LHOKSEUMAWE – Direktur Yayasan Tabina Aceh, Teungku Muhammad Nur MSi, mengatakan jumlah pecandu narkoba kian mengalami peningkatan dari tahun ke tahun di Aceh. Para pecandu narkoba di Aceh rata-rata berasal dari kalangan menengah ke bawah.
“Jadi kalau ada anggapan bahwa pecandu narkoba itu berasal dari kalangan menengah ke atas, adalah salah. Karena mayoritas pecandu yang kita rawat justru dari kalangan menengah ke bawah. Itu jumlahnya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Itu adalah faktanya,” kata Teungku Muhammad Nur.
“Faktor utama seseorang lari ke sabu-sabu adalah stress dan tekanan. Mungkin kalau orang kaya, saat stress bisa jalan-jalan ke luar daerah. Nah, kalau kalangan menengah ke bawah, larinya ke sabu-sabu,” ujar Teungku Muhammad Nur lagi.
Yayasan Tabina di Lhokseumawe, kata Teungku Muhammad, kini merawat hampir 65 orang pecandu narkoba. Sedangkan Tabina Aceh sendiri mampu menampung atau rehap untuk 150 orang. Para pecandu ini datang dari berbagai kalangan di Aceh.
“Di awal mereka kita rehab, kita selalu bertanya pada keluarga. Rata-rata memang penyebabnya adalah stress. Banyak masalah, berasal dari keluarga broken home. Ada juga yang mencoba sabu karena informasi yang salah,” ujar Teungku Muhammad Nur.
Salah satu contoh informasi yang salah tadi, katanya, seperti adanya asumsi yang berkembang di masyarakat bahwa dengan mengkonsumsi sabu-sabu akan membuat pria dewasa lebih perkasa di atas ranjang.
“Dari coba-coba, akhirnya jadi pecandu. Kemudian terpaksa direhab. Kini sabu-sabu begitu mudah diperoleh. Ini yang kita khawatir. Generasi muda di Aceh sedang dalam ancaman. Anak-anak kini juga terjangkit kecanduan menghirup lem cap kambing,” katanya lagi.
Teungku Muhammad Nur berharap Pemerintah Aceh dapat memberi sedikit perhatian ke lembaga-lembaga rehab narkoba di Aceh.
“Karena kalau kita tak mereka mereka, maka generasi muda di Aceh akan semakin hancur. Ini tanggungjawab bersama,” katanya. []