Tapaktuan – Kritikan pedas yang diutarakan Ketua Komisi II DPRK Aceh Selatan kepada 3 dinas pada rapat “Gerakan Menjaga Ketahanan Pangan” di aula DPRK Aceh Selatan, Kamis 28 Mei 2020, bukanlah alasan bagi pimpinan instansi terkait untuk ciut dan harus dihantui ketakutan dan was-was akan mutasi apalagi harus bermuara kepada kemarahan dan kebencian. Namun, hal yang maha lebih penting yakni bagaimana instansi terkait siap untuk berbenah dan membalas kritikan pedas itu dengan sejumlah bukti dan program-program bermanfaat ke depannya.
“Insya Allah, sebagai putra asli Aceh Selatan yang sejak lama merindukan perubahan, kita siap mendukung sejumlah instansi terkait untuk berbenah ke arah yang lebih baik. Kami sangat yakin dan percaya sangat banyak putra-putri Aceh Selatan diluar yang memiliki gagasan, jaringan dan kapasitas serta kepedulian yang tinggi untuk bahu-membahu membangun Aceh Selatan. Tinggal lagi bagaimana potensi ini benar-benar dijadikan kekuatan untuk bersama-sama bahu-membahu membangun Aceh Selatan. Tinggal lagi bagaimana pemkab siap bersinergi dan memberikan ruang untuk bersama-sama mewujudkan perbaikan-perbaikan di bumi pala tercinta ini,” ungkap ketua Yayasan Aceh Kreatif, Delky Nofrizal Qutni kepada media ini, Jumat 29 Mei 2020.
Menurut mantan pengurus HAMAS dan PAS ini, salah satu hal awal yang mesti dilakukan bukanlah sebatas bagaimana membaca keinginan pimpinan, tapi bagaimana mengembalikan arah pembangunan Aceh Selatan sesuai dengan patronnya yakni RPJM Aceh Selatan 2018-2023 yang termaktub di dalam Qanun Aceh Selatan nomor 4 tahun 2019.
“Kita patut mengapresiasi sikap Plt Bupati Aceh Selatan yang selama ini masih terlihat sangat ikhlas untuk membangun daerah. Ini modal yang sangat berharga yang mesti dipertahankan demi kebaikan daerah. Pun demikian tentunya modal keikhlasan saja tidak cukup, Plt Bupati Aceh Selatan atau keinginan dewan semata, tapi juga mesti melakukan langkah-langkah terintegrasi dengan acuan dan arah kebijakan yang memiliki indikator yang jelas sesuai arah pembangunan Aceh Selatan yang telah termaktub di dalam visi misi dan RPJM 2018-2023,” jelasnya.
Selain itu, pemkab melalui instansi terkait juga hendaknya mencermati betul kebijakan dan program prioritas nasional dan prioritas provinsi yang dapat disinergiskan, diterjemahkan serta dikemas dalam bentuk kegiatan atau program yang bermanfaat untuk daerah.
“Untuk menghadirkan sebuah program atau kegiatan yang bermanfaat dan terintegrasi dibutuhkan kreasi dengan membaca permasalahan dan isu strategis serta kemungkinan peluang oleh instansi-instansi terkait secara terintegrasi. Tentunya ini tidak program atau kegiatan instansi terkait juga harus memiliki orientasi, output dan outcome yang jelas bukan sebatas kegiatan itu mudah dan menguntukan. Lagi-lagi untuk mewujudkan itu tentu tidak tidak gampang, diperlukan semangat, gagasan, integritas yang kuat dari para stakeholder,” sebutnya.
Kendatipun demikian, tambah Delky, persoalan kondisi fiskal Aceh Selatan termasuk persoalan defisit saat ini juga salah satu kendala sekaligus tantangan bagi pemkab dalam melaksanakan program-programnya. Ditambah lagi dengan sejumlah persoalan masa lalu di sejumlah kementerian pusat yang menjadi pengganjal langkah pemerintah Aceh Selatan saat ini, salah satunya status backlist yang terjadi di pemerintah pusat seperti BNPB yang menyebabkan Aceh Selatan kehilangan sumber anggaran penanganan bencana dari BNPB hingga tahun 2020.
“Memang persoalan fiskal dan kondisi anggaran yang defisit dan sejumlah persolan lainnya, namun jangan sampai itu terus menerus dijadikan alasan dan menjadi batu penghambat gerak pemerintah daerah dalam melaksanakan program pro rakyat, karena masih banyak sumber-sumber lainnya yang memungkinkan dapat mendukung laju kegiatan dan program-program yang bermanfaat. Hanya saja pemerintah Aceh Selatan dan instansi terkait tidak kaku, harus lebih membuka diri serta siap bersinergi dengan multipihak,” paparnya.
Untuk masa tanggap covid-19 ini, sejumlah peluang sumber anggaran juga terlihat jelas dan ini harus dijadikan peluang oleh pemkab dalam merealisasi gagasan-gagasan programnya.
“Meski kini dalam kondisi defisit, dan terjadi pemangkasan anggaran seperti otsus, dau, DTBH Migas dan DAK, tapi itu kami pikir bukan halangan berarti, apalagi pemerintah pusat sudah menyiapkan alokasi anggaran cukup besar yang dapat dijadikan peluang bagi pemerintah daerah di masa pendemi ini,”ujarnya.
Pemerintah Pusat telah mengalokasikan sebesar 15,1 T dalam rangka dukungan pemulihan ekonomi untuk pemerintah daerah.
“Alokasi anggaran dari APBN dalam rangka pemulihan pemulihan ekonomi untuk pemerintah daerah terdiri dari penyediaan tambahan Dana Insentif Daerah (DID) yang bersumber dari BUN yang bertujuan untuk mencepatan pemulihan ekonomi daerah sebesar 5 T, cadangan DAK untuk pembangunan fisik 9,1 T, dan pinjaman untuk daerah sebesar 1 T. Ditambah lagi, Peraturan Keuangan RI Nomor 46/PMK.07/2020 Tentang Pengelolaan Hibah dari Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Rangka Penanganan pandemi COVID-19 dan dampak akibat pendemi COVID-19. Semua itu peluang yang bisa dimanfaatkan pemerintah daerah untuk tetap mewujudkan kegiatan atau program yang bermanfaat di masa pendemi ini, jadi tidak ada alasan tidak bisa laksanakan kegiatan atau program yang tepat karena faktor anggaran,”paparnya.
Pihaknya, kata Delky, tidak serta merta menilai kesalahan pada dinas terkait, namun lebih menilai bagaimana evaluasi dan upaya pembenahan dilakukan. Selanjutnya, pihaknya juga mengapresiasi sikap kritis DPRK Aceh Selatan dalam melakukan pengawasan karena itu memang fungsinya legislatif.
“Jadi, untuk follow up ke depan kita harapkan DPRK Aceh Selatan harus lebih berani mencoret kegiatan-kegiatan yang tidak memiliki orientasi yang jelas, tidak memiliki output dan outcome yang jelas, serta tidak sesuai dengan RPJM sehingga program-program yang diusulkan dan dilaksanakan dinas benar-benar bermanfaat. Fungsi budgeting (penganggaran) yang melekat pada seorang anggota legislatif juga harus ditingkatkan, jadi tak serta merta setelah pembagian aspirasi selesai usulan lainnya dibiarkan lewat seperti itu saja, ini juga harus dibenah oleh para wakil rakyat,” bebernya
Menyinggung persoalan ketahanan pangan di masa pendemi covid-19, lanjut Delky, pemerintah Aceh Selatan khususnya diharapkan dapat mencermati betul instruksi menteri dalam negeri nomor 2 tahun 2020 menjaga ketahanan pangan pada saat darurat covid-19.
“Setelah mempelajari betul instruksi Mendagri tersebut, maka pemkab melalui institusi terkait juga harus mampu memetakan persoalan lalu menerjemahkan dalam bentuk kegiatan atau program yang mampu menjawab persoalan real yang ada di Aceh Selatan,” pungkasnya.[]