DIAKUI atau tidak, kerja DPR Aceh periode 2019-2024, secara kelembagaan, masih jauh dari harapan. Semua ini terjadi karena kisruh internal yang tak kunjung selesai di lembaga wakil terhormat itu.
Dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Aceh, pimpinan DPR Aceh terlihat sebagai pengekor serta pelengkap. Menghadiri, mendengar serta mengaminkan.
Publik Aceh sebenarnya ingin mendengar suara –suara tegas dan pro rakyat dari pimpinan DPR Aceh. Namun, jangankan berbicara atas nama rakyat, menyelesaikan persoalan internal saja tidak kunjung terwujud.
Di awal pelantikan pada akhir 2019 lalu, DPR Aceh pernah meminta agar eksekutif menyerahkan DPA 2020 untuk ditelisik kembali satu persatu. Ini karena diduga ada persoalan serius dalam APBA 2020 yang lolos tanpa saringan. Apalagi pembahasan APBA 2020 cuma berlangsung 4 hari.
Saat itu, asa public tumbuh besar karena yakin pada wakil mereka yang baru menjabat. Namun ternyata hal tersebut hanya gertak sambal belaka.
Tak ada upaya nyata untuk mengawasi APBA 2020 seperti yang dijanjikan. Yang ada hanya menghadir rapat, mendengar serta mengaminkan apa yang disampaikan oleh Plt Gubernur Aceh.
Daya dobrak DPR Aceh tumpul. Kurang SDM-kan di tingkat pimpinan? Atau jangan-jangan, mereka turut menikmati sejumlah proyek di APBA 2020. Sehingga menjalankan politik ulur waktu hingga semua proyek 2020 ditenderkan.
Inilah yang membuat public kecewa pada DPR Aceh secara kelembagaan. Bukan secara personal yang selama ini memang ada yang berbuat untuk Aceh.
Demikian juga halnya peran DPRA selama wabah pandemic Corona melanda Aceh. Peran kelembagaan DPR Aceh juga terlihat hanya sebagai pelengkap semata.
DPR Aceh memang membentuk Pokja pengawasan untuk penanganan Covid 19. Namun peran ini seharusnya bukan selevel kelembagaan DPR Aceh.
DPR Aceh, harusnya menjalankan fungsinya di bidang anggaran. Menghitung seluruh kebutuhan Aceh dari seluruh kabupaten kota untuk dimasukan dalam re-alokasi APBA 2020. Namun anehnya, DPR Aceh justru tak terlibat dalam tugas ini.
Dari pemberitaaan media, DPR Aceh ‘hanya mampu’ meminta eksekutif untuk menjelaskan soal anggaran penanganan Covid 19 dalam pertemuan terakhir. Kenyataan ini seharusnya membuat 81 anggota DPR Aceh menutup muka mereka. Malu kepada public Aceh.
Fasilitas serta gaji besar yang dibayar dari pajak rakyat, ternyata tak sesuai dengan kerja nyata yang diperoleh selama ini.
DPR Aceh harus segera berbenah. Atau mereka akan menjadi musuh bersama dari rakyat Aceh.