat. Sabang adalah kota pelabuhan terpenting dibandingkan Temasek (Singapura).Namunberakhirnya kejayaan pelabuhan sabang saat itu adalah akibat Perang Dunia kedua, tahun 1942. Saat itu Jepang menguasai Asia Timur Raya,akhirnya Pelabuhan Sabang ditutup.
Setelah Republik Indonesia Merdeka, Sabang oleh pemerintah pusat dijadikan sebagai wilayah basis pertahanan militer dan kawasan pelabuhan bebas. Pada 1970 status pelabuhan Sabang bebas ditingkatkan menjadi daerah perdagangan bebas dan pelabuhan bebas selama 30 tahun. Pelabuhan bebas Sabang kembali bergeliat Saat itu, dan kembali di singahi berbagai kapal mancanegara. Perputaran ekonomi Sabang pun menggeliat. Dalam beberapa referensi disebutkan, bahkan saat itu di Pasar Aceh, penuh dengan barang-barang impor dari Sabang biasanya dikenal dengan pasar jengek. Pembelinya orang-orang dari Medan dan luar Aceh.
Baru 15 tahun free port berjalan, tak terpikirkan oleh rakyat Aceh pemerintah orde baru menutup Free Port Sabang . Saat itu pemerintah membuka Bounded Zone Batam. Status Sabang sebagai daerah perdagangan bebas dan pelabuhan bebas ditutup oleh pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1985.
Sejak saat itu kota Sabang mulai sepi, kehidupan ekonomi kembali macet dan stagnan, hiruk pikuk pelabuhan menjadi hening tak ada aktivitas dan mati suri. Akhirnya sebagian masyarakat Sabang yang menggantungkan hidup di pelabuhan menjadi miskin dan menganggur dan mereka bermigrasi ke daratan Aceh.
Pada 1990-an berbagai upaya dan kebijakan dilakukan pemerintah daerah untuk bisa mengaktifkankembali pelabuhan bebas Sabang. Hal ini ditandai dengan dibentuknya Kerja sama Ekonomi Regional Growth Triangle Indonesia-Malaysia-Thailand atau IMT-GT pada 1993. Namun upaya ini tidak berjalan dengan baik, ekonomi Sabang tetap tidak mengeliat dan mati suri, terkendala dan berbenturan dengan berbagai kebijakan pemerintah pusat.
Di era pemerintahan B.J. Habibie, Kota Sabang dan Kecamatan Pulo Aceh di Aceh Besar, dijadikan sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET). Peresmiannya dilakukan oleh Presiden B.J. Habibie. KAPET Sabang diresmikan bersamaan dengan KAPET lain di Indonesia sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 171 26 September 1998. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu, juga belum berdampak yang besar bagi masyarakat Sabang dan Pulo Aceh, pelabuhan Sabang masih sepi dan Pulo Aceh pun masih jauh tertinggal.
Pada pemerintahan Abdurrahman Wahid, kembali mencanangkan Sabang sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dengan di keluarkannya Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2000.Selanjutnya pada tanggal 1 September 2000, keluar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang. Penetapan status hukum kawasan bebas Sabang melalui sidang paripurna DPR RI pada tanggal 20 November 2000, dengan diperkuat melalui Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000. Ini bentuk komitmen pemeritah pusat menghidupkan kembali Sabang menjadi kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru.
Dengan keluarnya UU No. 37 Tahun 2000 tersebut, dalam pasal 4, presiden berkewajiban untukmenetapkan Dewan Kawasan Sabang (DKS), dan dalam pasal 6 disebutkan DKS yang bertanggung jawab menetapkan kebijaksanaan umum, membina, mengawasi dan mengorganisasikan kegiatan Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS), yang wilayah kerjanya dari Sabang sampai ke Pulo Aceh.
Dari berbagai regulasi dan kebijakan tentang kawasan pelabuhan bebas Sabang, Gubernur Aceh saat itu, adalah PJ. Ramli Ridwan, mengeluarkan Keputusan Gubernur selaku Ketua Dewan Kawasan Sabang (DKS) No.193/034 Januari 2001 tentang Pembentukan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS). Zubir Sahim diangkat sebagai Kepala BPKS pertama dengan surat keputusan Pjs Gubernur Aceh Ramli Ridwan lewat Keppres No.248 tahun 2000 dan anggaran bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). PJ. Gubernur Ridwan Ramli melantik Zubir Sahim sebagai kepala BPKS pada bulan Februari 2001. Namun menjelang dua tahun kepemimpinan Zubir Sahim sebagai kepala BPKS tersandung masalah penyelewengan dana APBD dan diperiksa oleh pihak Kepolisian. Setelah Ramli Ridwan, jabatan Gubernur berpindah ke Abdullah Puteh. Pada tanggal 14 September 2004, Abdullah Puteh memberhentikan Zubir Sahim sebagai kepala BPKS Sabang.
Kemudian Gubernur Abdullah Puteh digugat mantan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas Sabang (BPKS) Zubir Sahim. Pasalnya, Zubir menilai, Gubernur tak berhak mencopot dirinya. Sedangkan menurut Puteh, dirinya punya wewenang. Selain itu Zubir Sahim terindikasi melakukan penyelewengan dana APBD (new.detik.com). Ini awal BPKS dirundung masalah, pencopotan Zubir Sahim oleh Gubernur Abdullah Puteh di anggap ilegal dan melanggar hukum, sehingga Zubir membawa masalah ini ke ranah hukum.
Sebagai pengganti Zubir Sahim, Abdullah Puteh menunjuk Syahrul Sauta, orang Medan yang menjadi pengusaha perhotelan di Bali. Karena Sabang punya potensi wisata, awalnya Syahrul Sauta diharap bisa memajukan pariwisata Sabang. Namun, Syahrul hanya bertahan setahun.
Pada 25 Oktober 2005 Pelaksana Tugas Gubernur Azwar Abubakar mengangkat Teuku Saiful Ahmad sebagai Kepala BPKS Baru. Teuku Saiful Ahmad adalah mantan anggota DPR RI. Beliau juga salah satu politisi Partai Amanat Nasional (PAN) juga satu partai dengan Pelaksana Tugas Gubernur Azwar Abubakar.
Masa kepemimpinan Teuku Saiful Ahmad sebagai kepala BPKS, banyak membuat gebrakan dan program yaitu pembebasan lahan yang luar biasa, menghabiskan anggaran sekitar 420 miliar.
Kemudian beliau juga membangun dermaga CT-3 yang di sebutkan tidak mendapatkan izin dari Kementerian Keuangan. Proyek ini di mulai pada tahun 2006, dengan anggaran APBN, namun dalam proyek ini ditemukan berbabagi masalah yaitu di temukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi indikasi korupsi anggaran proyek tersebut. Kemudian KPK menetapkan tersangka Heru Sulaksono sebagai rekanan dan Ramadhany Ismi sebagai Pejabat pembuat Komitmen. Dugaan korupsi proyek pembangunan CT-3 adalah pengelambungan anggaran proyek (markup),sehinggamengakibatkan pekerjaan proyek ini terbengkalai. Kasus proyek ini juga tak luput dari sorotan DPR-Aceh, banyak kejanggalan, dan hasil audit Badan pemeriksa Keuangan (BPK) ditemukan hal yang serupa.
Kemudian Gubernur Irwandi Yusuf memberhentikan Teuku Saiful Ahmad sebagai Kepala BPKS dengan Surat Keputusan Nomor 515/29/2010 tanggal 16 Februari 2010. Selanjutnya, Gubernur Irwandi Yusuf menunjuk saudara Nasruddin Daud sebagai kepala BPKS yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Kepala untuk bertindak sebagai Pelaksana Tugas Kepala BPKS. Pemberhentian ini menyusul kontoversi tentang dugaan korupsi di BPKS.
Pada Pada 21 Juli 2010, Ruslan Abdulgani diangkat sebagai Kepala BPKS berdasarkan Surat Keputusan (SK) Irwandi Yusuf selaku gubernur Aceh saat itu, Ruslan tidak lama kepala BPKS. Beliau mengundurkan diri, selanjutnya ikut Pilkada Bupati Bener Meriah.
Kemudian beliau terpilih sebagai Bupati Bener meriah. Tidak lama menjadi Bupati, beliau kemudian ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan didakwa lantaran diduga merugikan negara sebesar Rp 5,3 miliar atas proyek pembangunan dermaga bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, tahun anggaran 2011.
Saat itu, Ruslan meminta pejabat pembuat komitmen (PPK) membuat harga perkiraan sendiri (HPS) berdasarkan harga yang telah digelembungkan dan menerima uang dari kontraktor pelaksana pekerjaan. Ruslan terbukti melakukan korupsi ketika menjabat sebagai Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS). Kemudian hasil korupsi tersebut dibagi bersama bos PT Nindya Karya, Heru Sulaksono senilai Rp 19,8 miliar dan perwakilan PT Nindya Karya, Sabir Said sebesar Rp 3,8 miliar. PT Nindya Karya merupakan perusahaan penggarap proyek pembangunan dermaga tersebut. Selain itu, uang korupsi diduga juga mengalir ke pejabat pembuat kebijakan (PPK) pembangunan dermaga bongkar Sabang tahun 2004-2010, Ramadhani Ismy senilai Rp 470 juta, dan Ananta Sofwan selaku staf ahli PT Ecoplan Rekabumi Interconsultant sebesar Rp 250 juta. Atas perbuatannya, Ruslan terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Selanjut BPKS di pegang kendali oleh Fauzi Husin. Pada masa Fauzi Husin selain menyelesaikan berbagai kasus korupsi internal BPKS, beliau dalam pengembangan kawasan bebas Sabang lebih fokus pada sektor parawisata. Ini berbeda dengan para kepala sebelumnya baik Zubir Sahim dan Teuku Saiful Ahmad yang arah visi dan misinya sesuai dengan mandat BPKS Pelabuhan dan Perdagangan.
Selanjutnya Gubernur Irwandi Yusuf kembali melantik kepala BPKS yaitu Said Fadhil, masa kepemimpinan Said Fadhil banyak terobosan dilakukan, diantaranya adalah pembenahan managemen internal dan membangung koordinasi dan komunikasi lintas sektor. Namun dipersimpangan jalan beliau di berhentikan oleh Dewan Kawasan Sabang (DKS) PLT. Gubernur Nova Iriansyah. Akibatnya saudara Said Fadhil tidak terima pemberhentian tersebut, yang pada akhirnya di bawa ke-ranah hukum dengan mengugat Dewan Kawasan Sabang (DKS) PLT Gubernur Aceh di pengadilan.
BPKS dari awal hingga sekarang ini belum pernah berhenti berbagai persoalan managemen internal, kepala BPKS diberhentikan bukan karena habis masa, namun tersangkut persoalan korupsi dan juga masalah konflik internal di managemen BPKS. Terkesan BPKS dalam merekrut SDM lebih pada referensi bukan profesi dan lebih mengutamakan kepentingan kekuasaan, sehingga banyak SDM yang ditempatkan dan direkrut tidak mendukung dan tidak memiliki kwalifikasi tentang pengelolaan pelabuhan dan perdagangan, selanjutnya setelah 20 tahun ternyata BPKS belum mampu menghidupkan free port, dan dari berbagai kebijakan, baik saat mengangkat dan memberhentikan, SDM BPKS banyak titipan penguasa, tidak kualifikasi dengan bidang, hal ini menyebabkan manajemen internal bermasalah, berdampak pada pengembangan dan pembangunan pelabuhan bebas jalan ditempat dan mati suri.
Di tambah lagi berbagai persoalan pembangunan dan realisasi program, banyak program dan proyek yang sudah dilaksanakan namun menuai masalah. Banyak proyek yang sudah di bangun tidak fungsional, menyebabkan bangunan yang sudah ada terbengkalai dan tak bisa digunakan. Dari periode awal BPKS sampai sekarang masalah korupsi juga menjadi salah satu indikator bahwa sabang belum mampu menuju ke kawasan bebas sabang, SDM yang koruptif dan tidak kualifikasi.
Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) perlu untuk bekerja ekstra dalam mewujudkan pembangunan ekonomi di Sabang dan Pulo Aceh. Kita berharap manajemen BPKS kedepan harus mampu mengelola dan menjalankan kewenangan yang ada untuk menghidupkan free port, dengan keuletan dan manejerial yang baik oleh manajemen BPKS maka akan mampu mewujudkan impian Sabang sebagai pusat ekonomi di masa mendatang. Dengan anggaran yang diberikan Pemerintah, manajemen BPKS harus mampu membangun infrastruktur pendukung yang bertujuan sebagai magnet menarik investor dari berbagai belahan dunia, dan dengan adanya pembangunan berbagai infrastruktur pendukung maka investor asing tertarik untuk menanamkan modalnyadi kawasan sabang.
Dalam perjalanan (flash back) yang belum menentu arah diatas, kita berharap hadir pimpinan sementara BPKS yang dapat menjembatani agar BPKS sesuai arah, malah hadir sosok Duet Plt. Razuardydan Plt. Islamuddin yang memunculkan berbagai masalah managemen internal, mulai dari disiplin, konflik internal BPKS, dan hubungan kerja lintas instansi terkait tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Dengan adanya fit and proper test untuk pimpinan yang baru ini mari kita kawal, semoga muncul Sosok Leadership yang memiliki konsep dalam mengelola, mengembangkan dan membangun kawasan sabang, perjalanan panjang seorang Adnan Ganto yang dipercaya sebagai Ketua Dewan Pengawas untuk mengawal Lembaga BPKS, dari periode ke periode ternyata belum mampu menghadirkan sosok Kepala, Wakil Kepala dan Anggota Badan yang Profesional (qualified), harus menjadi cermin untuk dapat menghadirkan Pimpinan Baru BPKS yang mampu dan mau (strong leadership).
Diharapkan BPKS setelah fit and proper test terkini, pimpinan baru BPKS dapat mengarahkan kembali BPKS kepada visi – misinya yaitu menjadikan kawasan sabang sebagai kawasan perdagangan Terkemuka di Dunia. Dengan segala kewenangan dan potensi yang dimiliki, tidak ada alasan untuk tidak dapat mewujudkan kawasan sabang sebagai lokomotif ekonomi Aceh. Sebagai kawasan yang memiliki aspek legal “leg specialis” semuanya bisa dilakukan, apabila ada “Good Will” dari Pemerintah dan dukungan sepenuhnya dari Dewan Kawasan Sabang (DKS). Pemerintah bersama Pemerintah Aceh tidak boleh lagi tanggung dalam hal pengalokasian anggaran,dan juga terkait sarana dan prasarana di kawasan Sabang, karena ini menyangkut hajat hidup kita semua, bukan hanya untuk Sabang dan Aceh saja, tapi ini akan menjadi model bagi pembangunan pada daerah lainnya di Indonesia.
Peluang terbuka-nya terusan KRA sudah didepan mata, kita tidak boleh lengah, apalagi ada tarik menarik kepentingan dengan sesama pemerintah, ini hal bodoh yang harus kita hentikan, misalnya dalam pengelolaan Pelabuhan Balohan harus dan sudah semestinya dilakukan oleh BPKS, karena kewenangannya dan juga sebagai Badan Layanan Umum (BLU) harus segera mendatangkan Pendapatan Negara Bukan Pajak(PNBP), jika hal ini tidak bisa dilakukan, kita khawatir dan prihatin terhadap keberlangsungan pengembangan Kawasan Sabang dapat dipertahankan.
Dan pesoalan penempatan SDM menjadi sangat penting, sehingga setiap jabatan yang diberikan dapat dilaksanakan, tidak seperti saat ini, kesannya siapa yang punya referensi kuat dari pejabat, itu yang ditempatkan, padahal kapasitasnya tidak ada, cuma panjang lidah saja menarik simpatik Bosnya, sudah saatnya BPKS berbenah untuk mengejar ketertingalan dan sudah saatnya SDM BPKS yang menempati jabatan punya kemampuan dan kemauan, apalagi jabatan strategis seperti Kepala Pelabuhan dan Kepala Perizinan yang harus banyak menguasai berbagai aturan perundang-unadangan yang berlaku, dan tidak sekedar memenuhi pesanan pejabat atau lebih di kenal dengan pola Asal Bos Senang (ABS).
Inilah Permasalahan klasik yang terus menghantui kita saat ini, semua ditentukan oleh orang-orang yang dekat dengan kekuasaan atau lebih populer dengan istilah sekarang “Ring Satu”, sehingga kinerjanya berdasarkan arahan dan pesanan, bukan sesuai tupoksi, dan sering kali BPKS dipermalukan dalam rapat rapat strategis, baik di tingkat daerah, pusat maupun di luar negeri dengan menghadirkan orang orang yang cuma mengejar “ST”, selanjutnya dalam ruang rapat, cengar cengir, diam dan tidak ada solusi.
Sekali lagi kami berharap di bawah kepemimpinan yang baru nanti dapat mengembalikan arah pengembangan kawasan sabang sesuai judul besarnya Pelabuhan dan Perdangangan, sehingga Pola Pengembangan terarah dan tidak terjadi overlaping. Saat ini jika mengacu kepada Master Plan BPKS, tahapan pengembangan sudah banyak yang terlompati dan tertinggal, disebabkan tidak adanya konsistensi dari semua pihak. Oleh karena itu walaupun terlambat, suka tidak suka, kita harus mengembalikan arah dan tujuan pengembangan kawasan Sabang ke arah yang benar (On The Track), seterusnya kita dapat mengahadirkan infarastruktur yang mendukung efektifitas perdagangan dengan profesionalitas pengelolaan pelabuhan dan optimalisasi pelayanan perizinan, akan menarik investor untuk mendirikan dan menjalankan usahanya di kawasan Sabang.
Harapan Masyarakat Sabang, Pulo Aceh dan seluruh masyarakat Aceh kepada B Plt. Gubernur Aceh harus dapat memilih dan menetapkan calon Kepala BPKS dan Wakil Kepala BPKS yang handal dan mempunyai integritas serta memiliki kualifikasi tentang pengelolaan pelabuhan dan perdagangan, dan mampu mengelola organisasi dengan baik, cerdas membangun kinerja internal BPKS, sehingga SDM BPKS memiliki integritas, profesional, disiplin, mampu dan mau melaksanakan tugas, bertanggung jawab kepada masyarakat, bangsa dan negara, terlebih lagi kepada Allah SWT.
Penulis adalah Usman Lamreung, akademisi dan tokoh Aceh Besar.