Penulis adalah Tia Nanda, mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia.
Perpecahan dalam tubuh partai politik baru-baru ini dialami oleh partai demokrat, dalam KLB yang diselenggarakan oleh Sebagian kader di Deli Serdang yang menutuskan Moeldoeko sebagai ketua umum Partai Demokrat. Penyelenggaraan KLB tersebut yang dianggap tidak lazim dengan berbagai alasan. SBY selaku Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat juga menyatakan, terdapat ketentuan aturan yang dilanggar KLB Deli Serdang. Pertama,secara proporsi politik KLB “cacat hukum” tidak diusulkan oleh sejumlah DPD maupun DPC Partai Demokrat pada saat pelaksanannya. Sesuai peraturan AD/ART Partai Demokrat Pasal 81 Ayat 4 disebutkan bahwa DPD yang mengusulkan minimal 2/3 dari total 34 DPD.
Namun pada saat Kongres dilakukan, tidak satupun perwakilan DPD yang mengusulkan. Kedua, DPC berhak mengusulkan KLB dengan ketentuan 1/2 dari 514. Namun, pada kenyataannya hanya 34 DPC yang mengusulkan, dan artinya hanya tujuh persen keterwakilan suara DPC. Secara aturan, dalam melaksanakan KLB suara DPC wajib memenuhi syarat hingga lima puluh persen. Dan sesuai dengan perwakilan suara DPC, 34 suara dianggap hanya tujuh persen dan dianggap nol.
KLB serta perpecahan dalam partai politik di Indonesia tidak hanya terjadi baru-baru ini pada partai demokrat, bahkan beberapa partai besar diindonesia juga kerap mengalaminya. Jadi dalam tulisan ini timbul pertanyaan, Mengapa partai politik di Indonesia ini kerap terpecah belah dan bagaimana dampaknya untuk keberlangsungan demokrasi?.
Dalam demokrasi, Charles Costello mengatakan jika Demokrasi bisa menjadi salah satu sistem bagi sosial dan politik, akan digunakan untuk membatasi kekuasaan pemerintah juga untuk melindungi hak rakyatnya. jadi demokrasi sebagai kontrol agar politik dan tatanannya tetap terjaga semana mestinya.
Dari problematika partai demokrat tersebut, sangat jelas terlihat adanya upaya yang sistematis dan massif yang berasal dari eksternal partai untuk melemahkan partai demokrat yang merupakan partai oposisi yang sudah jelas berada diluar pemerintahan. Pola elit politik yang membelah partai seperti ini adalah sesuatu yang sangat mengancam masa depan demokrasi dan keberlangsungannya. Melemahnya oposisi sudah pasti turut melemahkan sistem demokrasi kita yang memang dari awal sudah tidak baik-baik saja.
Dalam kasus KLB illegal Partai Demokrat ini, tidak ada yang diuntungkan oleh melemahnya oposisi seperti Partai Demokrat kecuali rezim yang berkuasa, apalagi jika bercampur dengan kepentingan pribadi tokoh non partai untuk mencari kendaraan politik dalam kontestasi politik pada tahun 2024 mendatang. Karna jika memang tidak ada kepentingan apapun, yang bersangktan harus menyatakan keberatan jika namanya terus dibawa bawa dalam masalah tersebut. []