Oleh : Roni Haldi
Salah satu kaum yang sering disebut kisahnya dalam Al Qur’an adalah Bani Israil dan keturunannya. Silih berganti para Nabi dan Rasul diutus untuk menjumpai mereka.
Jumlahnya tak sedikit dan malah lama masa perjuangan dakwahnya. Itu semua sebagai pertanda apa?
Mereka adalah orang yang paham tentang iman dan kenabian, tahu itu kebenaran. Tetapi justru mereka orang pertama yang menolak beriman dan mengakui kebenaran. Watak dan karakter keras sangat identik dengan mereka ditambah lagi sombong congkak hanya mau menang sendiri. Salah satunya turunannya adalah Yahudi di Madinah semasa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
Syeikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfury dalam kitabnya Ar-Rahiqul Makhtum mengisahkan; Tatkala Perang Ahzab terjadi, komunitas Yahudi Bani Quraizhah, yang seharusnya membela dan mempertahankan kota Madinah dari serangan pasukan Ahzab bersama-sama kaum Muslim, malah berbalik berkhianat membantu musuh.
Allah berkehendak lain, pasukan Ahzab yang telah mengepung kota Madinah pada akhirnya tercerai-berai disapu hujan dan angin dingin. Persekongkolan mereka dalam bentuk pelanggaran perjanjian dengan Rasulullah telah terbongkar. Mereka telah mencampakkan Watsîqah Piagam Madinah, yang mengharuskan mereka untuk tidak bersekutu dan membantu
musuh dari kaum Muslim.
Rasulullah dan kaum Muslim kembali ke Madinah, lalu meletakkan persenjataan mereka. Akan tetapi, pada waktu zuhur, Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah dan berkata, “Hai Muhammad, sesungguhnya Allah menyuruhmu berangkat menuju Bani Quraizhah. Aku juga akan pergi untuk mengguncang mereka.”
Maka, Rasulullah memerintahkan seorang mu’adzin agar berseru kepada orang-orang, “Siapa yang tunduk dan patuh, maka janganlah sekali-kali mendirikan shalat ashar kecuali di Bani Quraizhah.”
Pasukan yang baru kembali dari medan Perang Khandaq segera berangkat menuju perkampungan Bani Quraizhah. Rasulullah melakukan pengepungan terhadap Bani Quraizhah selama 25 malam hingga mereka menderita. Allah memasukkan ketakutan ke dalam hati mereka.
Tatkala Bani Quraizhah yakin bahwa Rasulullah tidak akan meninggalkan pengepungannya sampai mengalahkan mereka, maka Ka‘ab bin Asad berkata kepada kaumnya, “Hai orang-orang Yahudi, kalian telah merasakan penderitaan sebagaimana yang kalian alami. Oleh karena itu, aku mengajukan tiga buah penawaran kepadakalian. Silakan kalian ambil pilihan tersebut sebagaimana yang diinginkan.”
Mereka menjawab, “Apa gerangan tiga buah penawaran tersebut?” Ka‘ab bin Asad berkata, “Ketiga tawaran itu adalah, kita mengikuti Muhammad dan membenarkannya. Demi Allah, sungguh sudah amat jelas di hadapan kalian bahwa dia itu adalah Rasul, dan kalian mendapati namanya tertulis di dalam kitab kalian. Dengan begitu, kalian akan memperoleh keamanan atas darah, kekayaan, anak-anak dan wanita-wanita kalian.”
Mereka menukas, “Kita tidak akan meninggalkan kitab Taurat selama-lamanya dan tidak akan menggantinya dengan kitab yang lain.”
Ka‘ab bin Asad berkata lagi, “Apabila kalian menolak tawaran pertama, mari kita bunuh anak-anak dan wanita-wanita kita, kemudian kaum laki-laki kita keluar menghadapi Muhammad dan para sahabatnya dengan membawa persenjataan lengkap tanpa meninggalkan beban berat yaitu anak-anak dan kaum wanita di rumah hingga Allah menyelesaikan perkara kita dengan mereka. Jika kita terbunuh, kita terbunuh tanpa meninggalkan keturunan di rumah yang kita khawatirkan keselamatannya. Jika kita meraih kemenangan, aku bersumpah bahwa kita akan memperoleh wanita dan anak-anak lagi.”
Mereka bertanya, “Apa memang kita harus membunuh anak-anak dan kaum wanita yang mestinya kita kasihani? Apa artinya kehidupan yang nikmat tanpa kehadiran mereka?”
Ka‘ab bin Asad berkata, “Apabila kalian tidak mau juga menerima tawaran yang kedua, malam ini adalah malam
Sabtu, mudah-mudahan Muhammad dan para sahabatnya memberikan keamanan kepada kita. Lalu turunlah kalian dari benteng-benteng, semoga kita memperoleh kesempatan atas lengahnya Muhammad dan para sahabatnya, kemudian kita serang mereka secara tiba-tiba.”
Mereka berkata, “Kalau begitu, kita merusak (kesucian) hari Sabtu dan mengerjakan suatu perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh orang-orang sebelum kita, kecuali orang yang telah engkau ketahui, kemudian ia tertimpa musibah yang engkau ketahui, yaitu kebinasaan.”
Ka‘ab bin Asad berkata, “Sungguh, tidak ada seorang pun dari kalian sejak dilahirkan ibu kalian pernah tidur walau semalam saja dengan penuh keberanian.”
Demikianlah tampak jelas semua pendapat dari opsi yang ada telah terbuka ditawarkan oleh Ka’ab bin Asad pemimpin mereka, namun tetap saja semuanya didebat dibantah kaumnya yang ujungnya tetap ditolak tak diindahkan.
وَأَنْزَلَ الَّذِينَ ظَاهَرُوهُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مِنْ صَيَاصِيهِمْ وَقَذَفَ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ فَرِيقًا تَقْتُلُونَ وَتَأْسِرُونَ فَرِيقًا
Dan Dia menurunkan orang-orang Ahli Kitab (Bani Quraizah) yang membantu mereka (golongan-golongan yang bersekutu) dari benteng-benteng mereka, dan Dia memasukkan rasa takut ke dalam hati mereka. Sebagian mereka kamu bunuh dan sebagian yang lain kamu tawan. (Q.S. Al-Ahzab : 26).
Kesombongan yang ditandai “menolak kebenaran dan meremehkan selainnya.” Itulah penyakit yang menimpa Bani Quraizhah. Awalnya mereka intimidasi kaum Muslimin di Madinah. Kabar bohong disebar tiupkan berupa berita kekalahan, teror ketakutan dihembuskan sebagai tanda dekatnya kekalahan berujung kematian. Mereka telah yakin muslihat jahat yang diagendakan tinggal menunggu waktu untuk perayaan. Khianat mereka akan berakhir dengan kejayaan. Namun semuanya muslihat jahat Allah balik gagangnya. Yang meneror akhirnya diteror, yang menakut-nakuti akhirnya ditakut-takuti dan yang jumawa jaya buruk akhirnya.
Kerasnya watak mereka Bani Quraizhah bukan karena keyakinan yang timbul tumbuh dari keberanian kelakian, namun itu bentuk ketakutan yang memuncak telah ditanamkan Allah Ta’ala dalam hati dan diri mereka semuanya. Rasa gentar yang dalam dikarenakan pengkhianatan. Adzab itu tak mesti selalu tampak tampil berupa kerusakan fisik yang ditimbulkan. Tapi rasa takut yang memuncak tak surut tak hilang itulah sebenar adzab.
Apakah semisal itu juga kita temui dalam keseharian kehidupan kita? Rasa takut kehilangan bisa saja menyelimuti menguasai hati dan diri kita. Takut kehilangan nyawa dan harta, anak dan istri, jabatan dan posisi, pengaruh dan kekuasaan. Membuat banyak orang telah kehilangan arah orientasi mencampakkan diri jauh bergeser dari kebenaran dan kebaikan. Menuruti nafsu buruk lalu beranjak naik menjadikannya Tuhan yang tunduk disembah diikuti.
Benarlah apa yang disampaikan Allah dalam surat Al Furqan ayat 43 :
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا
Sudahkah engkau (Muhammad) melihat orang yang menjadikan keinginannya (hawa nafsu) sebagai tuhannya. Apakah engkau akan menjadi pelindungnya?
Berlindunglah dari sebenar adzab, berupa rasa takut yang ditanam dalam oleh Allah. Takut yang membelalakkan mata, mengerut lipatan urat kening di kepala, memompa naik turun tekanan darah, seakan tiada harapan jalan keluar.
itulah puncak kesusahan ketakutan. Agar jauh terhindar dari sebenar adzab, ikuti saja petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Jauhi menuhankan nafsu karena ia takkan menolong apalagi membantu. Ketika rasa takut menjelma, carilah pelindung dari yang menciptakan dan menguasai memiliki ketakutan; yaitu Allah Yang Kuasa atas segalanya.