Jakarta – Drama kebakaran hutan Aceh belum berakhir. Perusahaan pembakar hutan, PT Kallista Alam tidak terima bila dihukum Rp 366 miliar. Segala cara hukum dilakukan, termasuk perlawanan hukum lewat jalur perdata. Bagaimana endingnya?
Kasus ini bermula saat hutan di Rawa Tripa, Aceh terbakar hebat pada 2012. Pemerintah bergerak dan menggugat PT Kallista Alam selaku pemegang izin atas pembukaan sawit di atas lahan itu.
PT Kallista Alam kemudian dihukum me-recovery hutan dengan nilai denda Rp 366 miliar. Putusan itu kompak dihukum oleh PN Meulaboh, banding, kasasi, dan PK.
PT Kallista Alam tidak habis akal. Mereka mengajukan perlawanan dengan meminta permohonan perkara itu tidak bisa dieksekusi. Siapa sangka, PN Meulaboh mengabulkan dan membatalkan putusan MA tersebut pada 12 April 2018. Putusan ini menuai reaksi dari berbagai kelompok masyarakat.
Pemerintah pun tidak terima dan mengajukan banding. Pada 4 Oktober 2018, Pengadilan Tinggi (PT) Banda Aceh membatalkan putusan PN Meulaboh dan memutuskan gugatan PT Kallista Alam tidak diterima (niet ontvankelijke verklaard).
Nah, giliran PT Kallista Alam yang tidak terima. Diwakili oleh direkturnya, Subianto Rusid, PT Kallista Alam mengajukan kasasi. Apa kata MA?
“Tolak,” demikian lansir putusan MA dalam websitenya, Kamis (5/12/2019).
Putusan itu diketok oleh ketua majelis hakim Syamsul Maarif. Adapun anggota majelis yaitu Zahrul Rabain dan Panji Widagdo. Putusan itu diketok pada 2 Desember 2019.