Jakarta – Mantan Presiden Sudan Omar al-Bashir divonis dua tahun penjara atas dakwaan korupsi pada Sabtu.
Dalam sidang vonis di Khartoum, penyelidik kantor kejaksaan militer menemukan dan menyita US$ 351.000 (Rp 5 miliar, 6 juta euro (Rp 93,5 miliar), dan 5 juta pound Sudan (Rp 1,5 miliar) ketika menggeledah rumah tempat tinggal Bashir sebelum digulingkan dari kekuasaan, menurut Al-Arabiya, dikutip dari Sputnik, 14 Desember 2019.
Selanjutnya, mantan presiden itu dituduh menyimpan mata uang asing, korupsi dan penerimaan hadiah ilegal.
“Pengadilan menghukum Omar Hassan al-Bashir,” kata hakim Al-Sadiq Abdelrahman, menurut laporan Al Jazeera. “Pengadilan memutuskan untuk mengirimnya ke pusat rehabilitasi masyarakat selama dua tahun.”
Hakim mengatakan bahwa di bawah hukum, mereka yang mencapai usia 70 tidak akan menjalani hukuman penjara.
Omar Hassan al-Bashir, 75 tahun, akan menjalani hukumannya setelah putusan itu dicapai dalam kasus lain di mana ia dituduh memerintahkan pembunuhan demonstran selama protes yang menyebabkan pemecatannya, kata hakim.
Persidangan hari Sabtu terhadap pria berusia 75 tahun yang berpusat pada penemuan berbagai mata uang bernilai lebih dari US$ 130 juta (Rp 1,8 triliun) di rumahnya.
Bashir mengakui dia telah menerima US$ 25 juta (Rp 350,5 miliar) dari Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS), dan dia mengaku tidak bersalah atas tuduhan itu.
Dengan mengenakan jubah putih tradisional dan serban, al-Bashir menyaksikan persidangan dalam kurungan terdakwa sementara hakim membacakan putusan pada hari Sabtu.
Sebelum putusan dibacakan, para pendukung al-Bashir sempat mengganggu persidangan dan diusir keluar dari ruang sidang oleh pasukan keamanan.
Bashir memerintah Sudan selama 30 tahun sebelum ia digulingkan oleh kudeta militer pada bulan April, yang membawa Dewan Militer Transisi (TMC) berkuasa setelah berbulan-bulan protes anti-pemerintah.
Namun, demonstrasi berlanjut dengan pengunjuk rasa menyerukan TMC untuk menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah yang dipimpin sipil.
TMC dan pengunjuk rasa kemudian menyepakati perjanjian pembagian kekuasaan, membentuk Dewan Kedaulatan Sudan.