BANDA ACEH – Ketua II DPP PNA, M. Rizal Falevi Kirani, mengatakan dirinya sudah memprediksi akan diberhentikan dari posisi Ketua DPP PNA. Tujuannya, untuk menghentikan pelaksanaan Kongres Luar Biasa (KLB) PNA yang akan berlangsung dari 14-15 di kampung Irwandi Yusuf.
“Kami sudah memprediksi, kalau kami akan diberhentikan dari posisi ketua DPP Partai Nanggroe Aceh. Itu disebabkan kondisi panik ini yang mereka alami. Bagi mereka, tidak ada lagi yang bisa dilakukan untuk menghentikan KLB yang segera akan berlangsung di kampung Irwandi,” ujar Falevi.
“Kami meyakini, kalau mereka tahu juga, bahwa Kongres yang akan dilakukan DPP PNA,14-15 September, sudah sesuai dengan aturan yang berlaku di partai kita dan mereka tahu juga kalau kami sangat memahami anggaran dasar dan anggaran rumah tangga karena kami terlibat sejak mendesain partai ini. Namun, mereka kelihatan menutup mata dan tidak peduli lagi. Yang penting ada sesuatu yang dilakukan untuk menyatakan keberadaannya,” kata Falevi lagi.
Sementara itu, Ketua I DPP PNA, Tarmizi atau akrab disapa Waktar, menambahkan bahwa beberapa tindakan yang dilakukan sebelumnya, terlihat jelas Irwandi Cs gagal paham terhadap aturan yang mengikat semua kader dan anggota partai.
“Seperti misalnya pemberhentian ketua harian dan Sekjend itu sudah jelas diatur dalam pasal 21 anggaran dasar dan diperjelas dalam pasal 11 anggaran rumah tangga secara eksplisit, jadi tidak perlu ada penafsiran lagi,” kata Waktar.
Hal yang kedua yang dilakukan, katanya, adalah mengeluarkan surat-surat yang tidak merujuk ketentuan yang berlaku dalam peraturan partai.
“Tidak sesuai format resmi yang berlaku di partai. Ini jelas merusak administrasi partai yang sudah tertata rapi selama ini,” ujarnya.
Selain itu, kata Waktar, penunjukan Plt ketua umum dan Sekjend, juga mempunyai dasar yang kuat sesuai ketentuan partai yang disebut dalam pasal 56 anggaran dasar yang menjelaskan kewenangan Majelis Tinggi Partai (MTP).
“Harusnya sebagai mantan gubernur dua kali, pahamlah struktur hukum yang berlaku. Apalagi ada penasehat hukum sekaliber Sayuti di sampingnya. Ini memperlihatkan tidak berkualitasnya mereka dalam memahami hukum. Kalau begini kualitasnya pantas beliau tersandung hukum, karena bekerja berdasarkan nasehat orang-orang bodoh,” kata Waktar.
“Kami menyadari pentingnya penyelamatan partai dan nasib 28 ribu kader PNA yang menggantungkan harapannya pada partai ini. Mereka tahu juga bahwa Pak Irwandi tidak mungkin bisa lagi memimpin PNA karena kasus korupsinya. Tapi beliau ingin prosesi penggantian dirinya tidak melibatkan beberepa kader yang menolak partai ini menjadi partai keluarga. Untuk itu Tiyong, Miswar dan beberapa yang lain harus segeras disingkirkan terlebih dahulu sebelum dilaksanakan suksesi itu. Itu juga berlaku terhadap beberapa DPW yang juga tidak sepakat dengan privatisasi partai ini. Mereka juga akan dipecat untuk memuluskan konspirasi ini (Families Conspiration). Sebagai bentuk tanggung jawab kami yang terlibat mendirikan partai ini, kami harus membawa semua ini dalam kongres luar biasa. Karena forum inilah yang mempunyai kekuasaan tertinggi untuk memastikan partai masih milik bersama bukan milik satu kelompok,” ujarnya lagi. []