BANDA ACEH – Webinar Literasi Digital di Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh telah berhasil dilaksanakan pada Jumat, 11 Juni 2021 pukul 09.00 hingga 12.00, dengan tajuk “Adaptasi Peserta Didik dan Guru Dalam Pembelajaran Digital”.
Rangkaian webinar sebagai bagian dari Gerakan Nasional Literasi Digital yang pada 20 Mei 2021 lalu telah dibuka oleh Presiden Jokowi kembali bergulir. Kali ini di Kabupaten Aceh Tenggara dengan mengusung tema “Adaptasi Peserta Didik dan Guru dalam Pembelajaran Daring”.
Kegiatan ini berlangsung Jumat, 11 Juni 2021, pukul 09.00—12.00 WIB, mengupas tentang seluk beluk pembelajaran daring. Meliputi digital culture, digital ethic, digital safety, dan digital skill.
Pada webinar yang menyasar target segmen umum, siswa, dan tenaga pendidik ini, sukses dihadiri oleh 1.420 peserta secara daring. Hadir dan memberikan materinya secara virtual, para narasumber berkompeten di bidangnya, yakni Head IT Infrastructure at Banking Industry, Mustiantono; Pemimpin Redaksi Independen.id, Bayu Wardhana; Ketua DTKIP Usman Safri Kutacane, Lesmana Rian Andhika; Wakil Direktur CV Alas Project, Caca Andika; serta Yona Marissa sebagai key opinion leader.
Hadir pula selaku Keynote Speaker Dirjen Aptika Kementerian Kominfo, Samuel A Pangerapan. Ia mengatakan, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah terkait literasi digital.
“Hasil survei literasi digital yang kita lakukan bersama siberkreasi dan katadata pada 2020 menunjukkan bahwa indeks literasi digital Indonesia masih pada angka 3,47 dari skala 1 hingga 4. Hal itu menunjukkan indeks literasi digital kita masih di bawah tingkatan baik,” katanya lewat diskusi virtual. Dalam konteks inilah webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo RI ini menjadi agenda yang amat strategis dan krusial, dalam membekali seluruh masyarakat Indonesia beraktifitas di ranah digital.
Pada sesi pertama, Mustiantono menyampaikan materi bertema “Kemampuan Digital dalam Pembelajaran Online”. Ia mengatakan, komunikasi merupakan jalur utama dalam pembelajaran dan dalam pembelajaran online koneksi internet sangat dibutuhkan untuk menggunakan aplikasi pembelajaran seperti Zoom, Microsoft Teams, dan Google Meet.
“Kemudian dibutuhkan referensi untuk dapat dipelajari lebih lanjut yang bisa didapatkan oleh siswa melalui platform seperti YouTube, Slideshare, Bookmate, Ruangguru, Ruangmahasiswa, atau Crayonpedia,” katanya.
Di samping itu, pemberian tugas dan ujian bisa dilakukan oleh pendidik melalui metode manual kemudian siswa dapat mengirimkan hasil ujiannya melalui email, WhatsApp, maupun Google Drive. Platform Google Schoolar juga menyediakan layanan untuk mencari literatur ilmiah dari berbagai disiplin ilmu dan sumber, baik artikel, thesis, abstrak hingga keputusan pengadilan, dan lain-lain.
Pembicara kedua, Bayu Wardhana mengisi webinar dengan tema “Fitur Keamanan di Berbagai Aplikasi Pembelajaran Online”. Seiring dengan pesatnya perkembangan di era digital, peretasan elektronik menjadi efek negatif yang sering ditemui sekarang ini. Keamanan perangkat keras seperti ponsel dan laptop dapat ditingkatkan, tetapi tetap tergantung pada seri dari perangkat itu sendiri. Fitur keamanan yang tersedia dapat berupa kata sandi, sidik jari, pola maupun pengenalan wajah.
“Perlu dilakukan pengecekan pembaruan aplikasi secara berkala pada gadget yang kita miliki, tujuannya adalah agar aplikasi lebih cepat kinerjanya, tidak mudah dibobol hacker, hemat baterai, dan lain-lain,” kata Bayu.
Tampil sebagai pembicara ketiga, Lesmana Rian Andhika dengan tema “Adaptasi Peserta Didik dan Guru dalam Pembelajaran Digital”. Rian menjelaskan tentang digital culture, yakni kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa dan membangun wawasan kebangsaan, nilai pancasila dan bhinneka tunggal ika dalam kehidupan sehari-hari.
“Dampak rendahnya pemahaman atas kedua nilai itu adalah ketidakmampuan memahami batasan kebebasan berekspresi. Area digital culture meliputi pengetahuan dasar akan nilai-nilai pancasila dan bhinneka tunggal ika sebagai landasan kecakapan digital dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara,” kata Rian.
Sementara Caca Andika selaku pemateri terakhir menyampaikan tentang pentingnya etika dalam berinteraksi di dunia digita. Ia menjelaskan ada beberapa jenis etika, misalnya etika tradisional atau etika offline menyangkut tata cara lama, kebiasaan dan budaya yang merupakan kesepakatan bersama dari setiap kelompok masyarakat, sehingga menunjukkan apa yang pantas dan tidak pantas. Etika kontemporer atau etika elektronik dan online menyangkut tata cara, kebiasaan dan budaya yang berkembang karena teknologi yang memungkinkan pertemuan sosial budaya secara lebih luas dan global.
“Komunikasi digital adalah komunikasi global yang melintasi batas-batas geografis dan batas batas budaya, pada setiap batas geografis dan budaya tersebut memiliki batasan etika yang berbeda. Tantangan guru dalam dunia digital yaitu mengajar dengan ragam budaya dengan multibahasa, serta mengajar dengan teknologi sehingga menghasilkan siswa yang melek teknologi pula,” kata Caca.
Yona Marissai selaku key opinion leader mengemukakan pendapatnya, “Pembelajaran digital merupakan suatu tantangan tersendiri, kita yang tadinya belajar offline, kemudian secara paksa harus belajar melalui belajar online, jika penggunaan internet dimanfaatkan dengan baik akan membantu pembelajaran pada sekarang ini,” katanya.
Para peserta mengikuti dengan antusias seluruh materi yang disampaikan dalam webinar ini, terlihat dari banyaknya tanggapan dan pertanyaan yang diajukan kepada para narasumber. Seperti Yogi Hartama yang bertanya, pengguna internet setiap tahunnya semakin meningkat, bagaimana mengatasinya agar tidak disalahgunakan? Pertanyaan itu ditanggapi oleh Caca Andika yang memberikan beberapa tips untuk mencegah hate speech dan penyalahgunaan penggunaan internet, yaitu dengan edukasi yang baik mulai dari kalangan terdekat seperti keluarga.
“Dari Kementerian Kominfo juga telah memberikan edukasi melalui webinar literasi digital seperti yang kita sedang lakukan ini, webinar literasi digital ini sudah menjadi upaya yang jelas untuk mencegah penyalahgunaan internet oleh masyarakat,” katanya.
Webinar di Kabupaten Aceh Tenggara ini merupakan satu dari rangkaian webinar yang diselenggarakan serentak di seluruh Indonesia. Masyarakat diharapkan dapat hadir pada webinar-webinar yang akan datang.
Kegiatan massif yang diinisiasi dan diselenggarakan oleh Direktorat Pemberdayaan informatika Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo RI ini bertujuan mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif sehingga dapat meningkatkan kemampuan kognitif-nya untuk mengidentifikasi hoaks serta mencegah terpapar berbagai dampak negatif penggunaan internet.
Pengguna internet di Indonesia pada awal 2021 mencapai 202,6 juta jiwa. Total jumlah penduduk Indonesia sendiri saat ini adalah 274,9 juta jiwa. Ini artinya, penetrasi internet di Indonesia pada awal 2021 mencapai 73,7 persen.[]