Jakarta – Seorang Ahli Virus dari Yale School of Public Health, Nathan Grubaugh mengatakan meskipun virus corona SARS-Cov-2 bermutasi, tetapi ia menilai hal itu tidak berbahaya. Sebab, mutasi adalah sifat alamiah virus.
Saat ini kata ‘mutasi’ virus corona mungkin terdengar meresahkan bagi sebagian masyarakat dunia. Apalagi virus corona telah menjangkiti puluhan negara serta merenggut nyawa puluhan ribu jiwa.
Mutasi pada virus terjadi karena virus memang memperbanyak diri. Saat berkembang biak mereka akan membuat replika diri mereka diri sendiri. Saat replika ini dibuat seringkali virus melakukan kesalahan. Kesalahan replika inilah yang disebut sebagai mutasi, yaitu perubahan material genetik antara virus baru dan orang tuanya.
Mutasi virus juga tidak selalu berarti ia menjadi lebih mematikan. Sebab, peluang virus bermutasi menjadi lebih agresif, menular, mematikan, dari induknya tidak tinggi.
Kendati begitu, jika berkaca dari kasus wabah virus SARS dan Ebola, para peneliti belum mendapatkan bukti apakah mutasi virus membuat penyakit yang dibawa jadi lebih mematikan.
“Kemungkinan virus bermutasi sedemikian rupa dan menjadi virus yang menular bahkan mematikan butuh rentang waktu mingguan, bulan hinga beberapa tahun,” tulis Grubaugh.
“Meskipun mungkin ada beberapa mutasi dari waktu ke waktu yang muncul dan memiliki dampak epidemiologis, tetapi kita jarang menemukannya,” sambungnya.
Mutasi virus hal alami
Lewat jurnal ilmiah “We shouldn’t worry when a virus mutates during disease outbreaks” (Kita tidak perlu khawatir ketika virus bermutasi selama wabah penyakit), Grubaugh dan peneliti lainnya menjelaskan bagaimana virus corona SARS-Cov-2 melakukan mutasi.
“Kecepatan mutasi virus atau perkembangannya bukan hal yang mengejutkan. Semua virus terus berevolusi dengan cara mutasi. Sehingga, seharusnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena proses ini bersifat umum,” kata Grubaugh.
Lebih lanjut, Grubaugh menjelaskan mengapa kata mutasi dipersepsi sebagai sesuatu yang mengerikan di masyarakat. Menurutnya, hal ini akibat pengaruh komik fiksi tentang para tokoh komik yang mengalami mutasi genetik sehingga mereka punya kekuatan super.
“Ketika mendengar kata mutasi dalam cerita (kita mengasosiasikan) kalau sesuatu yang genting tengah terjadi, untuk sesuatu yang lebih baik atau buruk,” jelasnya. “Tapi itu bukan cara mutasi bekerja. Kita semua produk mitasi. Secara genetik, kita berbeda dari para leluhur.”
Khusus SARS-Cov-2, virus bermutasi sangat cepat karena ia adalah virus berbasis RNA untuk bahan genetiknya. Berbeda dengan virus berbasis DNA, virus RNA tak punya kemampuan untuk memperbaiki kesalahan ketika mereka tengah mereplikasi kode genetik induknya.
Akibat kesalahan-kesalahan yang sering ini, virus RNA punya variasi genetik lebih banyak dari organisme lain, jelas Richard Kuhn, virologis dan direktur Institut Peradangan, Imunologi, dan Penyakit Menular di West Lafayette, Indiana, AS.
Kecepatan mutasi yang sangat tinggi ini ternyata juga bisa berbahaya bagi virus itu sendiri. Sebab, bisa jadi virus itu jadi lebih sulit bertahan hidup atau mereplikasi diri. Kemungkinan kedua, ia tetap bertahan dan makin bervariasi.
Terkait mutasi virus yang dikendalikan oleh banyak gen ini, menurut Grubaugh saat ini ada dua hal yang harus diperhatikan: seberapa menular virus itu dan seberapa mematikan bagi inangnya.
Mutasi berbahaya
Meski demikian, tetap ada kemungkinan virus corona bermutasi sehinga jadi lebih mematikan bagi manusia. Sebab, awal mula virus corona SARS-COV-2 yang saat ini mewabah di dunia, hanya menular antar hewan. Virus ini tak menular ke manusia. Namun, mutasilah yang akhirnya membuat virus ini bisa ditularkan dari hewan ke manusia.
“Kejadian ini terjadi setelah bertahun-tahun,” tuturnya.
Lebih lanjut kata Grubaugh memperingatkan bahwa para ahli perlu terus melacak mutasi virus ini. Sebab, bisa jadi mutasi virus membuat alat pengetesan yang saat ini digunakan jadi tidak berguna. Sebab, alat-alat tersebut tak lagi bisa mendeteksi dengan akurat.
Kedua, mutasi ini bisa membuat virus mengembangkan ketahanan (resistensi) atas obat antivirus yang tengah dikembangkan. Kekebalan serupa terjadi pada bakteri yang tidak mempan lagi diberantas dengan antibiotik tertentu.
Sehingga, kemungkinan para ahli perlu mengembangkan lebih dari satu obat untuk mengatasi Covid-19. Seseorang mungkin perlu diberikan beberapa macam obat untuk menghilangkan virus ini dari tubuhnya. Sehingga, obat-obat berbeda ini akan menargetkan untuk melumpuhkan virus dari berbagai sisi.
“Makin sulit virus bermutasi dan menjadi resisten jika mereka ditargetkan dari banyak titik.”
Meski demikian Grubaugh memprediksi virus corona baru ini tidak akan bermutasi terlalu dramatis ketika para penliti sudah menemukan vaksin. Sebab, sulit bagi virus untuk mengembangkan resistensi (ketahanan) terhadap vaksin, kecuali pada kasus khusus seperti influenza.
Beberapa virus seperti penyebab campak dan demam kuning bahkan bermutasi sangat lambat. Sehingga vaksin yang ditemukan puluhan tahun lalu masih efektif digunakan untuk mengatasi penyakit ini.
Lebih lanjut, menurutnya variasi virus corona saat ini sepertinya tak akan banyak perubahan. Ia pun memperkirakan virus ini tidak akan bermutasi jadi lebih mematikan.
“Jika virus masuk dan segera membunuh inangnya, ini bukan situasi yang menguntungkan. Sebab, hal itu membatasi kemampuan virus untuk bertambah banyak dan menginfeksi inang baru,” jelas Kuhn, seperti dikutip Popular Science.
Mengutip Nature, virus yang sangat menular bisa mengurangi tingkat penularan mereka jika inang mereka terlalu sakit untuk menularkan ke orang lain.
Selain itu, kemudahan akses terhadap genom-genom virus yang berbeda akibat mutasi juga bisa membantu investigasi yang akurat terkait pola penyebaran virus ini.