BANDA ACEH – Rangkaian webinar sebagai bagian dari Gerakan Nasional Literasi Digital yang pada 20 Mei 2021 lalu telah dibuka oleh Presiden Jokowi kembali bergulir. Kali ini di Kabupaten Bener Meriah dengan mengusung tema “Literasi Digital—Bijak Bermedsos di Era Digital”.
Kegiatan ini berlangsung Selasa, 15 Juni 2021, pukul 09.00—12.00 WIB, mengupas tentang tentang cara bermedsos yang bijak dan bagaimana menjadi warga global melalui media sosial. Meliputi digital culture, digital ethic, digital safety, dan digital skill.
Pada webinar yang menyasar target segmen umum ini sukses dihadiri oleh sekitar 400 peserta secara daring. Hadir dan memberikan materinya secara virtual, para narasumber yang berkompeten, yakni Kepala Divisi e-Learning Cecep Nurul Alam; dosen dan Direktur Nusantara Training and Research, Meida Rachmawati; dosen Universitas Gajah Putih Aceh Tengah Hasra dan Rahmi Febriana, serta pegiat media sosial dan kemodian plus konten kreator, Fikri Haikal, sebagai key opinion leader.
Hadir pula selaku Keynote Speaker Dirjen Aptika Kementerian Kominfo, Samuel A Pangerapan. Ia mengatakan, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah terkait literasi digital.
“Hasil survei literasi digital yang kita lakukan bersama Siberkreasi dan Katadata pada 2020 menunjukkan bahwa indeks literasi digital Indonesia masih pada angka 3,47 dari skala 1 hingga 4. Hal itu menunjukkan indeks literasi digital kita masih di bawah tingkatan baik,” katanya lewat diskusi virtual.
Dalam konteks inilah webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo RI ini menjadi agenda yang amat strategis dan krusial, dalam membekali seluruh masyarakat Indonesia beraktifitas di ranah digital.
Pada sesi pertama, Cecep Nurul Alam menyampaikan materi tentang memahami fitur keamanan di berbagai aplikasi media sosial. Media digital memang mempunyai dampak positif dan negatifnya tersendiri. Dalam bermedia sosia kita harus menggunakan prinsip THINK, atau is it true, is it helpful, is it illegal, is it necessary, and is it kind?
“Gunakanlah media sosial sesuai dengan minat, lalu batasi penggunaanya dengan jadwal dan durasi tertentu. Gunakan waktu tunggu atau antar atau selang untuk melihat homepage (berita). Kemudian hindari mempercayai berita hoax, cek kembali fakta dari berita tersebut, siapa yang menulis, dan jangan mudah terprovokasi,” katanya.
Pembicara kedua, Meida Rachamawati, membicarakan tentang pentingnya media sosial dalam penyebaran informasi bagi masyarakat luas. Media sosial diperuntukkan sebagai wadah bagi para penggunanya agar dapat berpartisipasi, berbagi, dan bertukar informasi dan ide di komunitas dan jejaring virtual. Semuanya kembali pada kecerdasan individu dalam menggunakan media sosial. Media sosial memiliki threats and opportunities. Threats misalnya terjerumus informasi palsu, atau terpapar ideologi luar yang menyebabkan menurunnya sifat cinta tanah air.
“Opportunities di antaranya yaitu luasnya cakupan informasi media sosial, dapat memperoleh pembelajaran cinta tanah air, dan sebagai wadah berkarya, berbisnis dan mendapatkan penghasilan,” kata Meida.
Tampil sebagai pembicara ketiga, Hasra, menyampaikan materi tentang bagaimana generasi sekarang mampu cerdas dalam menyikapi berita hoaks di media sosial. Era arus dan gelombang informasi yaitu didukung oleh kemajuan teknologi menciptakan limpahan arus informasi. Ada beberapa ciri hoaks seperti cenderung memiliki judul yang kontroversial, faktanya tidak jelas, foto yang tidak sesuai dengan isi berita, dan akun penyebar berita hoaks tersebut baru dibuat.
“Orang-orang yang menyebarkan hoaks memiliki motifnya tersendiri, seperti ekonomi, ideologis, politis, dan untuk kesenangan diri. Istilah yang semakna dengan hoaks dalam jurnalistik adalah libel yang berarti berita bohong atau tidak benar. Hoaks dilakukan dengan niat tidak jelas atau bahkan buruk, dan bertujuan membuat opini sesat di publik,” kata Hasra.
Pembicara keempat, Rahmi Febriana, menyampaikan tentang penyebab terjadinya hoaks. Hoaks bisa dibuat dengan sengaja, tujuan awalnya hanya sekedar iseng atau lelucon, serta banyak orang yang merasa hebat kalau menjadi yang pertama dalam menyebarkan tanpa memikirkan benar atau tidaknya.
“Langkah yang dapat dilakukan untuk memerangi hoaks, kita bisa melapor ke kelompok anti-hoaks, melapor ke Kementerian Kominfo, dan berkomunikasi dengan tim cyber crime kepolisian. Dampak yang terlihat dari penyebaran hoaks di antaranya dapat memicu perpecahan dan menurunkan reputasi korban, dan menguntungkan pihak tertentu. Cara menghindari berita hoaks yang paling utama adalah harus bersikap skeptis, belajar menilai kabar, periksa waktu penerbitan informasi, bertanya kepada ahli, dan lawan dengan humor.”
Fikri Haikal sebagai key opinion leader dalam webinar kali ini menuturkan, masyarakat memang harus memilih media sosial mana yang paling cocok dengan kepribadian, dan sesuai target konten yang dibuat. Fikri membuat konten mengenai kejujuran yang dikemas dengan komedi. Dalam membuat karya atau konten perlu bagi kita untuk ikut berproses seperti dalam membuat ide, membuat naskah atau persiapannya.
“Karena, hal itu merupakan kebebasan berekspresi sesuai dengan bakat diri kita sendiri dan tidak mengikuti arus yang ada,” ujarnya.
Para peserta mengikuti dengan antusias seluruh materi yang disampaikan dalam webinar ini, terlihat dari banyaknya tanggapan dan pertanyaan yang diajukan kepada para narasumber. Salah satunya Amnisyar yang mengajukan pertanyaan kepada Rahmi Febriana, bagaimana cara membedakan sebuah informasi hoaks atau tidak?
Narasumber menjawab cara membedakan berita hoaks dan berita fakta bisa dengan melihat sumber atau media yang menyebarkan, biasanya berita hoaks cenderung tidak jelas dan judul berita tersebut provokatif. “Kemudian, kita bisa melihat foto atau video yang ditampilkan, kemudian cek nama penulisnya,” kata Rahmi.
Webinar ini merupakan satu dari rangkaian sepuluh kali webinar yang diselenggarakan di Kabupaten Bener Meriah. Masyarakat diharapkan dapat hadir pada webinar-webinar yang akan datang. Webinar berikutnya akan diselenggarakan pada tanggal 16 Juni 2021.
Kegiatan massif yang diinisiasi dan diselenggarakan oleh Direktorat Pemberdayaan informatika Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo RI ini bertujuan mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif sehingga dapat meningkatkan kemampuan kognitif-nya untuk mengidentifikasi hoax serta mencegah terpapar berbagai dampak negatif penggunaan internet.
Kegiatan yang secara nasional telah dibuka oleh Presiden Jokowi ini dilaksanakan secara simultan di semua daerah dengan target 10 juta partisipan mengikuti webinar dan tersentuh oleh literasi digital.[]