Salah satu musibah yang dahsyat sebelum berlakunya hari kiamat adalah wabah. Wabah yang penyebarannya mampu merenggut banyak nyawa manusia. Wabah yang mampu merontokkan kedigdayaan sebuah negeri. Wabah yang mampu menenggelamkan kesombongan para penguasa negeri.
Wabah itu bukan hanya ada sekarang, seperti pandemik virus Corona atau Covid-19. Dulu, sebelum kita Allah telah duluan menurunkan wabah sebagai peringatan atas kedurhakaan umat-umat sebelum kita, sebut saja seperti Fira’un sebagai salah satu contohnya.
Fir’aun, tokoh antagonis yang paling terkenal di dalam Al-Qur’an. Ratingnya mengalahkan Abu Lahab yang menjadi musuh Nabi Muhammad. Namanya disebut 61 kali lebih banyak dari Ibrahim yang disebut 56 kali dan Yusuf 20 kali. Tentu, penyebutan nama sebanyak itu menunjukan pengaruh yang kuat dalam sejarah manusia.
Allah berfirman dalam surat Al-A’raf, ayat 132-135
{وَقَالُوا مَهْمَا تَأْتِنَا بِهِ مِنْ آيَةٍ لِتَسْحَرَنَا بِهَا فَمَا نَحْنُ لَكَ بِمُؤْمِنِينَ (132) فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمُ الطُّوفَانَ وَالْجَرَادَ وَالْقُمَّلَ وَالضَّفَادِعَ وَالدَّمَ آيَاتٍ مُفَصَّلاتٍ فَاسْتَكْبَرُوا وَكَانُوا قَوْمًا مُجْرِمِينَ (133) وَلَمَّا وَقَعَ عَلَيْهِمُ الرِّجْزُ قَالُوا يَا مُوسَى ادْعُ لَنَا رَبَّكَ بِمَا عَهِدَ عِنْدَكَ لَئِنْ كَشَفْتَ عَنَّا الرِّجْزَ لَنُؤْمِنَنَّ لَكَ وَلَنُرْسِلَنَّ مَعَكَ بَنِي إِسْرَائِيلَ (134) فَلَمَّا كَشَفْنَا عَنْهُمُ الرِّجْزَ إِلَى أَجَلٍ هُمْ بَالِغُوهُ إِذَا هُمْ يَنْكُثُونَ (135)
“Mereka berkata, Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu, maka kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu.”
“Maka Kami kirimkan kepada mereka topan, belalang, kutu, katak, dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa.”
“Dan ketika mereka ditimpa azab (yang telah diterangkan itu), merekapun berkata: Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu dengan (perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada di sisimu. Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu dari kami, pasti kami akan beriman kepadamu, dan akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu.”
“Maka setelah Kami hilangkan azab itu dari mereka hingga batas waktu yang mereka sampai kepadanya, tiba-tiba mereka mengingkarinya.”
Dalam tafsir Al Quranul Adhim, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ketika Musa ‘alaihissalam datang kepada Fir’aun, Musa ‘alaihissalam berkata kepadanya, “Lepaskanlah kaum Bani Israil untuk pergi bersamaku.”
Lalu Allah mengirimkan topan, yakni hujan yang sangat lebat kepada Fir’aun dan kaumnya. Dan ketika sesuatu dari hujan itu menimpa mereka, mereka merasa khawatir bila hujan itu merupakan azab. Lalu mereka berkata kepada Musa ‘alaihissalam ”Doakanlah buat kami kepada Tuhanmu agar Dia menghentikan hujan ini dari kami, maka kami akan beriman kepadamu dan melepaskan kaum Bani Israil pergi bersamamu.”
Lalu Nabi Musa ‘alaihissalam berdoa kepada Tuhannya (hingga hujan itu berhenti), tetapi mereka tidak mau beriman dan tidak melepaskan kaum Bani Israil bersamanya. Maka pada tahun itu juga Allah Subhanahu wa Ta’ala menumbuhkan tetumbuhan, rerumputan, dan buah-buahan yang banyak, sebelum itu belum pernah terjadi demikian. Maka mereka berkata, “Inilah yang selalu kami dambakan.”
Lalu Allah mengirimkan belalang kepada mereka yang merusak semua tetumbuhan mereka. Ketika mereka melihat kerusakan yang diakibatkan oleh belalang itu, maka mereka mengetahui bahwa tiada sesuatu pun dari tanaman mereka yang selamat.
Mereka berkata, “Hai Musa, doakanlah kepada Tuhanmu buat kami agar Dia mengusir belalang ini dari kami, maka kami akan beriman kepadamu dan akan melepaskan kaum Bani Israil pergi bersamamu.”
Nabi Musa ‘alaihissalam berdoa kepada Tuhannya, maka Allah mengusir belalang itu dari mereka, tetapi mereka tidak mau beriman dan tidak melepaskan kaum Bani Israil pergi bersama Musa. Dan mereka berlindung masuk ke dalam rumah-rumah mereka, lalu mereka berkata, “Kami telah berlindung.” Maka Allah mengirimkan kutu, yakni ulat yang keluar dari bebijian, kepada mereka.
Tersebutlah bahwa seseorang lelaki bila keluar dengan membawa sepuluh karung biji gandum ke tempat penggilingannya, maka begitu ia sampai ke tempat penggilingannya tiada yang tersisa kecuali hanya tiga genggam gandum saja (semuanya berubah menjadi ulat).
Mereka berkata, “Hai Musa, doakanlah kepada Tuhanmu agar Dia melenyapkan kutu ini dari kami, maka kami akan beriman kepadamu dan melepaskan kaum Bani Israil pergi bersamamu.”
Nabi Musa ‘alaihissalam berdoa kepada Tuhannya, maka lenyaplah kutu itu dari mereka. Tetapi mereka menolak, tidak mau melepaskan kaum Bani Israil pergi bersama Musa.
Ketika Musa ‘alaihissalam sedang duduk di hadapan Raja Fir’aun, tiba-tiba terdengarlah suara katak. Lalu Musa berkata kepada Fir’aun, “Apakah yang kamu dan kaummu jumpai dari katak ini?” Fir’aun berkata, “Barangkali ini pun merupakan tipu muslihat yang lain.”
Maka tidak lama kemudian yakni pada petang harinya tiada seorang pun yang duduk melainkan seluruh negeri penuh dengan katak sampai mencapai dagunya. Dan bila seseorang hendak berkata, begitu ia membuka mulutnya, maka pasti ada katak yang masuk ke dalam mulutnya. Kemudian mereka berkata, “Hai Musa, doakanlah kepada Tuhanmu agar Dia melenyapkan katak-katak ini dari kami, niscaya kami akan beriman kepadamu dan melepaskan kaum Bani Israil bersamamu.”
Setelah katak lenyap mereka tetap tidak juga mau beriman. Lalu Allah mengirimkan darah kepada mereka, sehingga tidak sekali-kali mereka mengambil air minum baik dari sungai ataupun dari sumur-sumur, melainkan mereka menjumpai air itu dalam wadahnya berubah menjadi merah, yakni berubah menjadi darah segar.
Lalu mereka mengadu kepada Fir’aun, “Sesungguhnya kami telah dicoba dengan darah, dan kami tidak lagi mempunyai air minum.”
Fir’aun berkata, “Sesungguhnya dia (Musa) telah menyihir kalian.”
Mereka berkata, “Mana mungkin dia menyihir kami, tidak sekali-kali kami menjumpai air dalam wadah-wadah kami melainkan kami menjumpainya berubah menjadi darah yang segar.”
Mereka datang kepada Musa dan berkata kepadanya, “Hai Musa, doakanlah kepada Tuhanmu agar Dia melenyapkan darah ini dari kami, niscaya kami akan beriman kepadamu dan kami akan melepaskan kaum Bani Israil pergi bersamamu.”
Nabi Musa alaihi salam berdoa kepada Tuhannya, maka Allah melenyapkan darah itu dari mereka, tetapi mereka tetap tidak mau beriman, tidak mau pula melepaskan kaum Bani Israil pergi bersamanya.
Berbagai musibah terjadi di negeri yang kita cintai ini, dari mulai gempa, angin kencang, longsor, banjir, dan wabah penyakit corona. Semua itu, satu persatu, silih berganti datang menjelang, belum selesai tertangani masalah yang satu, muncul masalah yang lain. Apakah yang salah? Adakah dosa yang telah diperbuat? Seberapa besar kedurhakaan yang telah dilakukan? Seberapa banyak maksiat telah berlaku?
Simaklah sebuah ayat renungan untuk kita semua.
“Dan segala musibah yang menimpa kalian adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian. Allah memaafkan banyak dari kesalahan kalian.” (QS. Asy Syuraa : 30).
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya al Quranul Adhim pada juz 4 menjelaskan : “Allah SWT ingin mengatakan, musibah apapun yang menimpa manusia, semata-mata karena keburukan dan dosa yang telah dilakukan. Dan Allah SWT lebih banyak memaafkan dari pada menghukum atas semua keburukan dan dosa hamba-Nya.
Seandainya musibah ini ditimpakan karena dosa-dosa penduduk negeri ini, maka sudah sebaiknya bagi seluruh penduduk negeri melakukan muhasabah sebagai langkah intropeksi diri dengan menutup semua pintu-pintu dosa. Berkacalah kepada fir’aun dan pengikut-pengikutnya yang “durhaka murakkab” pada perintah Allah Ta’ala. Tak cukup sekali musibah wabah diturunkan, dua bahkan berkali-kali wabah ditimpakan tapi tetap tak menjadi ibrah untuk berubah. Musibah topan awalnya diturunkan, kemudian wabah belalang, kutu, katak, dan darah silih berganti ditimpakan. Tetapi mereka tetap saja tidak mau beriman.
Ketahuilah, kebaikan apa saja yang telah kita rasakan baik berupa kenikmatan ataupun keamanan sesungguhnya Allah lah yang telah mengaruniakannya kepada kita. Dialah yang telah memberikan karunia kepada kita berupa kemudahan untuk bisa beribadah kepada-Nya, maka kitapun semestinya melakukan hal-hal yang menyebabkan datangnya kebaikan-kebaikan dari Allah SWT. Bukan sebaliknya menebarkan maksiat dan membentangkan dosa seakan menampakkan keangkuhan kita yang semuanya akan berujung peringatan keras dari-Nya berupa musibah dan bala tak terhingga.
Mengembalikan sebab dari segala bentuk musibah dan bala kepada sebab alami dan materi, atau pergolakan politik dan persaingan ekonomi antar negeri tentu tak salah. Namun disamping sebab-sebab ardhi (bumi), ada sebab sama’ (langit) yang tak boleh dikesampingkan apalagi dilupakan. Yang benar adalah menggabungkan sebab-sebab ardhi (bumi) dan sebab sama’ (langit).