BANDA ACEH – Komite Mahasiswa Dan Pemuda Aceh Nusantara (KMPAN) menilai beberapa kasus respon masyarakat Aceh terhadap putra-putri Aceh yang pulang dari perantauan terlihat sangat memprihatinkan.
“Mereka menyebutnya waspada dan ikhtiar. Namun yang terlihat adalah ketakutan yang akut. Mereka yang berstatus ODP dianggap sebagai raga yang penuh dengan kontaminasi virus dan siap menyebarkan ke seluruh wilayah Aceh,” ujar Kepala Departement Jaringan Antarlembaga KMPAN, Shafira Maulizar, Rabu (8/4)
Menurutnya, sebagian daerah dengan tegas tidak menerima warganya yang pulang dari perantauan untuk melakukan isolasi diri bahkan di rumahnya sendiri, diminta untuk melakukan isolasi diri di luar wilayah desanya. Kalau ada rumah lain yang bisa digunakan, kalau tidak? Kemana mereka harus pulang? Belum lagi masyarakat yang bergerombolan datang ke rumah yang diketahui ada orang yang baru pulang dari perantauan, secara paksa menyuruh orang tersebut untuk melakukan pemeriksaan di pelayanan kesehatan terdekat.
“Pada dasarnya mereka sangat mengerti kekhawatiran dan itikat baik dari warga sekitar. Sungguh disayangkan cara yang digunakan tidak menunjukkan bahwa Aceh memiliki kerukunan antar sesama masyarakat yang kental. Belum lagi perbedaan perlakuan yang didapatkan,” Kata Shafira.
Untuk itu, katanya, jika perantauan yang pulang adalah anak dari orang terpandang diwilayah tersebut akan diperlakukan dengan baik, bahkan pihak kesehatan desa yang datang mengunjungi ke rumah untuk melakukan pemeriksaan. Tapi jika yang pulang dari perantauan adalah anak orang biasa, tidak diperlakukan sebaik itu. Apakah ini sudah menjadi salah satu budaya baru di Aceh? Bersikap dan memperlakukan orang sesuai dengan tingkat sosialnya?
“Padahal, ODP adalah orang yang belum bisa dipastikan terinfeksi corona atau tidak, atau orang tersebut baru saja bepergian dari zona merah virus corona. Mereka yang pulang dari perantauan bukan tidak mempertimbangkan apapun sebelumnya. Di perantauan semua universitas sudah melakukan pembelajaran dengan sistem online hingga awal juni. Semua perusahaan tempat mereka bekerja melakukan cuti lockdown, lantas bagaimana mereka dapat membiayai hidup mereka di perantauan jika bukan pilihan pulang ke kampung halaman yang diambil?” tanya Shafira.
“Jangan sampai pulang ke kampung halaman yang dulunya berharap suasana kekeluargaan namun kini yang didapat tak lain seperti pulang ke tempat asing yang bukan rumah mereka. Sebagai anak rantauan, kami berharap jangan ada tindakan diskriminatif terhadap perantau yang saat ini berstatus ODP. Disaat yang seperti ini rasa kemanusiaanlah yang dapat menyelamatkan kita semua,” pungkas Kepala Departement Jaringan Antarlembaga KMPAN.