SEJUMLAH wanita muda terlihat sibuk dengan aktivitas masing-masing. Mereka berseragam.
Ada yang memegang buku, sapu hingga bercanda dengan sesama di bawa pohon rindang dekat ruang belajar.
Beberapa di antara mereka tampak tertegun saat melihat atjehwatch.com bertandang ke sana awal Mei 2021 lalu.
“Ruang gurunya di sebelah sana,” ujar seorang santriwati.
Ia memakai jilbab putih panjang. Dua temannya juga mengenakan pakaian yang sama.
Wanita muda itu menunjuk ke arah sisi kiri.
Ia sempat terdiam beberapa saat. Kemudian kembali tersenyum usai atjehwatch.com berlalu.
Di sana ada beberapa bangunan berlantai dua. Bangunan tersebut berarsitektur modern dengan tatanan perkarangan yang memanjakan mata.
Pohon pohon yang menjulam tinggi menambah daya tarik tersendiri bagi pengunjung di sana. Suasana terasa asri.
Sejumlah bangunan lain mengapit bangunan tadi, seperti masjid, laboratorium, asrama hingga ruang pertemuan.
Aktivitas ini terekam di Dayah Ruhul Islam Anak Bangsa atau dikenal juga dengan sebutan RIAB di Aceh.
Dayah ini menjadi salah satu dayah favorit di Kota Banda Aceh dan Aceh Besar.
Banyak orangtua yang berharap anaknya bisa menjadi santri di RIAB Aceh. Namun karena seleksi yang ketat, membuat harapan sebahagian orangtua tadi pupus.
“Kalau saya memang dari awal ingin belajar di RIAB. Alhamdulillah bisa lolos dan mondok di sini,” kata Fitrah, salah seorang santriwati di sana.
Ya, Dayah Ruhul Islam Anak Bangsa didirikan oleh Yayasan Pengembangan Sumber Daya Manusia pada 1997.
Salah satu tokoh yang cukup berkiprah dalam pengembangan adalah mantan gubernur Aceh Syamsuddin Mahmud.
Usulannya ini didukung oleh sejumlah pakar pendidikan saat itu. Hal ini pula yang membuat pesantren ini berkembang dengan cepat.
Kurikulum agama yang dipadu dengan pola pendidikan modern serta fasilitas yang lengkap menjadikan para santri dayah ini cukup diperhitungkan di Aceh. Ditambah lagi system pemodokan serta pendampingan belajar yang ketat.
Beragam prestasi pun diukir oleh RIAB dalam waktu singkat. Mulai dari tahfidz hingga perlombaan umum lainnya.
Namun siapa sangka, dayah atau pesantren yang dikenal oleh berbagai kalangan saat ini, ternyata di awal-awal berdirikan pada 1 Juli 1997 ini, ternyata harus menempuh perjuangan yang berat.
Ya, selama tujuh tahun hingga 31 Juni 2004, proses belajar mengajar berlangsung di gedung pinjaman PGSD FKIP Universitas Syiah Kuala di Lampeneurut, Kota Banda Aceh.
Baru pada tahun ajaran 2004/2005, RIAB menggunakan kampus sendiri yang beralamat di Desa Gue Gajah, Kecamatan Darul Imarah, Kab Aceh Besar.
Menurut Direktur Dayah Ruhul Islam Anak Bangsa, Kusnadi MA, semua prestasi yang diukil oleh pihaknya saat ini tak terlepas dari kiprah semua pihak.
“Baik pemerintah, guru, orangtua santri hingga Yayasan dan masyarakat sekitar,” ujarnya.
Kini, setelah hampir 23 tahun, dayah ini telah menamatkan hampir 23 angkatan yang tersebar ke berbagai perguruan tinggi terkemuka di nasional, seperti UGM, IPB, ITS, STAN dan STPDN.
Tak sedikit juga santri yang melanjutkan pendidikan ke Mesir, Madinah, Tunisia, Maroko, Turki, Libya, Oman, Albania, Sudan, Malaysia, Brunei Darussalam, United Kingdom dan Australia.
“Saya berharap anak anak kami sekalian masih tetap bisa menjaga shalat lima waktu, menjaga ibadahnya, dan hal baik yang dikerjakan selama di RIAB masih tetap dilaksanakan di rumah. Semoga anak anak kami menjadi manusia sukses,” katanya. [Advertorial]
Tulisan ini merupakan kerjasama antara Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh dengan atjehwatch.com dalam rangka promosi wisata islami (dayah) di Aceh.