Kota Sabang adalah sebuah wilayah kepulauan yang berada paling ujung Propinsi Aceh, di apit Selat Malaka dan Samudra Hindia. Dalam perkembangan dan kehidupan ekonomi tercatat dalam sejarah, Sabang sebagai pulau yang disinggahi berbagai kapal-kapal besar pada masa lalu. Sangat sibuk pelabuhan Sabang dengan berbagai macam tujuan kapal besar masuk yaitu dari perdagangan, persingahan, transportasi dan budaya.
Sabang masa kini jauh berubah seiring dengan perubahan zaman, dengan berbagai ciri khas budaya yang ada, menghilang begitu saja tanpa sanggup dipertahankan. Kini berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk mengembalikan lagi denyut nadi ekonomi Sabang agar bisa kembali menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi, khususnya Aceh dan Indonesia.
Pemerintah Pusat dan pemerintah Aceh berkeinginan mengembalikan Sabang sebagai Kawasan Bebas, maka keluarlah kebijakan melalui berbagai regulasi yang memperkuat posisi Kawasan Sabang dalam menjalankan peran dan fungsinya.
Diantaranya terbitnya regulasi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, Keputusan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam selaku Ketua Dewan Kawasan Sabang (DKS) No.193/034 Januari 2001 tentang Pembentukan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS).
Untuk mewujudkan Kawasan Sabang, dengan target seluruh kawasan usaha harus melibatkan semua sektor dan instansi terkait, baik pusat dan daerah untuk memberikan dukungan serius untuk membangun prasarana dan sarana serta perangkat lunak pendukung. Maka di perlukan dibangun koordinasi dan komunikasi lintas sektor oleh BPKS selaku pelaksana, sebagai dasar untuk memperkuat mempercepat lahir berbagai regulasi dan kebijakan memudahkan para investor berinvestasi di kawasan Sabang.
Sudah 20 tahun berjalan Badan Penguasaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS) belum mampu meningkatkan dan membuka akses ekonomi melalui berbagai program yang berakibat putusnya harapan pelabuhan bebas yang dicita-citakan. Berbagai masalah terjadi, dari masalah Managemen Internal, Sumber Daya Manusia, Koordinasi Lintas Sektor baik di tingkat daerah dan pemerintah pusat menuai berbagai masalah, ditambah lagi dengan belum ada regulasi teknis penjabaran UU No.37 Tahun 2000, seperti Peraturan Pemerintah No.83 Tahun 2009 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemerintah Kepada Dewan Kawasan Sabang.
Berbagai masalah tersebut, BPKS belum mampu melahirkan free port yang diharapkan sesuai yang di amanahkan oleh Undang-Undang. Berbagai program dan pembangunan dilakukan namun ironisnya banyak program yang direalisasikan tidak fungsional, terbengkalai begitu saja. Kerjasama dan promosi ke Luar Negeri yang sudah banyak dilakukan oleh BPKS tidak satupun terealisasikan alias mandul dan jalan di tempat. Artinya berbagai program yang sudah direalisasikan belum berdampak pada geliat ekonomi dan bisa di bilang gagalnya mewujudkan Sabang sebagai Kawasan Perdagangan Terkemuka di dunia. Seperti baru baru ini kunjungan yang dilakukan oleh para pejabat BPKS ke Luar negeri Malaysia dan Singapura, belum membuahkan hasil, malah menuai masalah.
Kunjungan Tim BPKS ke Labuan, Malaysia, masih belum tepat sebagaimana di ketahui sampai saat ini Pemerintah Pusat belum mengizinkan Offshore Financial Centre (OFC) untuk diterapkan di Indonesia, jika bisa dilaksanakan maka kemungkinan Kawasan Perdagangan Bebas Lainnya juga akan menerapkan, seperti Batam, Bintan, Karimun, termasuk juga Kawasan Ekonomi Khusus yang Lain, bagi Batam sebagai Kawasan Bebas yang sudah maju saja belum tentu bisa kompetitif, apalagi Kawasan Sabang tidak ada Investor masuk atau masih enggan bermain di kawasan ini.
Oleh karena itu kami menilai perjalanan ke Labuan, Malaysia adalah sia-sia, sebab tidak ada persiapan sebelum berangkat ke Luar Negeri, karena hal ini terkait dengan masalah keuangan seharusnya koordinasi dan konsultasi dulu ke Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) apakah sudah ada izin dari Pemerintah, karena OFC sendiri terlalu banyak kelemahannya dan itupun masih wacana Pemerintah.
Kalau Pemerintah belum ada kepastian untuk diterapkan di Indonesia. kenapa harus buru-buru Study Banding, dan anehnya penjajakan awal ini membawa satu gerombolan sampai Deputi Pengawasan ikut dalam rombongan, apa hubungannya..? Seharusnya beliau yang mengingatkan, bukan ikut-ikutan bertamasya dengan uang rakyat, dan hal ini mengesankan tidak professional dan tidak peka dalam penggunaan Uang Negara, sehingga wajar jika elite BPKS sekarang ini dipertanyakan integritasnya.
Dan Yang paling disesalkan adalah keikutsertaan Plt. Wakil Kepala BPKS saudara Islamuddin dalam rombongan, ini menunjukkan beliau bukanlah seorang yang dapat memimpin sebuah Lembaga sebesar BPKS, secara etika sudah tidak wajar karena Surat Tugas No. 090/744/2019, Wakil Kepala BPKS saudara Islamuddin yang tanda tangan, namun beliau ikut berangkat, ini sama saja jeruk makan jeruk, namun jika ada Nota Dinas Kepala BPKS mungkin tidak begitu jadi persoalan, ini kesannya Kepala BPKS sendiri tidak tahu menahu tentang maraknya perjalanan Luar Negeri akhir tahun oleh pegawai BPKS.
Persaingan Global memang tidak dapat kita hindari, tetapi kita harus selektif tidak semua yang menggiurkan itu menguntungkan, apalagi saat ini ada upaya global untuk melawan praktik harmful tax competition misalnya melalui automatic exchange of information (AEoI), dan dengan adanya upaya seperti ini, akan ada yurisdiksi wajib untuk lebih transparan dan berada dalam monitoring forum global, termasuk juga untuk tax haven, preferential tax regime dan offshore financial center.
Akibatnya justru tidak ada competitive advantage bagi offshore financial center selain mungkin tarif pajaknya yang relatif lebih rendah. Penting juga untuk dicatat bahwa Indonesia menjadi bagian dari komitmen global untuk melawan harmful tax competition dan bukan justru terlibat di dalamnya.
Dan saat ini sebagaimana di ketahui bahwa Dewan Kawasan Sabang (DKS) sedang melakukan seleksi perekrutan Calon Kepala dan Wakil Kepala BPKS, yang santernya seleksi akhir yaitu sesi “Interview” dilaksanakan di Jakarta dalam beberapa hari kedepan.
Kami himbau kepada seluruh masyarakat agar dapat mengawalnya, dan kepada panitia seleksi kami mohon dapat dilakanakan secara transparan dan akuntabel. Jangan lagi lahir Calon kepala BPKS yang tidak punya “konsep” dan selalu gagal paham dalam mengambil sikap dan tidak bertanggung jawab baik kepada rakyat, negara dan kepada Allah SWT.
Penulis adalah Usman Lamreung, akademisi universitas Abulyatama yang juga tokoh Aceh Besar.