BANDA ACEH – Koordinator Masyarakat Pengawal Otsus (MPO) Aceh, Syakya Meirizal, mengatakan sejumlah mata anggaran dalam APBA 2020 patut disorot secara kritis. Diantara pos anggaran yang layak dipertanyakan adalah anggaran untuk kegiatan pelatihan yang nilainya sangat fantastis.
“Alokasi anggaran untuk berbagai jenis kegiatan pelatihan ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Sementara manfaat dari pelatihan tersebut tak pernah diketahui oleh publik. Sebagian anggaran untuk pelatihan tersebut diambil dari sumber dana Otsus,” kata Syakya Meirizal, kepada atjehwatch.com, Senin malam 13 Januari 2020.
Menurutnya, dalam tiga tahun ini alokasi anggaran untuk pelatihan dalam APBA mencapai 1,6 triliun lebih. Berdasarkan Pergub Penjabaran APBA 2020, anggaran untuk kegiatan pelatihan sebesar 573 miliar.
“Penelusuran kami, pada APBA 2018 alokasi anggaran untuk pelatihan senilai 521 miliar. Sementara pada APBA-P 2019 mencapai 547 miliar. Anggaran untuk berbagai kegiatan pelatihan ini terdapat pada 6 pos belanja.”
“Kegiatan pelatihan ini terdapat pada hampir semua SKPA. Sejumlah SKPA non teknis malah menjadikan kegiatan pelatihan tersebut sebagai program favorit mereka. Bahkan setiap menjelang akhir tahun anggaran, ada fenomena semua hotel di Aceh semakin sesak dengan berbagai kegiatan pelatihan. Karena dalam setiap APBA-P selalu ada tambahan anggaran yang signifikan untuk kegiatan pelatihan. Parahnya, pelatihan-pelatihan tersebut merupakan program copy paste dari tahun-tahun sebelumnya,” kata Syakya lagi.
Menurutnya, Dinas Pendidikan merupakan SKPA yang paling banyak menghabiskan anggaran untuk kegiatan pelatihan. Ada ratusan paket pelatihan dengan anggaran ratusan juta hingga miliaran rupiah per kegiatan di SKPA tersebut.
Umumnya pelatihan di Dinas Pendidikan ditujukan untuk peningkatan kualitas tenaga pengajar. Ironisnya, setelah bertahun-tahun menghabiskan anggaran ratusan milyar untuk pelatihan guru, namun kualitas mutu pendidikan Aceh masih terjerambak di peringkat 28 nasional.
“Ini jelas tidak berbasis pada asas kebutuhan dan mengabaikan prinsip evidence based planning dalam proses perencanaan anggaran. Karena itu kita pertanyakan, apa manfaat pelatihan dengan anggaran 1,6 triliun tersebut selama ini bagi rakyat dan Pemerintah Aceh. Kalau dikatakan untuk peningkatan kapasitas dan kinerja birokrasi, faktanya SKPA yang banyak buat pelatihan malah dapat rapor merah setiap tahun. Tak ada parameter terukur untuk menilai output dan outcome dari program ini. Sehingga terkesan hanya sekedar menghambur-hamburkan uang rakyat.”