Oleh Hafizhuddin Islamy. Penulis adalah Pelajar Aceh di Istanbul, Turki.
Nabi Ibrahim adalah seorang Rasul yang diberi gelar oleh Allah dengan gelar Khalilullah yang berarti seorang hamba yang dekat dengan Allah. Gelar tersebut Allah berikan kepada Nabi Ibrahim yang berhasil melalui begitu banyak ujian, rintangan dan cobaan di dalam menjalankan kehidupannya. Perjalanan Nabi Ibrahim adalah simbol perjuangan, kesabaran serta keyakinan kokoh akan pertolongan Allah kepada hamba-Nya.
Dalam perjalanan hidupnya Nabi Ibrahim mengalami banyak hal berat ketika hendak menyampaikan risalah kenabiannya. Ujian-ujian tersebut silih berganti berdatangan kepadanya mulai dari mendapat penentangan dari ayahnya sendiri, diusir dari kampung tempat tinggalnya hingga dijerumuskannya beliau kedalam api oleh seorang raja yang zalim bernama Namrud.
Dari sini terlihat bahwa ketika melakukan sebuah hal yang benar. Kebenaran itu tidak serta merta dengan mudah bisa diterima oleh orang-orang di sekitar kita. Seorang pendosa yang ingin berhijrah menjadi hamba yang baik akan menjumpai tantangan-tantangan yang bisa saja menghalanginya untuk hijrah. Tantangan-tantangan itu bisa berupa celaan ataupun hinaaan dari orang-orang sekitar yang masih belum memahami tujuan sebenarnya dari sebuah kehidupan.
Inilah pesan pertama yang terdapat dalam perjalanan spiritual Nabi Ibrahim. Dari beliau kita belajar bahwa tidak mudah untuk menjadi baik dan istiqamah dalam kebenaran. Ujian-ujian akan senantiasa datang menghampiri untuk menguji seberapa kuat kita bersabar dalam menghadapi ujian tersebut.
Perlu diketahui bahwa ujian-ujian yang menimpa Nabi Ibrahim tidak membuat beliau putus asa dan menyerah. Beliau terus bersabar dan terus mendekatkan dirinya kepada Allah seraya yakin bahwa Allah yang akan memberikan jalan keluar dan pertolongan kepadanya serta memberikan apa yang selama ini ia inginkan.
Maka perhatikanlah! Ketika seorang hamba bersabar terhadap ujian yang menimpanya, ia tidak berputus asa, mengeluh apalagi menyerah. Dengan penuh keyakinan kepada Allah ia berserah diri dan terus memperbaiki hubungannya dengan Allah, ia terus mendekatkan dirinya kepada Allah. Maka Allah berikan kepada Nabi Ibrahim apa yang selama ini belum ia dapatkan yaitu lahirnya seorang anak laki-laki saleh bernama Ismail yang kelak juga akan menjadi Nabi melanjutkan perjuangannya.
Lahirnya Ismail adalah buah dari kesabaran akan penantian panjang seorang Nabi Ibrahim yang memohon kepada Allah agar dikaruniai anak yang saleh. Puluhan tahun Nabi Ibrahim bersabar, hingga akhirnya melalui istri keduanya Sayidah Hajar lahirlah seorang anak laki-laki bernama Ismail yang kelak dari anak keturunannya akan lahir Nabi Muhammad Saw.
Setelah Ismail lahir, ujian kepada Nabi Ibrahim belum selesai. Baru beberapa hari setelah Ismail lahir, Allah perintahkan kepada Nabi Ibrahim untuk membawa anaknya Ismail bersama dengan istrinya Sayidah Hajar ke sebuah padang tandus yang terletak di daerah Hijaz kota Mekkah Al Mukaramah tepatnya diantara bukit Safa dan Marwah. Sebuah tempat yang pada saat itu tidak ada kehidupan, tidak ada sumber air dan tanaman serta juga tidak ada sumber makanan. Hal ini terjadi tidak lepas karena istri pertama Nabi Ibrahim yaitu Sayidah Sarah termakan cemburu melihat kebahagiaan Nabi Ibrahim bersama putranya Ismail sehingga membuat beliau harus mengasingkan anak dan istrinya itu ke kota Mekah.
Satu hal yang menarik dari hal ini adalah baik Nabi Ibrahim maupun Sayidah Hajar sama sekali tidak mengeluh ataupun mengajukan protes kepada Allah terhadap apa yang diperintahkan kepada mereka. Ketika perintah itu datang kepada Nabi Ibrahim, beliau berkata “Ya Allah, sekarang Engkau perintahkan kepadaku untuk meninggalkan anak dan istriku di tempat tandus yang bahkan tumbuhan pun tidak tumbuh disana. Tapi karena keyakinanku kepada-Mu, maka akan aku kerjakan perintah ini untuk mendapatkan ridha-Mu”.
Sayidah Hajar istri Nabi Ibrahim pun sepanjang perjalanan dari Palestina menuju Mekkah sekalipun tidak pernah bertanya kemanakah suamiku akan membawaku dan putraku. Hingga tibalah di tempat yang telah ditentukan, kemudian diletakkanlah Hajar bersama putranya Ismail yang masih kecil itu di tempat tersebut dan Nabi Ibrahim pun berbalik hendak kembali ke Palestina. Ketika Nabi Ibrahim berbalik hendak meninggalkan Sayidah Hajar bersama Ismail, Sayidah Hajar yang tidak pernah bertanya pun akhirnya bertanya satu hal kepada Nabi Ibrahim “Apakah Allah yang memerintahkanmu melakukan ini?” tanya Sayidah Hajar. Kemudian Nabi Ibrahim menjawab “Iya, ini adalah perintah Allah”. Setelah mendengar jawaban dari suaminya, Sayidah Hajar pun dengan penuh keyakinan dan kesungguhan berucap “Sepanjang ini perintah Allah, aku yakin Allah tidak akan meninggalkan kita”.
Baik Nabi Ibrahim maupun istrinya Sayidah Hajar sama sama menunjukkan sikap tawakalnya kepada Allah. Ketika mereka berdua telah bertawakal dan berserah diri kepada Allah dengan penuh keyakinan, maka Allah yang akan menjaga mereka serta memcukupkan apapun keperluan mereka selama berpisah. Setelah kejadian tersebut maka pulanglah Nabi Ibrahim ke Palestina untuk melanjutkan tugasnya sebagai seorang Rasul. Ismail pun tinggal dan dibesarkan oleh ibundanya selama tinggal di Mekkah.
Singkat cerita, ketika usia Ismail sudah beranjak 7 tahun menurut salah satu pendapat. Nabi Ibrahim pun datang kembali ke Mekkah untuk menjenguk putra dan istrinya. Sesampainya di Mekkah, setelah Sayidah Hajar memberitahukan kabar kedatangan Nabi Ibrahim kepada Ismail; Ismail pun datang dan memeluk ayahnya melepas rindu karena sudah bertahun tahun tidak pernah melihat ayahnya. Ismail kecil tumbuh dibawah didikan seorang ibu yang hebat yaitu Sayidah Hajar. Sangking luar biasanya pendidikan yang diberikan Sayidah Hajar kepada Ismail, tidak sekalipun Ismail marah kepada ayahnya yang telah lama meninggalkan mereka. Sayidah Hajar berhasil menanamkan pendidikan akhlak yang amat kuat kepada Ismail kecil dan mengajarkan kepada seluruh ibu di dunia bahwa pendidikan utama seorang anak itu sangat bergantung pada seorang ibu.
Sampai tiba di puncaknya, Nabi Ibrahim kembali mendapat ujian melalui perintah untuk menyembelih anaknya Ismail. Nabi Ibrahim yakin bahwa perintah untuk menyembelih Ismail adalah perintah Allah setelah beliau bermimpi tiga malam berturut-turut mulai dari malam ke 8, 9 dan 10 Zulhijjah. Bayangkan, seorang ayah yang telah lama menunggu kehadiran seorang putra yang saleh kemudian stelah putra itu lahir ia diharuskan berpisah dengan putranya dalam tempo waktu yang lama. Setelah bertahun tahun tidak bertemu dengan putranya, sekalinya bertemu ia kembali mendapat perintah untuk menyembelih putranya tersebut.
Namun apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim? Beliau tetap patuh dan mentaati perintah Allah untuk menyembelih anaknya tersebut. Maka di pagi hari tanggal 10 Zulhijjah di bawalah Ismail kecil oleh Nabi Ibrahim ke sebuah tempat untuk dilaksanakannya penyembelihan. Dalam perjalanan, Nabi Ibrahim berkata kepada anaknya Ismail “Nak, semalam ayah bermimpi nyembelih kamu”. Mendengar pernyataan ayahnya tersebut, apa jawaban Ismail? Ismail kecil menjawab “Wahai ayahku, kerjakan itu sekarang dan jangan engkau menundanya. Pasti engkau akan mendapati aku insyaallah termasuk orang yang sabar”.
Sebuah jawaban diluar nalar diberikan oleh Ismail kepada ayahnya yang bermimpi akan menyembelihnya. Tanpa ragu Ismail berkata “Wahai ayahku, engkau itu adalah seorang Nabi. Mimpimu itu pasti wahyu dari Allah, maka segeralah lakukan perintah Allah itu dan aku insyaallah akan menjadi orang yang sabar”.
Terlihat dari kisah ini, ketika memutuskan untuk menyembelih anaknya, Nabi Ibrahim tidak langsung mengambil sikap dengan memutuskan hal itu secara sepihak. Akan tetapi beliau ajak anaknya Ismail untuk bermusyawarah melalui pernyataan bahwa Ismail akan disembelih dan kemudian Nabi Ibrahim bertanya kepada Ismail “Bagaimana menurutmu?”. Hal ini menggambarkan bahwa komunikasi juga merupakan satu hal penting dalam hidup yang harus diterapkan guna mencari jalan keluar terbaik atas setiap persoalan.
Bersedianya Ismail untuk disembelih oleh ayahnya menunjukkan bahwa Ismail adalah seorang anak yang sangat penurut. Ia mematuhi keinginan ayahnya, ia korbankan nyawanya agar ayahnya dapat menunaikan perintah dari Allah SWT. Ismail bisa menjadi seorang pribadi yang sangat patuh terhadap orang tua, selain karena bimbingan ibundanya; juga karena rasa cinta, perhatian dan kasih sayang yang Nabi Ibrahim tunjukkan kepadanya. Nabi Ibrahim adalah seorang Nabi sekaligus Rasul yang memikul beban dan tanggung jawab untuk mengajak orang-orang ke jalan yang benar. Tapi ditengah tengah kesibukannya itu, Nabi Ibrahim masih sempat menjenguk keluarganya di Mekkah dengan berkali-kali berjalan kaki dari Palestina. Perjuangan Nabi Ibrahim sebagai seorang ayah yang luar biasa inilah yang membuat sebagian sejarawan mengartikan nama Ibrahim berarti bapak yang penuh kasih sayang.
Ketika kita meneliti lebih lanjut di dalam Al Qur’an, semua kisah di dalam Al Qur’an menceritakan tentang kedekatan seorang anak dengan ayahnya. Tidak ada ayat yang menceritakan tentang kedekatan ibu dengan anaknya. Sebagai contoh kedekatan Lukmanul Hakim dengan anaknya dan juga kedekatan Nabi Ibrahim dengan putranya Ismail. Mengapa demikian? Hikmahnya adalah bahwa seorang anak yang dekat dengan ibunya itu merupakan hal yang biasa, namun Allah ingin memperlihatkan sisi luar biasanya yaitu jika seorang anak bisa dekat dengan ayahnya.
Singkatnya, hasil dari kesabaran Ismail yang bersedia untuk disembelih pun pada puncaknya Allah ganti Ismail dengan satu sembelihan agung, seekor kibas dari surga dan proses penyembelihan itulah yang hari ini kita kenal dengan nama kurban yang berarti puncak kedekatan seorang hamba dengan Allah SWT.
Dari kisah perjalanan Nabi Ibrahim, Ismail dan Sayidah Hajar kita belajar bahwa kunci untuk mencapai kebahagiaan di dalam kehidupan ini adalah selalu mendekatkan diri kepada Allah, bertawakal serta yakin kepada-Nya terhadap apa yang telah Ia tetapkan.
Tidak hanya Nabi Ibrahim, Ismail dan Sayidah Hajar. Akan tetapi masih ada satu perempuan lagi bersama Sayidah Sarah yang merupakan istri pertama Nabi Ibrahim. Sayidah Sarah yang waktu itu sadar belum bisa memberikan keturunan kepada Nabi Ibrahim dengan ikhlas dan penuh kesabaran menyarankan agar Nabi Ibrahim menikahi Sayidah Hajar. Hingga dari hasil pernikahan Nabi Ibrahim dengan Sayidah Hajar tersebut maka lahirlah Nabi Ismail. Buah hasil dari kesabaran Sayidah Sarah juga Allah balas dimana 13 tahun setelah Ismail lahir akhirnya Sayidah Sarah pun ikut hamil dan melahirkan seorang anak bernama Ishak yang nanti dari keturunannya lahir Nabi Ya’kup, Yusuf dan nabi-nabi lainnya.
Kisah perjalanan Nabi Ibrahim dan keluarganya menyimpan banyak sekali hikmah di dalamnya yang sangat bagus jika kita pelajari dan kita terapkan di dalam kehidupan kita nilai-nilai yang terkandung dalam kisah tersebut. Beberapa hal yang dibahas di dalam tulisan ini hanyalah sebagian kecil hikmah ataupun pelajaran yang terdapat di dalam kisah perjalanan spiritual Nabi Ibrahim. Masih banyak hal lain yang bisa dikaji dan digali lebih jauh perihal hikmah peribadatan kurban yang Allah syariatkan kepada kita hingga hari ini.
Setelah memahami begitu banyak ujian dan cobaan yang dihadapi oleh Nabi Ibrahim serta keluarganya, akhirnya kita mengerti mengapa Allah begitu mencintai dan memuliakan Nabi Ibrahim. Beliau digelari Khalilullah dan dijuluki Abul Ambiya yang berarti bapaknya para Nabi. Dari kedua istrinya Nabi Ibrahim baik Sayidah Sarah maupun Sayidah Hajar lahir para Rasul yang terus menerus menyampaikan risalah kenabiannya, mengajak ummat manusia untuk mengenal dan mengesakan Allah SWT.
Tidak hanya itu, bahkan nama Nabi Ibrahim serta keluarganya masih abadi hingga hari ini dalam shalawat yang kita baca setiap shalat. Tepat setelah bacaan shalawat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya dalam tasyahud, dilanjutkan dengan selawat kepada Nabi Ibrahim serta keluarganya pula. Bahkan kisah kisah tentang Nabi Ibrahim akan terus abadi di dalam Al Qur’an sebagai pembelajaran bagi kita ummat setelahnya. Semoga kita semua menjadi orang-orang yang bisa mengambil contoh dari perjalanan hidup Nabi Ibrahim bersama keluarganya sehingga kita dapat meraih ridha, cinta dan kasih sayang dari Allah SWT.