Jakarta – Kepolisian Hong Kong menahan 10 orang di bawah Undang-Undang Keamanan Nasional yang baru disahkan China dan berlaku pada Rabu (1/7).
Sepuluh orang itu terdiri dari enam pria dan empat wanita. Mereka ditangkap di tengah demonstrasi peringatan pengalihan kontrol Hong Kong dari Inggris ke China pada 1997 lalu.
Menurut keterangan polisi, orang pertama yang ditangkap di bawah UU baru itu merupakan seorang pria yang kedapatan mengibarkan bendera kemerdekaan Hong Kong di tengah demonstrasi.
Sementara itu, beberapa orang lainnya ditangkap karena memegang slogan-slogan berbau separatis dan kemerdekaan Hong Kong.
Kepolisian Hong Kong menembakkan gas air mata, semprotan merica, dan meriam air demi membubarkan para pedemo yang berkumpul di Wan Chai dan Causeway Bay yang biasa dijadikan tempat unjuk rasa besar.
Pihak berwenang Hong Kong juga telah memblokir akses masuk dan keluar area itu termasuk menutup jalan utama dan mengontrol lalu lintas.
Hingga kini, lebih dari 370 orang dikabarkan ditangkap kepolisian selama demonstrasi berlangsung. Sebagian ditangkap karena berkumpul tanpa izin, perilaku tidak tertib di tempat publik, menghalangi polisi, hingga kepemilikan senjata.
Dilansir the Straits Times, kepolisian Hong Kong menuturkan tujuh aparatnya ikut terluka selama menertibkan demonstrasi. Beberapa polisi mengalami luka tusukan hingga cedera kepala.
Laporan media lokal memperlihatkan ribuan demonstran memblokir jalan-jalan utama dengan menggunakan tong sampah dan bakaran ban.
Para pedemo meneriakkan slogan pro-kemerdekaan Hong Kong yang sekarang dianggap sebuah tindakan ilegal menurut UU Keamanan Nasional yang baru.
Teriakan “bebaskan Hong Kong, revolusi zaman kita!” dan “kemerdekaan Hong Kong adalah satu-satunya jalan keluar” terus terdengar dari mulut para pengunjuk rasa meski terdapat peringatan dari aparat polisi.
China akhirnya meloloskan UU Keamanan Nasional Hong Kong pada Selasa (30/6) setelah 163 badan legislasi Negeri Tirai Bambu mendukung secara bulat pengesahan beleid tersebut .
UU Itu memberikan kewenangan lebih bagi China untuk campur tangan terhadap urusan Hong Kong dan dinilai sejumlah pihak pengkritik memperluas kontrol Beijing terhadap kebebasan wilayah otonomi itu.
UU itu juga mengizinkan China mencampuri proses hukum Hong Kong, terutama yang dinilai mengancam keamanan nasional Negeri Tirai Bambu.
UU Keamanan Nasional Hong Kong bisa memberikan kewenangan terhadap pihak berwenang China untuk menindak secara hukum setiap upaya pemisahan diri (separatis), campur tangan asing, terorisme, dan semua kegiatan hasutan yang bertujuan menggulingkan pemerintah pusat dan segala gangguan eksternal di wilayah otonomi itu.
Dengan UU tersebut, pihak berwenang China dapat “menggunakan yurisdiksi” atas kasus-kasus khusus. Klausa ini memberikan peluang suatu pelanggaran yang dilakukan warga atau entitas di Hong Kong untuk diproses hukum di China.