LHOKSEUMAWE – Wali Nanggroe Paduka Yang Mulia Tgk. Malik Mahmud Al Haytar mengingatkan agar hasil yang terkandung di perut bumi harus diperjuangkan peruntukkannya bagi kemakmuran Bangsa Aceh.
Hal itu disampaikan oleh Wali Nanggroe di hadapan civitas akademik dan ratusan Wisudawan Universitas Malikussaleh (Unimal) Lhokseumawe, Kamis 21 November 2019. Wali Nanggroe hadir ke Lhokseumawe atas undangan khusus dalam rangka Wisuda Angkatan XXIII Universitas Malikussaleh.
“Lihatlah sekeliling kita betapa besarnya sumber daya alam yang kita miliki yang menjadi incaran pihak lain dari masa ke masa. bumi dan air kita tidak boleh jatuh ke tangan orang,” kata Wali Nanggroe mengingatkan.
Kepada para wisudawan, Wali Nanggroe secara khusus mengingatkan, di era industri 4.0, tantangan yang dihadapi para generasi muda akan semakin berat. Karena itu, Wali Nanggroe berharap agar ilmu yang selama ini didapatkan dapat dimanfaatkan secara baik. “Kalian tidak boleh menjadi penonton dalam era industri 4.0 ini, tetapi harus menjadi pelaku. Maka berusahalah untuk merubah paradigma, berusaha dengan ilmu dan keterampilan yang dimiliki. Kalian masih muda, masih banyak kesempatan dan pengalaman yang akan diraih. Bertebaranlah ke seantero bumi. Berikan karya terbaik bagi bangsa ini,” pinta Wali Nanggroe.
Selain itu, Wali Nanggroe juga mengingatkan kembali bahwa, sejarah telah mencatat rakyat Aceh adalah pejuang, dan perjuangan Aceh dipimpin oleh mereka yang memiliki ilmu, iman, menguasai strategi serta memiliki wawasan luas. Semangat perjuangan itu harus dimiliki juga oleh lulusan Unimal. Para wisudawan diharapkan agar menjadi menjadi generasi yang cerdas, memiliki pemikiran terbuka, mandiri dan berlandaskan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
Ilmu yang didapatkan selama ini, kata Wali Nanggroe, hendaknya dapat digunakan untuk kemajuan dan kemakmuran bangsa Aceh. Jangan ada lagi sifat saling curiga, saling mendendam dan saling menghambat sesama.
Pada kesempatan tersebut Wali Nanggroe juga menceritakan kilas balik sejarah Aceh, dimana pada masa dahulu Kerajaan Aceh merupakan salah satu dari lima Kerajaan Islam terkuat dunia. Indatu bangsa Aceh adalah para saudagar, pedagang antar benua.
“Jadi kita tidak boleh hanya berpikir menjadi pegawai negeri saja, tetapi berpikirlah global dan bertindaklah lokal. Artinya tindakan kita harus mampu mencerminkan perilaku orang Aceh yang santun, jujur, tegas dan berakhlak.”
“Sebagai pengemban amanat Wali Nanggroe Aceh, saya sangat mengharapkan kritikan sifatnya membangun, yang memberi solusi, bukan polemik, bukan hujatan yang tanpa tabayyun.”[]