JANTHO – Mahkamah Syar’iyah (MS) Jantho mengeksekusi lahan seluas satu hektare serta bangunan di atasnya di Desa Atek Lam Ura, Kecamatan Simpang Tiga, Aceh Besar. Lahan kompleks Dayah Tgk Chik Cot Leupung itu kini resmi menjadi milik masyarakat enam desa.
Eksekusi lahan tersebut dipimpin Ketua MS Jantho Muhammad Redha Valevi serta dihadiri pihak terkait, Rabu (25/9/2024). Proses eksekusi mendapatkan pengawalan dari pihak kepolisian dan TNI.
“Hari ini kita melaksanakan eksekusi tersebut, sehingga terhitung sejak tanggal eksekusi lahan dayah tersebut sudah sah menjadi milik masyarakat enam desa di Kecamatan Simpang Tiga, Aceh Besar,” kata Redha dalam keterangannya.
Redha menyebutkan, eksekusi dilakukan berdasarkan permohonan Syahrul Rizal & Associates selaku kuasa masyarakat desa yakni Desa Ateuk Blang Asan, Ateuk Cut, Ateuk Lamphang, Ateuk Mon Panah, Ateuk Lampeuot. Proses eksekusi dilakukan usai Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan Desa Ateuk Lam Ura sebagai termohon.
Dia berharap masyarakat enam desa yaitu lima desa disebutkan di atas serta desa termohon agar menjaga lahan dan bangunan tersebut serta memfungsikannya dengan baik. Redha menyebutkan, gugatan itu bukan soal kalah dan menang di pengadilan.
“Tetapi mulai hari ini sah lahan ini menjadi milik masyarakat enam desa di bawah kemasjidan Ateuk ,” ujarnya
Kuasa Hukum Pemohon, Syahrul Rizal menyebutkan, tanah seluas satu hektar tersebut awalnya milik Masjid Al Munawwarah yang membawahi enam desa. Di atas tanah tumbuh pohon kelapa, serta terdapat sawah dan lainnya yang dimanfaatkan untuk kemakmuran masjid.
Di sana juga ada satu kuburan yang diyakini sebagai makam Teungku Cot Leupung juga terdapat di sana. Sekitar tahun 2000, Pengurus Mesjid Al Munawwarah bersama beberapa tokoh masyarakat bermaksud memanfaatkan tanah tersebut sebagai tempat pendidikan dan panti asuhan anak yatim.
“Maka berdirilah Yayasan Teungku Cot Leupung di sana. Pasca tsunami Aceh, yayasan berhasil memfasilitasi bantuan dari sebuah LSM untuk membantu enam bangunan permanen termasuk musala. LSM tersebut juga membantu penguatan kapasitas dan manajemen pengelolaan pendidikan dan panti asuhan,” jelas Syahrul.
“Karena keterbatasan santri, proses pendidikan dan panti asuhan belum dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Kondisi tersebut kemudian menyebabkan proses pendidikan dan kegiatan panti asuhan tertunda,” lanjutnya.
Pada 2008, dayah tersebut mulai dikuasai oleh salah seorang tergugat dengan membuka balai pengajian tanpa sepengetahuan pihak masjid dan pengurus yayasan. Termohon juga mendirikan sejumlah bangunan tambahan di tanah tersebut.
Selanjutnya pada tahun 2021, pihak masjid yang membawahi enam desa mendapat informasi tanah tersebut telah dibuat menjadi hak Desa Ateuk Lam Ura. Di sana dibuat sebuah lembaga pendidikan yang bertempat di tanah sengketa tersebut, lengkap akta notaris. Nama lembaga juga disebut hampir sama dengan nama yayasan sebelumnya yaitu Lembaga Pendidikan Islam Dayah Teungku Chik Cot Leupung.
“Warga kemudian menggugat kepemilikan tanah tersebut sejak tahun 2023 lalu ke MS Jantho. Jadi termohon eksekusi sudah menguasainya secara pribadi dengan membuat akta hibah dengan mengurus serangkaian surat menyurat yang seolah-olah itu milik pribadi. Masyarakat kemudian menggugat, saya dan kawan-kawan yang mendampingi,” ujarnya.