BANDA ACEH – Akademisi UIN Ar-Raniry yang juga mantan aktivis Aceh saat konflik, Fajran Zain, menilai bahwa Parlok merupakan lembaga politik yang semestinya dijaga untuk nilai tawar terhadap Jakarta usai Aceh berdamai.
Keberadaan Parlok di Aceh perlu mendapat dukungan dari masyarakat. Namun trend yang terjadi dinilai justru sebaliknya.
Hal ini disampaikan Fajran Zain dalam diskusi yang dilaksanakan oleh Muda Seudang di 3 In 1 Café, Selasa 3 Desember 2019.
“PA sudah beberapa kali menggelar Mubes. Namun apa yang terjadi? Contoh Bang Azhar yang harusnya diapresiasi, namun justru tak ada,” kata Fajran.
“Saat para aktivis di PA keluar dan masuk PNA, kemudian Irwandi ditangkap dan akhirnya PNA juga bisa dipatahkan. Tinggal PDA dan SIRA yang realatif mudah dijaga,” ujar mantan calon DPD RI di Pileg 2019 lalu ini lagi.
Fajran berharap generasi muda Aceh menguatkan Parlok sebagai nilai tawar Aceh untuk Jakarta usai damai. Jika Parlok kemudian hilang, maka Aceh tidak memiliki nilai tawar sama sekali di mata pusat.
“Kita perlu melawan Jakarta. Parlok adalah jalan satu satunya. Dulu ada GAM semasa konflik, namun usai damai, perjuangan bersenjata dihapuskan. Maka Parlok harus dijaga. Setiap kita harus memiliki Aceh dalam hati masing-masing,” katanya.
Diskusi ini turut dihadiri mantan rector UIN Ar-Raniry Prof Farid Wadji, anggota DPR Aceh Azhar Abdurrahman, serta Jubir DPA PA Muhammad Saleh. []