Banda Aceh, – Kasus warga yang terkonfirmasi positif virus corona (Covid-19) di Aceh melonjak tajam pada Juni. Tercatat terdapat 28 kasus baru di tanah rencong pada Juni yang membuat berbagai klaster penularan lokal muncul di berbagai wilayah.
Hal itu berbanding terbalik saat pandemi mewabah pada April dan Mei. Angka kasus di Aceh pada dua bulan itu melandai, peningkatannya cukup lambat, dan tidak ditemukan transmisi lokal.
Saat ini penularan yang masif membuat kasus positif Covid-19 melonjak serta diketahui terdapat klaster penularan lokal baru di Lhoksukon Aceh Utara, Klaster keluarga di Lhokseumawe, Banda Aceh, dan Klaster Pagar Air di Aceh Besar.
Klaster keluarga di Lhokseumawe berasal dari pasangan suami istri berinisial DL (41) dan MS (42). Keduanya memiliki riwayat perjalanan dari wilayah zona merah, Medan, Sumatera Utara.
Setelah diketahui positif, tim gugus tugas Lhokseumawe dan Aceh Utara lantas melacak orang-orang yang pernah bersentuhan dengan pasutri tersebut. Hasilnya 13 orang yang merupakan anggota keluarganya juga dinyatakan positif usai menjalani uji swab.
Klaster di Aceh Besar dan Banda Aceh berawal saat seorang pasien meninggal berinisial SUK (63) terkonfirmasi positif di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh. Lantas tim gugus tugas kembali melacak orang yang pernah bersentuhan dengan pasien termasuk tenaga medis.
Saat diuji swab, lima anggota keluarga SUK, empat tenaga medis yang merawatnya, serta satu warga Banda Aceh juga dinyatakan positif dan disebut telah membentuk klaster baru.
“Penularan yang masif membuat lonjakan kasus positif corona di Aceh meningkat. Klaster penularan lokal pun sudah terjadi di Aceh Utara, Lhokseumawe, Banda Aceh dan Aceh Besar,” kata Juru Bicara Covid-19 Aceh, Saifullah Abdulgani saat dikonfirmasi, Senin (22/6).
Saifullah tak menampik sebagian warga yang terpapar Covid-19 itu berstatus sebagai orang tanpa gejala (OTG). Meskipun adanya ditemukan klaster baru di Aceh, pihaknya berharap warga yang berada di wilayah penularan lokal itu tidak panik dan tetap menerapkan protokol kesehatan.
“Masyarakat di dalam dan di lingkungan klaster tersebut tidak perlu panik. Kepanikan kian menambah persoalan. Yang dituntut kewaspadaan dan kepedulian sesama,” ujarnya.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh, Syafrizal, tidak terlalu kaget dengan adanya lonjakan kasus pasien di Aceh dan membuat klaster penularan lokal.
Safrizal bilang hal itu karena banyaknya masyarakat yang masih abai akan protokol kesehatan. Menurutnya warga selama ini menganggap Aceh minim kasus Covid-19, sehingga banyak yang melupakan pentingnya menjaga jarak, pakai masker dan selalu mencuci tangan.
“Sebenarnya kondisi ini tidak terlalu mengagetkan bagi tim medis, karena banyak masyarakat menganggap karena minim kasus, sehingga protokol kesehatan diabaikan begitu saja,” ujar Sayfrizal kepada CNNIndonesia.com.
Menurutnya situasi itu juga diperparah dengan angka pemeriksaan Covid-19 di Aceh yang rendah, bahkan jauh dari daerah lain. Syafrizal bilang semakin banyak diperiksa akan banyak didapatkan dan semakin mudah untuk memetakan penyebaran corona di Aceh.
“Angka pemeriksaan kita masih sangat kurang dengan daerah lain. Semakin banyak kita periksa harusnya semakin banyak dapat,” katanya.
Dengan pemeriksaan yang rendah, ia menduga potensi lonjakan kasus di Aceh bakal terjadi lagi dan membuat transmisi lokal baru, apabila warga masih abai dengan protokol kesehatan.
Di masa era new normal saat ini, lanjut dia harusnya pemerintah lebih mengetatkan lagi terkait protokol kesehatan bukan malah jadi kendor.
“Pasti ada potensi ke depannya kalau kita tidak menerapkan protokol kesehatan. Coba perhatikan di tempat keramaian apakah mereka menerapkan protokol kesehatan? bahkan jawabannya sangat rendah, ini menjadi potensi,” ucapnya.
Secara kumulatif, warga yang terkonfirmasi positif corona di Aceh berjumlah 49 orang, 20 di antaranya sembuh, 27 dirawat di rumah sakit rujukan, dan dua orang meninggal dunia.