BANDA ACEH – Pemerintah Aceh diminta mengkaji ulang surat edaran gubernur terkait program stickering bahan bakar minyak jenis premium dan solar bersubsidi di Aceh.
Hal ini disampaikan akademisi Abdulyatama, Usman Lamreung, kepada awak media, Senin malam 24 Agustus 2020.
“Pemerintah Aceh bersama PT Pertamina (Persero) meresmikan program stickering bahan bakar minyak jenis premium dan solar bersubsidi di Aceh. Program ini dijalankan berdasarkan Surat Edaran Gubernur Aceh Nomor 540/9186 tahun 2020. Merujuk surat edaran gubernur tersebut, menurut hemat kami sudah melampaui kewenangan dan bukan ranah propinsi untuk mengatur subsidi BBM,” kata Usman.
“Bilapun ada kekhususan Aceh sebagai daerah otonomi khusus, dalam UUPA tidak ada yang mengatur terkait subsidi BBM, malah tambah parah lagi menempel striker pada kendaraan. Dan surat edaran gubernur sudah melanggar Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak, pasal 3 pentahapan pembatasan penggunaan jenis BBM Tertentu untuk transportasi jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a berlaku untuk, kendaraan dinas; dan mobil barang dengan jumlah roda lebih dari 4 buah.”
Maka, kata Usman, sesuai dengan Permen ESDM tentang Pengendalian Penggunaan BBM, yang dilarang menggunakan premium subsidi hanya mobil dinas pemerintah dan truk barang roda lebih dari 4 buah. Diluar ketentuan tersebut di atas, semua kendaraan tidak dilarang menggunakan premium bersubsidi.
“Jadi apa maksud surat edaran gubernur tersebut yang menyatakan pemasangan stiker agar subsidi tidak jatuh ke tangan yang tidak berhak? Padahal secara substansi, Permen ESDM No. 01 tahun 2013 tidak melarang semua jenis kendaraan untuk menggunakan BBM bersubsidi kecuali dua katagori kendaraan tersebut di atas.”
“Kami sampaikan Pemerintah Aceh harus mengkaji ulang surat edaran gubernur tersebut, karena sudah melampaui ketentuan Permen ESDM Nomor 01 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak,” ujarnya. []