BLANG Bintang terasa dingin. Hujan lebat baru saja selesai mengguyur daerah itu pada sore tadi. Beberapa pria terlihat berwajah kusut. Mereka mondar-mandir di dekat ruang kargo. Seorang di antaranya duduk dengan menopang dagu.
“Lapar. Gohlom pajoh bu,” ujar dia mencoba tersenyum.
Ia memakai baju kaos biasa. Dinginnya malam tak membuatnya menggigil. Ia mengaku sudah terbiasa.
“Watee geujak u laot, Bang Fadli sehat-sehat mantong. Hana riwayat saket jantong,” kata pria itu tiba-tiba. Ia mengaku terkejut saat mendengar berita saudaranya itu meninggal karena sakit jantung di RS Myanmar.
Zulfadli ditahan karena menangkap ikan di perairan Myanmar lebih kurang 8 bulan lalu. Ia melaut bersama 22 nelayan lainnya.
Sebanyak 22 nelayan dilepas usai diberi amnesti oleh penguasa Myanmar. Sedangkan Zulfadli selaku pawang boat ditahan di penjara Kawthoung, Myanmar. Namun pada 29 September lalu, sosok itu tiba-tiba dilarikan ke rumah sakit dan kemudian meninggal. Hasil otopsi menyatakan pawang boat itu meninggal karena sakit jantung.
“Kasihan keluarganya bang,” ujarnya lagi.
Sekitar pukul 20.45 WIB, beberapa pria berkemeja kembali merapat di depan ruang kargo. Seorang pria muda memimpin rombongan. Kedatangan mereka menarik minat para wartawan. Cahaya lensa kamera kelap kelip dari berbagai sudut.
Ia adalah Iskandar Usman Al-Farlaky, anggota DPR Aceh asal daerah pemilihan Aceh Timur. Matanya terlihat menyorot seisi halaman. Pandangannya kemudian terpaku pada sesosok pria bertubuh subur di sisi kiri. Ia kemudian bergegas ke arah pria tadi.
“Saya Iskandar pak. Yang sering berkomunikasi dengan bapak terkait almarhum Zulfadli,” ujarnya. Sedangkan pria bertubuh subur tadi, belakangan diketahui bernama Cahya Pamengku Aji, perwakilan KBRI di Bangkok yang ditugaskan mengantar jenazah Zulfadli ke Aceh.
“Benar Zulfadli meninggal karena sakit jantung?” tanya Iskandar tiba-tiba.
Cahya tak merespon. Pria itu terdiam.
“Benar pak?” ulang politisi muda Partai Aceh itu lagi.
“Ada hasil otopsinya,” jawab Cahya kemudian.
Pembicaraan kemudian terputus. Kepala Dinas Sosial Al Hudri, meminta petugas mengeluarkan peti jenazah Zulfadli. Suasana hening. Pria muda yang menopang dagu tadi terlihat menintihkan air mata.
Al Hudri dan Cahya kemudian menandatangani surat serah terima jenazah. Sedangkan Iskandar turut menandatangani surat tadi sebagai saksi. Ada juga Kepala Dinas Perikanan Aceh, Ilyas, serta perwakilan dari kementerian perikanan, di sana.
Al Hudri mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada KBRI yang sudah mengantar jenazah Zulfadli hingga ke Aceh. Ia juga meminta maaf jika selama pemulangan jenazah ini sempat berkomunikasi dengan nada tinggi. Ini karena Zulfadli diketahui meninggal pada 29 September lalu, artinya proses pemulangan jenazah berlangsung hampir 10 hari.
Perjalanan dari Kawthoung melalui darat ke ibukota memakan waktu hampir 30 jam lamanya. Kemudian diterbangkan ke Jakarta dan tiba di Aceh.
“Pak Plt sendiri menyuruh saya untuk mengawal proses ini hingga selesai. KBRI sempat meminta Zulfadli dimakamkan di sana (Myanmar-red), tapi kita bersikeras minta dipulangkan ke Aceh,” ujar Al Hudri.
“Kasihan keluarga di sini kalau itu terjadi. Dia ada saudara dan keluarga kan,” kata Al Hudri lagi.
Al Hudri sendiri tak menjawab saat ditanyai wartawan soal pengakuan keluarga bahwa almarhum Zulfadli sebelumnya tak memiliki riwayat sakit jantung.
“Itu otoritas di sana (Myanmar). Kita hanya melihat dari hasil otopsi ini,” kata Al Hudri sambil memperlihatkan berkas yang berisi surat surat.
Sementara Iskandar Usman, kepada awak media, berharap agar kasus seperti yang dialami oleh almarhum Zulfadli merupakan yang pertama dan yang terakhir. Di Myanmar, kata Iskandar, masih ada satu orang lain nelayan Aceh yang masih ditahan. Sosok itu bernama Jamaluddin.
Iskandar berharap Jamaluddin tak mengalami nasib yang sama seperti almarhum Zulfadli.
“Kita memohon pada pemerintah Indonesia, khususnya KBRI, untuk mengupayakan agar otoritas Myanmar memberi pengampunan bagi Jamaluddin. Setidaknya pengurangan masa tahanan. Besok kami akan duduk rapat terkait hal ini,” kata Iskandar.
Usai prosesi serah terima, jenazah Zulfadli kemudian ke mobil ambulance serta didampingi petugas dari Dinas Sosial Aceh, untuk diantar ke rumah duka di Idi, Aceh Timur.
“Isya Allah besok pagi sudah tiba di rumah duka,” kata Iskandar Usman.
Zulfadli, pawang Kapal Motor (KM) Troya asal Aceh Timur. KM Troya ditangkap oleh kapal angkatan laut Myanmar di Kotapraja Kawthoung, Wilayah Tanintharyi 6 Februari 2018 lalu. Namun kini Zulfadli sudah kembali walau tanpa nyawa. []