BANDA ACEH – Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Banleg-DPR) Aceh, Azhar Abdurrahman, menilai penetapan batas wilayah Aceh – Sumut secara sepihak melalui Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, merupakan bentuk tamparan keras bagi para pejuang Aceh.
“Pengakuan sepihak batas Aceh dengan Sumut oleh Biro Teken Pemerintah Aceh kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri, merupakan tamparan kuat kepada Pejuang Aceh yang telah menghantarkan perkara batas Aceh merujuk kepada 1 Juli 1956,” kata Azhar Abdurrahman yang juga anggota Komisi I DPR Aceh ini.
“Pengkhianatan dari dalam yang sangat disesalkan. Semestinya persoalan yang krusial ini dibicarakan dengan DPRA, agar mendapat legislasi,” ujar mantan bupati Aceh Jaya selama dua periode ini.
Menurutnya, DPR Aceh akan membahas serius soal tapal batas ini serta menentukan sikap.
“Kita akan bersikap dan melakukan protes,” kata Azhar.
Sebelumnya diberitakan, Pemerintah Aceh menyampaikan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri melalui Direktorat Toponimi dan Batas Daerah yang telah mengesahkan sembilan Permendagri terkait batas antar-kabupaten/kota di Aceh dengan Provinsi Sumatera Utara.
“Alhamdulillah setelah puluhan tahun tidak tuntas sekarang ini sudah terselesaikan. Mudah-mudahan ini menjadi solusi dan semoga tidak lagi menjadi perdebatan lagi antara beberapa batas wilayah di provinsi kita dengan Sumatera Utara,” kata Syakir, Kepala Biro Tata Pemerintahan Setda Aceh, di Banda Aceh, Rabu 10/06.
Persoalan tapal batas daerah di dua provinsi ini terus berlarut sejak tahun 1988. Artinya, sengketa batas wilayah telah terjadi selama 32 tahun. Karena itu, Syakir menilai, tuntasnya permasalahan tapal batas di beberapa lokasi tersebut merupakan keberhasilan luar biasa dan langkah baru percepatan penegasan batas Aceh dengan Provinsi Sumatera Utara.
Syakir menyebutkan batas daerah yang telah ditetapkan berada di kawasan Kabupaten Gayo Lues, Aceh Tamiang, Aceh Tenggara, Aceh Singkil dan Kota Subulussalam. []