Aceh Utara – Indonesia sudah merdeka sejak 75 tahun silam, begitu pula dengan Aceh sudah berdamai pada 15 tahun lalu, namun kata kemerdekaan belum pantas dirasakan oleh Jamin Gani, 45 tahun, warga Dusun Lubok Meuku, Desa Buket Linteung, Kecamatan Langkahan, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh.
Jamin hidup bersama Sembilan anggota keluarga di sebuah gubuk derita di kaki bukit Dusun setempat.
Di Gebuk derita itulah dia bersama keluarganya bernaung dari hujan dan teriknya matahari dan menghabiskan hari-hari bersama sang istri dan keluarganya.
Jamin Gani tak pernah mengeluh terhadap kondisi rumahnya yang jauh dari kata “Layak huni” begitu pula ekonomi yang menghimpitnya, karena baginya itu adalah takdir dari Allah yang kuasa.
Demi menafkahi keluarganya, Jamin Gani sehari-hari bekerja sebagai buruh kasar di Desanya.
Kadang kala dia bekerja sebagai tukang bersih kebun jika ada warga yang menyuruhnya, kadang kala pula dia menjadi tukang pengangkut kayu di hutan belantara.
Sejak Dua tahun terakhir, kondisi ekonomi keluarga mulai tidak terpuruk, apalagi kini ia semakin dibebankan dengan tanggung jawab anak sulungnya yang mengalami lumpuh dan kedua matanya buta, sehingga kewajiban untuk menggerus rezeki didalam hutan belantara semakin berat yang harus ia pikul demi menafkahi keluarga.
Walaupun kondisi rumah yang terbuat dari kayu lapuk dan beratap platik hitam dirinya juga tidak pernah berkecil hati karena menurutnya inilah jalan hidup dirinya dan keluarga.
Upaya demi upaya sudah dia lakukan mulai dari berkebun menanam cabe hingga merantau ke kota untuk mendongkrat ekonomi keluarga, namun nasibnya juga tidak berubah.
Ketika Awak Media mencoba mendatangi kediamannya pada Kamis 11 Juni 2020 kemarin, Jamin Gani bersama istri tercintanya Salbiah tidak banyak bicara dia hanya tersipu malu karena kondisi rumah dan keluarganya yang amat miskin.
Jangankan untuk memberi susuap nasi kepada tamu di siang hari, secangkir kopi juga tak mampu dia suguhkan karena tidak ada gula dirumahnya.
Jamin Gani dan sang istri Salbiah hanya bisa mempersilahkan para tamu dari beberapa Media masuk ke rumah dan duduk diatas tanah yang beralas karpet yang sudah rusak dengan menyuguhkan segelas air putih kepada para tamu.
Di dalam ceritanya, Jamin Gani mengatakan dulu tahun 2006, ada sebuah tim Survey kemiskinan sempat datang ke rumahnya, para tim Survey itu mengatakan akan memfoto rumahnya dan nantinya akan mendapatkan rumah Dhuafa (rumah layak huni bahasa keren zaman sekarang di pemerintah Aceh-red).
Dia sempat berhajat dan bernazar jika rumah dhuafanya itu dibangun dia akan berkhanduri memberi makan anak yatim semampunya, namun nazarnya itu tidak terkabul akibat ada oknum yang menggantikan namanya dengan nama orang lain hingga dia tidak memperoleh rumah impiannya itu.
“Waktu itu keluar kabar bahwa saya mendapatkan rumah dhuafa dengan senang hati waktu itu saya cek ke Dinas di Aceh utara waktu itu masih di Lhokseumawe, nama saya memang ada atas nama Jamin Gani, karena saya pikir hanya perlu menunggu saya tidak cek lagi,” ujarnya.
“Namun sekian lama rumah dhuafa milik saya tidak dibagun-bangun. Saya cek lagi, menurut info nama saya sudah digantikan, nama saya (Jamin) namun Gani nya digantikan dengan nama orang lain, akhirnya saya tidak mendapatkan rumah yang saya harap itu,” kata Jamin Gani.
Sejak itu dia tidak berharap banyak dari siapapun, menurutnya banyak yang datang memfoto rumahnya yang nantinya akan diajukan ke-Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dan Provinsi Aceh.
Namun Jamin Gani tidak pernah berharap karena dia takut jika terlalu berharap jika tidak terealisasi akan menyakitkan bagi dirinya dan keluarga.
Kepada awak Media, Jamin Gani berharap agar berita yang ditulis terhadapnya nantinya akan dibaca oleh Bupati dan Wakil Bupati Aceh Utara bahkan Plt Gubernur dan Sekda Provinsi Aceh.
Setidaknya dia puas bahwa pemimpinnya itu sudah mengetahui kondisi hidup dirinya dan keluarga yang tinggal dipedalaman Aceh utara tersebut.
Disaat tim menanyakan apakah dia menyalahkan pemerintah Aceh Utara dan Provinsi Aceh, Jamin Gani mengatakan dia tidak pernah terlintas dalam hati demikian karena ia tahu pemimpinmya itu tidak pernah tahu apa yang ia rasakan dan keluarganya.
“Saya tidak menyalahkan pemimpin saya baik di Aceh Utara maupun di Banda Aceh, beliau tidak tahu kami bernasib begini, dan kami yakin pemimpin kami adalah orang baik dan bijaksana dalam memimpin,” kata Jamin Gani bernada tegang seakan kata tubuhnya dia sedang membela pempimpinnya itu.
Setelah sekian lama bercakap dengan Jamin Gani dan Salbiah istrinya, tim dari sejumlah media pamit pulang, namun tiba-tiba ketika tim hendak melangkahkan kaki dari pintu rumahnya, Jamin Gani memanggil salahsatu diantara wartawan yang datang kerumahnya itu.
Jamin Gani berpesan, jika kami (wartawan) bertemu dengan Bapak Plt Gubernur dan Pak Sekda, atau Bapak Bupati dan Wakil Bupati Aceh Utara bahkan Bapak-Bapak Dewan DPR Aceh tolong sampaikan salamnya, dan tolong katakan bahwa dia dan keluarganya tetap setia menjadi warga Aceh Utara, dan rakyat Aceh walaupun nasib menghakimi dirinya dan keluarganya.
“Pak Tunggu sebentar, boleh saya menitip pesan, jika boleh tolong sampaikan salam saya kepada Bapak Plt Gubernur Bapak Sekda, atau Bapak Bupati dan Wakil Bupati dan Bapak-Bapak Dewan DPR Aceh, tolong sampaikan bahwa kami tetap setia menjadi warga Aceh Utara dan rakyat Aceh.Semoga Allah memberi umur panjang kepada pemimpin saya semua, Amin,” Kata Jamin Gani dengan nada sedih.
Para tim dari beberapa media yang datang ke rumah Jamin Gani sempat heran, kenapa Jamin Gani yang hidupnya dihimpin kesusahan masih saja mendoakan pemimpinnya agar panjang umur dan dirahmati Allah SWT.
Namun karena hari semakin sore para kuli tinta itu tidak meminta penjelasan lagi kepada Jamin Gani, para tim pun bergegas pulang menuju Kota Lhoknibong.
Laporan Irwansyah