BANDA ACEH – Ketua Komisi V DPR Aceh, M Rizal Falevi Kirani, berharap warga Aceh yang terpapar Corona atau merasakan gejala terjangkit virus Corona untuk berkata jujur.
“Salah satu faktor yang menyebabkan penanganan Covid19 semakin sulit adalah ketidakjujuran. Ya, ketika ada seseorang yang diperiksa oleh pihak medis untuk mendiagnosa apakah dia terindikasi terjangkit Covid19 atau tidak dengan menanyakan Keluhan, riwayat sakit dan riwayat perjalanan masih ada yang berlaku tidak jujur, yaitu menyembunyikan informasi yang sebenarnya,” kata pria yang akrab disapa Falevi ini.
Hal ini, kata Falevi, menyebabkan potensi penularan Covid19 akan berjalan semakin cepat dan sulit diatasi. Bahkan petugas kesehatan merupakan orang yang paling terancam dalam kondisi ini.
“Bayangkan karena mereka menutup informasi sebenarnya, paramedis tidak memperlakukan mereka sesuai SOP Covid19 sehingga mereka (paramedis) akan sangat berpotensi terjangkit. Selanjutnya kondisi ini juga akan mengancam keluarga dan orang-orang akan terlibat contak dengan paramedis yang tertipu oleh orang-orang tidak jujur dan tidak bertanggung jawab,” ujarnya.
‘So, mari kita sama-sama saling melindungi, jujurlah, dan terbukalah, sehingga kita bisa ditangani dengan benar dan orang lain tidak terancam. Toh Covid19 juga bukan Aib, beda halnya dengan penyakit HIV yang kadung dicitrakan dengan stigma negatif karena penularannya mayoritas melaluk penyimpangan seksual atau penyalah gunaan obat terlarang.”
Selain itu, kata Falevi, setelah semuanya saling terbuka dan jujur, untuk mempercepat upaya pemutusan rantai penularan Covid19 pemerintah juga diharapkan sesegera mungkin mempersiapkan fasilitas karantina untuk memisahkan antara orang yang digolongkan sebagai ODP agar mereka tidak lagi berbaur dengan keluarga yang masih steril.
“Setidaknya untuk dikarantina selama masa rentan yaitu 14 hari, jika kemudian mereka menunjukkan gejala terjanhkit Covid19 maka mereka harus dipindahkan ke tempat yang terpisah lagi dengan yang ODP karena statusnya telah meningkat jadi PDP.”
“Belajar dari apa yang telah diterapkan pada eks mahasiswa Wuhan yang telah terlebih dahulu dikarantina selama 14 hari sebelum dipastikan tidak terjangkit, kemudian ketika mereka baik-baik saja semasa karantina baru dibolehkan pulang ke keluaraga dan beraktifitas kembali secara normal, maka pemerintah harus menfasilitasi mereka yang baru pulang dari daerah suspek untuk dikarantina terlebih dahulu selama 14 hari sebelum diputuskan apakah akan jadi PDP atau bebas dari Covid19,” ujar politisi muda PNA ini lagi.
Kata Falevi, selain bagi ODP dan PDP fasilitas di tempat karantina juga harus disiapkan untuk paramedis yang bertugas, mereka harus disupport penuh semua kebutuhannya mulai dari APD, tempat penginapan yang nyaman, makanan dan tunjangan nutrisi lebih agar mereka bisa bekerja dengan optimal.
“Fasilitas bagai para medis ini penting agar selama bertugas tidak harus kembali ke keluarga mereka masing-masing yang sangat berpotensin tertular jika memang mereka tidak benar-banar steril.”
“Artinya untuk memastikan pemutusan rantai penularan ini bisa berjalan dengan baik maka dibutuhkan kesadaran dan kejujuran warga dan juga kesiapan pemerintah dalam menyediakan fasilitas karantina, mungkin akan membutuhkan biaya mahal, tapi jika ini diabaikan maka kita harus membayar lebih mahal lagi dengan menanggung resiko yang akan menimpa kita kemudian,” katanya.
Untuk memastikan hal ini bisa diwujudkan tentunya pemerintah harus melibatkan semua pihak dari lintas sektor dari jajaran paling tinggi hingga ke tingkat paling bawah di tingkat desa.
“Mari kita bergandengan tangan mari membuang ego, untuk saling melindungi, sehingga kita semua selamat dari ancaman wabah Covid19. Bukan solusi menyediakan lahan untuk kuburan masal. Kalau itu solusi hana payah na pemerintah sere menye njan solusi,” kata Falevi. [] PARLEMENTARIA