Oleh Mustafa Wali. Penulis adalah seorang petani di Aceh Timur dan alumni Magister Ekonomi di Surabaya.
Pelaksanaan debat kedua Cagub Cawagub Aceh yang disiarkan langsung oleh TVRI dan sejumlah televisi nasional, pada Jumat malam 1 November 2024 lalu, menjadi salah satu tayangan yang cukup menyita perhatian masyarakat di Aceh. Tak hanya ada ilmu, gagasan tapi juga ada humor dan lelucon.
Maaf jika saya katakan, bahwa debat Cagub Cawagub yang disiarkan langsung itu, cukup membuka mata masyarakat. Bahwa ada tiga pemimpin dan satu pelawak di sana.
Tiga sosok tampil cukup berkelas. Mereka adalah Bustami Hamzah dan Syeikh Fadhil Rahmi. Gagasan yang disampaikan oleh Paslon 01 ini cukup membuka argumentasi penonton terkait arah pemerintah Aceh yang ingin dijalankan kedepan.
Bustami yang ingin memotong birokrasi yang ribet serta mempermudah izin investasi guna mengguatkan ekonomi masyarakat perlu mendapat dukungan. Karena inilah yang kita rasakan saat bergelut dengan dunia usaha di Aceh.
Aceh sebenarnya memiliki sumber daya yang cukup berlimpah. Namun ada persoalan serius yang mengrogoti daerah ini. Hal paling serius adalah kepastian hukum dan jaminan keamanan.
Permintaan fee untuk selembar kertas dari tingkatan yang paling bawah hingga ke atas membuat sector swasta sulit tumbuh di Aceh. Maka kepastian hukum adalah hal yang paling penting untuk Aceh kedepan.
Sedangkan statemen Syeikh Fadhil soal penguatan SDM serta moderisasi pertanian guna menarik. Kebanyakan petani kita selama ini memang masih mengelola tanah dan sawahnya secara tradisional. Beberapa daerah malah menggunakan system sawah tadah hujan.
Belum lagi keadaan banjir yang sering menyapa daerah pedalaman Ketika musim hujan datang. Ini persoalan serius yang perlu segera dibenahi.
Selama ini kita juga sering melupakan bahwa SDM kita ‘hancur-hancuran’ pasca konflik yang panjang.
Jangankan untuk petani dan nelayan, para pemimpin ditingkat kabupaten kotapun, jika mau diakui, masih di bawah rata-rata. Ini menjadi kendala paling krusial dalam membangun daerah.
Permintaan fee untuk setiap aktivitas pembangunan membuat semangat penguatan ekonomi masyarakat terganggu. Padahal tujuan pembangunan adalah untuk rakyat Aceh itu sendiri.
Maka, reformasi SDM di seluruh tingkatan di Aceh mesti segera dilakukan agar Aceh tak tertinggal jauh dari daerah lain. Jika pemimpin yang terpilih berkualitas, para kepala SKPA dan SKPD yang dipilih juga berkualitas. Dengan ini kesempatan pembangunan bisa dinikmati oleh masyarakat. Hal ini juga mendorong masyarakat untuk berkembang dan belajar tanpa harus bergantung hidupnya dari pemerintah.
Sedangkan yang terjadi saat ini, mayoritas sector swasta hanya saat ini berburu fee dari proyek pemerintah tanpa memperhatikan penting tidaknya proyek tersebut bagi masyarakat.
Maka secara ide dan gagasan, Paslon 01 memang menyampaikan solusi untuk persoalan Aceh hari ini.
Demikian juga dengan Cawagub Paslon 02 Fadhlullah. Gagasannya tentang investasi dan ambulance laut perlu diapresiasi sehingga memudahkan pelayanan kesehatan masyarakat di kepulauan yang memerlukan penanganan urgens atu rujukan tiba-tiba.
Ada kesenjangan saat ini, antara fasilitas rumah sakit di kepulauan dengan daratan.
Samentara warga yang sakit ada kalanya perlu penanganan segera yang tak harus menunggu siklus keberangkatan kapal fery.
Sementara terkait sosok Cagub Muzakir Manaf, ada banyak persoalan serius yang harus segera dibenahi. Terutama dari cara penyampaian dan komunikasi.
Publik, termasuk penulis, masih bingung dengan jalan pikir Cagub Mualim Muzakir Manaf. Dari dua debat yang sudah berjalan, penulis hanya mampu menangkap humor dan candaan dari setiap penyampaian beliau.
Tidak ada gagasan dan konsep pembangunan yang tersampaikan. Yang ada hanya lelucon dan candaan. Mungkin lebih tepatnya pola komunikasi yang masih sangat di bawah rata-rata.
Walaupun demikian, salah satu yang harus diapresiasi adalah Cagub Mualim masih terlihat sangat pede dengan segala kekurangannya tersebut. Meski jika menang, kekurangan tersebut perlu segera diperbaiki.
Namun dalam kondisi hari ini, penulis hanya melihat ada tiga pemimpin di debat. Sementara satu lainnya bertindak seperti pelawak. []