SATU hal yang membedakan kunjungan Syech Fadhil ke daerah dibanding dengan pejabat negara lainnya, adalah sosok ini tidak pernah menyerahkan bantuan uang tunai kepada siapapun warga yang dikunjunginya.
Ia justru menyerahkan buku yang dibawa serta dalam setiap acara berkardus-kardus.
Di MIS Kala Wih Ilang, Syech Fadhil memberikan beasiswa kepada 6 siswa kelas 6 guna melanjutkan pendidikan lanjutan secara gratis ke Dayah Maqamam Mahmuda.
Sementara di Gayo Lues, Syech Fadhil juga berhasil melobi bupati Amru untuk memberikan beasiswa kepada 5 calon sarjana hafidz yang akan berangkat ke timur tengah Aceh pada 2020.
“Saya ingin mewariskan buku kepada warga. Ilmu yang didapat nantinya akan berguna bagi mereka di masa depan,” ujar Syech Fadhil.
Di Kutacane, rombongan disambut oleh Alimuddin. Sosok ini adalah kawan seangkatan dan seperjuangan Syech Fadhil di Darul Arafah, Sumatera Utara, hingga di Al Azhar, Kairo, Mesir.
Darul Arafah termasuk sekolah dengan tingkat pendidikan terbaik untuk Sumatera. Ustadz Abdul Somad juga merupakan santri Darul Arafah. Demikian juga Dr. Abdiansyah. Banyak alumni Darul Arafah yang kini jadi pimpinan dayah dan ulama terkemuka di Indonesia.
Alimuddin sendiri kini tercatat sebagai PNS di lingkup pemerintahan Aceh Tenggara. Ia juga dipercayakan sebagai kepala UPTD Masjid Agung Kutacane.
Subuh Jumat, Syech Fadhil dijadwalkan memberi ceramah di salah satu masjid di pedalaman Kutacane. Safari subuh ini didampingi wakil bupati, camat serta sejumlah kepala SKPD di Aceh Tenggara.
Sekitar pukul 10.00 WIB, Syech Fadhil menggelar pertemuan dengan para pimpinan dayah di kantor UPTD Dayah Dinas Syariat Islam.
Kepala Dinas Syariat Islam adalah Iqbal Selian, ia juga abang letting dari Syech Fadhil dan Alimuddin di Darul Arafah.
Pertemuan ini berlangsung hingga jelang Jumat tiba. Syech Fadhil kemudian juga dimandatkan untuk menjadi khatib salat Jumat di masjid agung Kutacane.
Usai Jumat, bupati dan jajaran menjamu rombongan Syech Fadhil dengan makan siang bersama. Ini merupakan jamuan termeriah selama reses Syech Fadhil di wilayah Gayo dan Alas.
Sekitar pukul 16.00 WIB, perjalanan kemudian berlanjut ke Dayah Darul Azhar di Kecamatan Badar, Aceh Tengah. Dayah ini berjarak hanya 10 menit dari pusat kota Kutacane.
Dayah Darul Azhar didirikan oleh almarhum abang angkatan dari Syech Fadhil dan Alimuddin di Al Azhar, Kairo, Mesir. Sosok ini bernama Imran bin Arif Syakban. Almarhum Syech Imran merupakan angkatan 1993. Sedangkan Alimuddin dan Syech Fadhil berangkat ke Mesir pada 1996.
Dayah modern Darul Azhar kini berkembang menjadi dayah besar di Aceh Tenggara. Dayah ini kini memiliki santri hampir 500-san dengan jumlah pengajar mencapai 60 orang.
“Kami yang merintis dayah ini usai pulang ke Aceh sekitar 2003. Syech Imran sangat baik sekali. Beliau meninggal 2018 lalu karena sakit yang dideritanya,” ujar Ali. Ali sempat terlihat sedih saat bercerita soal seniornya itu. Demikian juga Syech Fadhil.
Keduanya juga menyempatkan diri untuk berziarah ke makam Syech Imran yang berada di komplek dayah tersebut.
Di dayah ini, Syech Fadhil juga memotivasi para santri agar belajar yang tekun serta bisa menempuh tinggi di timur tengah nantinya seperti almarhum Syech Imran serta dirinya.
“Tidak ada yang tidak mungkin. Yang penting tetap belajar yang tekun. Saya dulu juga seperti kalian. Duduk di barisan terdepan, mendengar orang yang datang memberi motivasi,” kata Syech Fadhil.
Di dayah ini, Syech Fadhil lagi-lagi memberi hadiah buku kepada santri dan guru dayah setempat.
Rombongan pulang dari Dayah Darul Azhar jelang magrib tiba. Usai salat, kami kemudian diajak ke Pendopo Gotak 10 oleh Syech Alimuddin. Di sini, sejumlah pimpinan dayah serta alumni Darul Arafah menunggu untuk silaturahmi bersama.
Pertemuan ini berlangsung hingga pertengahan malam.
Sabtu pagi pukul 07.00 WIB, Syech Fadhil dan rombongan meminta izin ke Syech Alimuddin untuk pamit. Saat itu, Syech Fadhil terlihat berat meninggalkan Alimuddin dan Aceh Tenggara.
“Saya merasa kosong. Seperti ada yang kurang. Tapi tak tahu apa,” ujar Syech Fadil di dalam mobil.
Melalui lintas Sidikalang, Sumatera Utara, kami kemudian memutar jauh ke Subulussalam. Jalan Sidikalang sudah lumayan bagus, hal ini membuat perjalanan lebih cepat dari dugaan.
Rombongan tiba di Subulussalam sekitar pukul 13.00 WIB. Sejumlah pimpinan dayah menanti rombongan ini di salah satu warung makan di pusat kota.
Satu jam di Subulussalam, kami kemudian bergerak ke Aceh Selatan. Rombongan sempat singgah di lokasi Jus Nipah yang pernah didatangi oleh Ustadz Abdul Somad. Karena targetnya adalah takziah ke rumah Abon Kota Fajar, maka rombongan memilih bertahan di lokasi wisata itu hingga Magrib tiba.
Usai Magrib, kami bergegas ke rumah duka Abon Kota Fajar, namun di tengah perjalanan, sebuah video masuk ke handphone Syech Fadhil.
Dayah Darul Azhar ternyata mengalami musibah kebakaran.
[Bersambung]