Jakarta – Junta militer Myanmar dilaporkan memindahkan lokasi penahanan pemimpin de facto yang digulingkan, Aung San Suu Kyi, dan Presiden Win Myint, ke tempat yang tidak diketahui.
Suu Kyi dan Myint masih menjadi tahanan junta militer
“Kami telah mendengar dari sumber yang dapat dipercaya bahwa Presiden Win Myint dan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi telah dipindahkan ke lokasi yang tidak diketahui,” kata kabinet tandingan junta militer, Pemerintah Persatuan Nasional Myanmar (NUG), melalui pernyataan pada awal pekan ini.
NUG melabeli rezim junta militer sebagai “Dewan Militer Teroris”. NUG mendesak junta Myanmar bertanggung jawab atas kudeta berdarah yang hingga kini telah menewaskan lebih dari 800 orang akibat bentrokan antara aparat dengan warga penentang rezim militer.
Ketua tim kuasa hukum Suu Kyi dan Myint, Khin Maung Zaw, mengatakan kedua kliennya itu telah memberitahu bahwa mereka telah dipindahkan ke lokasi yang tidak dikenal sehari sebelum persidangan 24 Mei lalu.
Sidang itu menjadi yang pertama dihadiri Suu Kyi dan Myint secara langsung sejak ditahan. Selama ini, Suu Kyi menghadiri serangkaian persidangan secara virtual dari tahanan.
“Setelah sidang pengadilan, kami pengacara tidak bisa berkomunikasi dengan dia (Suu Kyi) sama sekali,” kata Maung Zaw seperti dilansir The Straits Times pada Selasa (1/6).
“Dia (Suu Kyi) adalah pemimpin yang sangat dicintai di negara kami, jadi kami sangat mengkhawatirkan keselamatannya sejak hari pertama penahanan dan kekhawatiran itu masih ada hingga saat ini,” ucapnya menambahkan.
Sejauh ini, junta militer Myanmar telah menuntut Suu Kyi dengan setidaknya enam dakwaan. Dakwaan paling serius Suu Kyi adalah tuntutan di bawah Undang-Undang Rahasia Negara.
Dakwaan itu juga dijatuhkan kepada tiga menteri dan penasihat ekonominya. Jika terbukti bersalah, Suu Kyi bisa dihukum penjara hingga 14 tahun.
Lima dakwaan lain yang dijatuhkan terhadap Suu Kyi antara lain terkait kepemilikan walkie-talkie ilegal, melanggar kebijakan pembatasan Covid-19, melanggar undang-undang telekomunikasi, niat menyebabkan keresahan publik, hingga pelanggaran terhadap UU Manajemen Bencana Alam.
Suu Kyi terancam tidak lagi bisa berpolitik jika terbukti bersalah terkait empat dakwaan itu.
Belum lama ini, junta militer juga menuduh Suu Kyi menerima suap dari seorang pengusaha sebesar US$550 ribu atau sekitar Rp7,9 miliar antara 2019-2020.