Jakarta – Swiss jatuh ke jurang resesi setelah pengumuman pertumbuhan ekonomi terkontraksi 8,2 persen pada kuartal II 2020. Sebelumnya, ekonomi Swiss sudah minus 2,5 persen pada kuartal I 2020.
“Pada kuartal kedua, PDB (Produk Domestk Bruto) Swiss mengalami penurunan terbesar sejak pencatatan data kuartalan dimulai pada 1980,” ungkap Sekretariat Negara Bidang Perekonomian (SECO) Swiss, dikutip dari AFP pada Kamis (27/8).
Resesi sendiri merupakan kondisi ketika suatu negara mengalami pertumbuhan ekonomi negatif dalam dua kuartal berrturut-turut. Hal ini sebelumnya juga sudah dirasakan oleh beberapa negara lain di tengah pandemi virus corona atau covid-19.
SECO menyatakan penurunan ekonomi Swiss tak lepas dari dampak pandemi corona. Saat ini, setidaknya ada 40 ribu kasus positif virus corona dengan 1.700 kasus kematian di negara yang terkenal dengan Pegunungan Alpen itu.
Pandemi corona membuat pertumbuhan industri manufaktur turun 9 persen. Menurut SECO, penurunan seharusnya bisa lebih besar bila tidak ada topangan dari pertumbuhan industri farmasi yang justru meningkat di tengah pandemi.
Kemudian, ekspor barang tercatat turun 9,4 persen. Barang-barang ini tidak termasuk logam mulia dan barang berharga lainnya yang juga meningkat di tengah pandemi.
Sementara impor turun 14,3 persen. Lalu, pertumbuhan sektor jasa anjlok lebih dari 54 persen. Khususnya penyedia layanan akomodasi, makanan, hingga pariwisata. Konsumsi masyarakat turun sekitar 8,6 persen.
Sebelumnya, beberapa negara sudah berada di jurang resesi, seperti Singapura, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan para negara-negara di kawasan Eropa, seperti Jerman dan Italia. Indonesia sendiri belum masuk ke jurang resesi, namun ancaman itu ada.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan Indonesia mungkin saja mengalami resesi karena perekonomian diperkirakan berada di kisaran 0 persen sampai minus 2 persen pada kuartal III 2020. Sebelumnya, ekonomi Indonesia sudah terkontraksi 5,32 persen pada kuartal II.
Ia mengatakan proyeksi negatif muncul karena pemerintah melihat aktivitas ekonomi masyarakat dan dunia usaha yang mulai pulih sejak Juni 2020 rupanya belum cukup kuat untuk berlanjut di kuartal III.
Ia bilang ada beberapa sektor usaha yang sudah berbalik positif, namun tidak sedikit yang justru kembali negatif seperti masa pertengahan pandemi virus corona atau covid-19 mewabah di dalam negeri.
“Kami melihat di kuartal III, down side-nya ternyata tetap menunjukkan suatu risiko yang nyata, jadi untuk kuartal III kita outlook-nya antara 0 persen hingga negatif 2 persen,” ujar Ani, sapaan akrabnya.
Untuk keseluruhan tahun ini, Ani memperkirakan ekonomi Tanah Air akan berada di kisaran minus 1,1 persen hingga positif 0,2 persen.