BANDA ACEH – Pengamat kebijakan publik Aceh, Taufiq A Rahim, menilai hak interpelasi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) selaku salah satu hak pengawasan legislatif terhadap terhadap eksekutif (Plt. Gubernur) Aceh merupakan hal yang normatif.
“Dan dibenarkan dalam praktik politik pada sistem negara demokrasi serta kondisi membangun demokratisasi,” ujar Taufiq.
Namun demikian, katanya, jika ingin menciptakan serta membangun demokrasi yang efektif dan saling menghormati dalam dunia politik di Aceh, hubungan sinergisitas politik legislatif dan eksekutif semestinya harmonis jika berprinsip untuk kepentingan rakyat Aceh.
Interpelasi ini berlaku karena tersumbat dan tidak berlangsungnya hubungan harmonis, saling mengisi serta menghargai secara kekuasaan politik di Aceh, dalam rangka membangun dan menghargai rakyat Aceh sebagai konstituen serta pemilik kekuasaan tertinggi pada dunia politik ideal.
Jika politik berpihak untuk kepentingan membangun dan berusaha meningkatkan kehidupan dan kesejahteraan rakyat Aceh, interpelasi ini sangat disayangkan bisa terjadi.
“Tetapi jika melihat serta membangun harmonisasi, tidak dalam bentuk hegemoni dan koersif politik terhadap berbagai kebijakan publik serta politik, sebagai usaha berfokus kepada usaha membangun kebijakan dan mensejahterakan rakyat secara bersama-sama, maka elite politik Aceh sangat dibanggakan oleh rakyat.”
“Hal yang lebih luar biasa serta sumbstantif lagi, jika hak interpelasi berdampak kepada ada yang menjadi korban, ini baru luar biasa. Karena usaha memberikan pertanyaan dan menjawabnya dalam konteks logika politik dan kekuasaan bersama legislatif dan eksekutif, ini akan berdampak luas lagi dalam konteks politik yang lebih terhadap rakyat Aceh,” kata dia.
Misalnya, kata dia, jika terdapat sumbatan dan tidak terjawab keinginan 58 orang anggota DPRA yang menandatangani hak interpelasi berlanjut menjadi “impeachment/pemakzulan.”
“Ini baru luar biasa terhadap warna politik dan demokrasi kekuasaan politik di Aceh. Rakyat Aceh saat ini menunggu perkembangan penggunaan hak interpelasi politik dari DPRA, selanjutnya ada kebijakan konkrit terhadap perbaikan kehidupan dan kesejahteraan ril rakyat Aceh ini yang juga luar biasa lagi.”
“Dengan demikian, demokrasi politik yang berlaku saat ini dengan hak interpelasi adalah normatif, secara ril rakyat mengharapkan yang luar biasa tidak hanya interpelasi, tetapi kondisi kehidupan sosial-budaya. Politik dan ekonomi yang lebih baik lagi di masa pandemi Covid-19 dapat teratasi, berubah lebih baik dan segala kebijakan publik dan politik untuk kepentingan rakyat Aceh,” katanya.