Banda Aceh—Belum optimalnya perlindungan dan pemenuhan hak-hak kelompok rentan di Aceh masih menjadi existing issue yang perlu untuk terus diadvokasikan. Selama ini, ruang yang menjembatani aspirasi kelompok rentan kepada negara dinilai masih sempit dan terbatas sehingga aspirasi kebutuhan kelompok rentan belum tersalurkan dengan baik.
Di satu sisi, komunikasi strategis sebagai pendekatan dalam penyaluran aspirasi masih belum optimal. Kemampuan melakukan kampanye yang inklusif dan advokasi kebijakan yang berdampak menjadi pilar yang sangat penting untuk memastikan isu-isu kelompok rentan didengar, dipertimbangkan, dan diintegrasikan dalam pembangunan daerah.
Atas kebutuhan tersebut, SETARA Institute bekerja sama dengan Koalisi ASPIRASI Aceh menyelenggarakan workshop “Komunikasi Strategis untuk Peningkatan Partisipasi Kelompok Rentan dalam Demokrasi” pada Sabtu—Minggu, 16—17 November 2024.
Kegiatan ini diikuti 30 peserta yang berasal dari sejumlah organisasi masyarakat sipil yang berfokus pada isu-isu kelompok rentan seperti perempuan, disabilitas, hingga kelompok minoritas lainnya.
Rizkika Lhena Darwin mewakili Koalisi Aspirasi Aceh mengatakan, workshop ini digelar untuk membekali para peserta dengan keterampilan praktis dalam membuat konten kampanye digital. Selain itu, peserta juga diajarkan cara menyusun kertas kebijakan sebagai bahan advokasi di ruang-ruang publik dan/atau advokasi kebijakan yang menyasar pada pemerintah.
“Workshop ini juga dimaksudkan sebagai forum konsolidasi sebelum pelaksanaan duek pike untuk menguatkan suara kelompok rentan di Aceh pada 21 November nanti. Duek pike ini menjadi penting untuk mempertemukan para calon kepala daerah dengan publik, khususnya perwakilan kelompok rentan,” kata Rizkika, Minggu (17/11/2024).
Tidak hanya forum yang inklusif karena keteribatan aktif kelompok disabilitas dalam setiap sesi, workshop tersebut juga menjadi ruang yang produktif dengan dihasilkannya empat konten kampanye dan draf rumusan kertas kebijakan tentang usulan langkah-langkah dalam memperkuat komitmen pemenuhan dan perlindungan hak-hak kelompok rentan.
Keempat rumusan tersebut, yaitu: pemerintah perlu memastikan tersedianya akses dan prasarana yang inklusif bagi penyandang disabilitas dalam momen Pilkada 2024; pemerintah dapat memberikan ruang dan kesempatan kepada perempuan untuk mengambil peran di masyarakat mulai dari tingkat gampong hingga provinsi; pemerintah berkomitmen untuk akselerasi pengesahan Qanun Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, seperti pendidikan inklusi, penyediaan prasarana dan sarana di tempat umum yang aksesible termasuk menyediakan pelatihan dalam mempersiapkan perencanaan karir penyandang disabilitas; dan pemerintah memastikan keterlibatan langsung kelompok rentan dalam proses pembangunan atau penyusunan regulasi di daerah.
“Rekomendasi-rekomendasi yang diusulkan oleh peserta workshop dalam rancangan kertas kebijakan tersebut juga dimaksudkan sebagai bahan untuk disampaikan secara langsung kepada para calon gubernur Aceh saat pelaksanaan duek pike,” kata Rizkika.
Dengan demikian, isu-isu tentang kelompok rentan tidak hanya diperbincangkan dalam ruang publik, tetapi juga menjadi isu yang didengar dan dipertimbangkan oleh para calon gubernur sebagai isu yang akan diintegrasikan dalam program perencanaan daerah ketika calon gubernur terpilih nantinya.[]