Banda Aceh – Menyikapi semakin maraknya berita hoax terkait perkembangan penyebaran virus corona (Covid-19), Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) Aceh mengajak seluruh masyarakat untuk menggunakan media sosial dengan lebih cerdas.
“Mari kita saring dulu kebenaran berita sebelum kita melakukan sharing kepada orang lain. Sehingga tidak menimbulkan kepanikan yang berlebihan pada masyarakat akibat penyebaran virus corona ini,” ujar Ketua ISKI Aceh, Dr. Hamdani M. Syam, MA, Jumat 27 Maret 2020.
Menurutnya, penggunaan media sosial tidak hanya memberikan dampak positif dalam interaksi sosial, namun apabila salah digunakan tentu tidak menutup kemungkinan akan memberikan dampak yang sangat buruk dalam tatanan sosial masyarakat.
“Dunia sekarang sedang mengalami musibah besar, mari kita tidak memperparah keadaan ini dengan informasi-informasi yang tidak benar. Perkembangan teknologi membuat seseorang begitu mudah menyebarkan informasi, padahal informasi itu belum tentu benar,” tegas Hamdani.
Untuk itu, kata Hamdani, ISKI Aceh mengeluarkan imbauan kepada Pemerintah Aceh, Kepolisian, dan masyarakat yang berbunyi:
1. Mengimbau masyarakat Aceh tetap tenang serta jangan terpengaruh dengan isu-isu yang berkembang di media sosial seperti WhatsApp, Facebook dan lain-lain yang bukan bersumber dari pemerintah. Tidak menshare informasi yang tidak jelas sumbernya dan saling menahan diri untuk tidak menggunakan narasi yang bertentangan dengan seruan pemerintah Aceh yang sedang menangani persoalan Covid-19.
2. Bagi pemerintah Aceh diminta untuk memberikan informasi yang cepat dan tepat terkait perkembangan Covid-19 di Aceh. Agar tidak terjadi kekosongan informasi di tengah-tengah masyarakat, maka pemerintah Aceh harus selalu mengupdate informasi mengenai penyebaran Covid-19 di Aceh. Jika tidak ada kasus positif harus segera disampaikan agar masyarakat Aceh tidak resah dengan banyaknya berkembang informasi yang tidak jelas sumbernya lewat media sosial.
3. Pemerintah Aceh perlu membentuk pengendali informasi terkait Covid-19. Dalam suatu krisis secara teori harus ada juru bicara tunggal apalagi di tengah akses informasi yang sangat terbuka dengan tersedianya kecanggihan teknologi informasi, di mana hampir setiap orang memilikinya dan merasa tahu sehingga dengan bebas mengshare ke Facebook, Twitter, Instagram, WhatsApp, Youtube dan media sosial lainnya. Begitu juga para ilmuwan dan peneliti juga dengan bebas mengeluarkan pendapat, kadang itu bukan dalam bidangnya. Namun koordinasi informasi resmi sangat diperlukan melalui kerjasama dari berbagai pihak menjuru pada satu sumber informasi yang dikelola oleh pemerintah Aceh.
4. Untuk menangkal berita hoax yang dilakukan oknum tak bertanggungjawab, pihak yang berwenang dalam hal ini Polda Aceh bisa menggunakan personel disiagakan untuk memantau dunia maya. Mereka bisa diberikan tugas untuk mempatroli media cyber untuk mencari informasi soal Covid-19. Jika ditemukan ada informasi yang bohong dan meresahkan masyarakat bisa segera ditindaklanjuti. Kalau masyarakat masih tetap membuat dan menyebarkan hoax ini, pihak kepolisian bisa menggunakan dasar hukum terkait sanksi pidana penyebar hoaks itu yakni undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Mari kita sama-sama berdo’a dan meningkatkan kadar keimanan kita kepada Allah SWT agar wabah Covid-19 cepat berlalu. Masyarakat kiranya tetap tenang dan tidak panik dengan senantiasa berada di rumah masing-masing dan menjaga jarak fisik demi kesehatan dan keselamatan kita bersama,” tutup Dosen Ilmu Komunikasi Unsyiah itu.[]