Meulaboh – Wali Kota Banda Aceh yang juga Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Provinsi Aceh, Aminullah Usman tampil sebagai pembicara pada sebuah acara yang di gelar MES Kabupaten Aceh Barat, Minggu (2/8/2020) malam di Meulaboh.
Kegiatan yang dikemas dalam bentuk diskusi ini digelar di Cafe September dan diikuti oleh para pengurus MES Aceh Barat dan akademisi di kabupaten setempat. Acara ini dipandu langsung Ketua MES Aceh Barat, Mawardi Amin. Hadir juga Sekretaris MES Aceh Barat, Rustam Zaini, perwakilan kampus UTU, STAIN Meulaboh dan pihak Bank Aceh Syariah Cabang Meulaboh.
Dalam kesempatan ini, Aminullah menyampaikan strategi-strategi memberangus praktek-praktek rentenir agar mampu melepas masyarakat kecil dari jeratan tengkulak yang ‘menghisap darah’ pelaku usaha kecil.
Mantan Dirut Bank Aceh ini kemudian berbagi pengalaman dari keberhasilannya memerangi rentenir di Banda Aceh. Bahkan ide brilian dan kiprahnya itu telah ditulis dalam sebuah buku ‘Ala Aminullah Perangi Rentenir’.
Katanya, Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS), Mahirah Muamalah Syariah (MMS) yang berhasil dibentuk dalam setahun usia ia menjabat sebagai Wali Kota Banda Aceh menjadi salah-satu kunci penting dalam memerdekakan masyarakat Banda Aceh dari ketergantungan kepada rentenir.
“Sejak MMS dibentuk, kita sudah berhasil melepas masyarakat pelaku usaha kecil dari praktek riba,” ujar Aminullah.
”Data per Juli 2020, sudah Rp16 M dana dikucurkan bagi masyarakat yang membutuhkan modal usaha dibantu MMS. Sudah sekitar 2000-an pelaku usaha kecil yang dibantu modal usahanya,” ungkapnya.
Indikator keberhasilan MMS juga bisa dilihat dari persentase ketergantungan pengusaha kecil kepada rentenir, dari 80 persen menjadi 14 persen saja.
Dengan kontribusi MMS pula, UMKM tumbuh subur di Banda Aceh. Data per Mei 2020, jumlahnya mencapai 12.970 unit. Meningkat signifikan jika dibandingkan dengan data tahun 2018 dimana jumlah UMKM waktu itu masih tercatat 10.994 unit.
Lanjut Aminullah, di bawah cengkeraman tengkulak sangat sulit masyakat kecil berkembang karena harus membayar bunga sangat besar. Sementara jika harus meminjam ke bank, sulit terakomodir karena pelaku usaha kecil seperti penjual ikan keliling, nyak-nyak penjual sayur itu hanya butuh modal Rp 500 ribu saja. Mungkin ada beberapa yang butuh sedikit lebih besar, yakni Rp 2 juta, 3 juta hingga 5 juta.
“Namun dengan adanya MMS, mendapatkan modal usaha mulai dari Rp 500 ribu hingga Rp 5 juta yang tak ter-cover oleh perbankan bisa dibantu di Mahirah. Karena MMS membuka akses sebesar-besarnya bagi pelaku usaha kecil, yakni UMKM,” ungkap Aminullah.
Kata mantan Dirut Bank Aceh ini, upaya-upaya seperti yang telah dilakukan di Banda Aceh juga bisa dilakukan di Aceh Barat. Meski di Bumi Teuku Umar belum ada lembaga keuangan seperti MMS, tapi peran pengurus MES bisa ditingkatkan dengan gencar melakukan sosialisasi-sosialisasi kepada masyarakat.
“Karena rentenir, selain membuat masyarakat kecil sulit lepas dari utang dan riba, juga bertentangan dengan syariat Islam yang berlaku di Aceh,” kata Aminullah yang merupakan kelahiran Seuradeuk, Woyla.
Aminullah optimis, dengan tekad yang kuat, MES Aceh Barat dapat mengadopsi dan menerapkan keberhasilan-keberhasilan yang telah dilakukan di Banda Aceh sehingga bisa melepas ketergantungan masyarakat ‘Bumi Teuku Umar’ dari cengkeraman rentenir.[]