JAKARTA – Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanganan Covid-19 menjadi salah satu beleid yang cepat dan banyak digugat di Mahkamah Konstitusi (MK). Sejumlah elemen masyarakat menggugat keberadaan UU kontroversial itu karena dianggap memberikan imunitas hukum kepada pejabat.
Ada sejumlah pemohon yang mengajukan gugatan terkait UU ini. Mereka adalah advokat Damai Hari Lubis, Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA) dan kawan-kawan (dkk). Kemudian, Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dkk, Iwan Sumule dkk, Ahmad Sabri Lubis dkk, dan Sururudin.
Maksud pemerintah menggunakan UU itu sebagai payung hukum dalam penanggulangan Covid-19. Namun, karena isinya dianggap menyalahi konstitusi negara, sejak masih berbentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sudah banyak yang melakukan judicial review ke MK.
“Kami akan segera gugat UU tersebut apa pun hambatan dan halangannya. Ini sangat penting dalam pembangunan demokrasi dan penegakan kedaulatan Indonesia,” ujar Ketua Dewan Pengarah Koalisi Masyarakat Penegak Kedaulatan (KMPK) Din Syamsuddin dalam diskusi daring bertema ‘Menggugat UU Nomor 2 Tahun 2020: Penetapan APBN Inkonstitusional, Pro Korporasi dan Berpotensi Abai Rakyat Jelata’, Jumat (26/6/2020).
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini menerangkan, UU itu telah mengambil fungsi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam hal budgeting. Dalam keadaan apa pun, menurutnya, pemerintah seyogianya menghargai DPR sebagai wakil rakyat yang dipilih secara sah.
“(UU) melanggar etika demokrasi. DPR kok mau menyerahkan (kewenangan). Secara cepat-cepat dan diam-diam dalam menyerahkan fungsi utama dan pentingnya,” ucapnya.
Pemerintah menggunakan alasan UU itu diperlukan segera untuk penanggulangan Covid-19. Namun, dalam keadaan darurat pun, seharusnya DPR dan pemerintah bisa membahas anggaran bersama-sama.
“Kalau tidak cukup waktu, kenapa memaksakan diri untuk mempercepat mengesahkan UU dari perppu itu. Ini kerancuan-kerancuan nalar yang kita saksikan. UU itu menegasikan dan meniadakan gungsi dari negara yang konstitusional dan sangat penting ditegakkan dalam negara demokrasi,” tutur pria asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.
KMPK menyatakan langkahnya ke MK bagian dari upaya menegakkan kedaulatan Indonesia. Din Syamsuddin memperingatkan bahwa ada banyak lagi ancaman yang sedang dihadapi Indonesia. “Ancaman eksternal, pergeseran pusat gravitasi ekonomi global dan geopolitik dunia. Isu kedaulatan ini maha penting bagi Indonesia,” pungkasnya.