SINGKIL – Juru Bicara Dewan Pimpinan Wilayah(DPW) Partai Aceh (PA) Singkil, Syarifuddin Bancin, mengatakan bendera bintang bulan merupakan identitas Aceh.
“Bendera ini pula yang membedakan kita dengan provinsi lainnya dan tidak boleh dilarang dalam hal pengibarannya. Asalkan tetap berdampingan dengan bendera negara kita yaitu merah putih,” kata Syarifuddin dalam pernyataan tertulis ke redaksi atjehwatch.com, Kamis 13 Agustus 2020.
Menurutnya, pengibaran bendera tidak melanggar aturan karena punya dasar yang jelas, yaitu MoU atau perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 15 Agustus 2005, kemudian UUPA serta Qanun Aceh.
“Semua bermula dari situ, makanya saya meminta kepada masyarakat jika ingin menaikkan bendera merah putih sebagai lambang negara nya dan bintang bulan sebagai identitas nya maka silahkan itu adalah hak nya.”
“Yang gak boleh itu merespons terlalu berlebihan terhadap pengibaran bendera tersebut. Saya meminta Kepada kita semua untuk menyikapi secara positif saja tidak reaktif yang berlebihan kerna Bendera bintang bulan ini sudah selesai secara mekanisme hukum. Sehingga saya rasa tidak perlu ada upaya lain untuk menghambat pengibaran bendera itu selama masih bergandengan dengan bendera merah putih sebagai bendera kebangsaan kita.”
Kata Syarifuddin lagi, bendera bintang bulan tersebut menjadi milik masyarakat Aceh dan bukan lagi milik GAM karena sudah disahkan dalam qanun dan pengesahan itu disetujui oleh semua anggota DPR Aceh dari Parlok dan Parnas.
“Yang perlu kita fahami hari ini adalah melalui moment memperingati MoU Helsinky yang ke 15 ini, mari kita kawal poin poin Mou yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yaitu pihak GAM dan pihak RI.”
“MoU dan UUPA Lah yang berhasil menghentikan perang di Aceh. Sehingga kini sudah 15 tahun kita di kehidupan normal. Tanpa ketakutan. Ini anugrah besar. Dan kita wajib mensyukuri-nya.”
“MoU dan UUPA membuat Aceh banyak uang dan kaya anggaran. Tapi sampai hari ini kita gagal bahagia dan sejahtera. Bayangkan dengan dana Otsus yang begitu besar pembangunan infrasturktur di Aceh juga tidak begitu terlihat, pembangunan ekonomi rakyat juga tidak meningkat dengan bagus bahkan angka kemiskinan di Aceh berada pada tingkat ke-6 secara nasional dan termiskin di Sumatera dan Singkil termiskin di Aceh. Lebih Lebih kita di Singkil ini kita masih jauh dari kata kata sejahtera.
Padahal Aceh Singkil juga bagian dari penerima dana konvensasi perang itu (Otsus). Sekali lagi saya katakan kemiskinan kita dan kurang sejahtera nya kita. Itu bukan salah bendera bukan salah MoU dan UUPA. Tapi salah kita memilih politisi yang tidak mau peduli dengan UUPA dan masyarakatnya,” kata dia.