GUGUSAN pohon hijau terhampar luas sejauh mata memandang. Rumah-rumah masyarakat kecil dan menyemut dari arah pesisir. Jalannya beraspal serta naik turun bukit.
Ada masjid bercat putih yang berdiri dengan megah saat memasuki kebun kurma. Bangunan-bangunan dengan arsitek menarik mulai memadati lokasi.
Ada penginapan berbentuk segitiga di Bukit Bintang, hingga arsitektur lainnya di lembar Barbate.
Beberapa vila yang menghadap laut juga berdiri di sana.
Ya, kawasan ini dikenal dengan sebutan Barbate. Barbate adalah perkebunan kurma dengan konsep wisata alam yang tenar di Aceh beberapa tahun terakhir.
Ke sinilah kami sekeluarga berkunjung pada Minggu, 20 Maret 2022 lalu. Udara yang segar serta hujan yang jatuh rintik-rintik menyambut kedatangan kami di sana.
Tak ada kebisingan kota.
Barbate kini juga dibuka sebagai lokasi wisata bagi warga yang ingin berkunjung ke sana. Ada cafe dan sejumlah wahana permainan seperti berkuda, ATV, serta memanah.
Hal ini pula yang membuat daerah ini tak pernah sepi dari aktivitas di akhir pekan. Terutama keluarga yang ingin melepas penat dan berwisata di tengah-tengah kebun kurma.
Kami kemudian berkeliling melihat hamparan pohon kurma muda. Berberapa di antaranya sudah bertangkai buah. Pohon yang sebelumnya identik dengan kawasan timur tengah, ternyata bisa tumbuh subur di Aceh.
Puas berkeliling. Kami singgah di area wacana kuda, ATV serta memanah. Kawasan ini paling banyak dipadati pengunjung. Mereka rela antri berjam-jam hanya untuk mencoba setiap wacana yang ada.
Di sana juga ada resto yang menjual berbagai jajanan menarik sekaligus tempat berteduh kala hujan turun.
Resto ini juga menjual berbagai olahan kurma, seperti kurma muda dan jus kurma, serta ada juga madu linot yang mulai dibudidayakan di lokasi.
Ada juga prasasti tandatangan Ustadz Abdul Somad yang dibingkai di sana. Konon, saat awal-awal lokasi ini dibangun, UAS dan Syech Fadhil (sekarang anggota DPD RI-red) turut hadir dan menanam pohon kurma sebagai bentuk dukungan terhadap para petani di sana.
Sedangkan kami lebih memilih menikmati segelas sanger dan mie telur sambil menikmati angin sepoi-sepoi.
Menurut, Syukri, pemilik Barbate, luas Barbate lebih kurang 150 hektare. Ada 10 ribu pohon kurma yang telah ditanam di antara hamparan lembah itu. Beberapa di antaranya mulai berbuah.
“Yang penting harus yakin dulu. Karena kalau sudah yakin, maka 50 persennya akan berhasil. Sebaliknya, kalau dari awal saja sudah ragu atau tidak yakin, maka 50 persennya menuju gagal,” kata pria asal Pidie ini, beberapa waktu lalu.
Syukri memberi nama kawasan itu dengan Barbate. Ada makna tersendiri mengapa nama tersebut diberikan.
“Kalau Anda cari di internet, Barbate itu menuju ke dua tempat. Pertama, salah satu lembah di Eropa. Dalam sejarah, tempat itu adalah tempat pertama prajurit Islam turun di Eropa. Dari situ, kemudian Islam menyebar ke seluruh Eropa. Di lembah tadi, ditanam pohon kurma sebagai simbol bahwa perjuangan Islam berawal dari sana. Kalau menang, maka Islam jaya dan kalau kalah, maka Islam juga berakhir di sana,” cerita Syukri penuh filosofi.
Demikin juga dengan nama Barbate yang diberikan Syukri untuk kawasan tadi.
“Kami memulai dengan pohon kurma ini di sini. Tidak tanggung-tanggung, ada 10 ribu pohon kurma kami tanam di sini. Kalau berhasil, nama kami akan tercatat bahwa kamilah yang memulai. Tapi kalau gagal, kami juga akan tercatat dari sisi negatif di sini, dan orang-orang tak akan ada yang berani tanam pohon kurma lagi di Aceh,” kata Syukri.
Kini, kata Syukri, setelah hampir 6 tahun, keyakinannya tadi mulai berbuah hasil. Sejumlah pohon kurma mulai berbuah dan bertangkai buah.
“Yang penting itu sabar dan yakin, karena seperti kata saya tadi, sabar dan yakin, maka 50 persen, berhasil,” pria yang juga alumni dayah terkemuka di Sumatera Utara, Darul Arafah, ini.
Syukri mengaku fokus pada perkebunan kurma. Karena itu, ia hampir saban hari berada di lokasi, meski jauh dari rumah dan kota.
“Saya menikmati apa yang ada. Karena bahagia itu ada di pikiran kita. Kalau kita menikmati, maka semua akan terasa bahagia,” kata Syukri.
Bagi Syukri, fokusnya adalah kebun kurma. Sedangkan konsep wisata yang berkembang saat ini serta budidaya madu Linot yang mulai menghasilkan adalah kenikmatan lebih yang dihadiahkan oleh Allah Swt untuk nya dan petani di Barbate.
“Ini hadiah yang patut disyukuri,” ujar Syukri.
Sementara itu, Fitri, 28 tahun, salah seorang pengunjung, mengaku bahwa Barbate memiliki pesona tersendiri dibandingkan dengan destinasi wisata lainnya di Aceh.
“Lokasinya di dalam lembah. Datang ke sini seperti mengunjung daerah lain di luar Aceh,” ujarnya.
“Seperti berada di Timur Tengah. Ini cukup menarik dan konsep baru di Aceh,” tambah Yeni, pengunjung lainnya.
Dari atas bukit Barbate, laut Krueng Raya terlihat sangat indah. Suasana ini kian terasa lengkap dengan sajian segelas kopi hitam dan kentang goreng. Saat hari berganti malam, sunset terlihat super indah dari sana. []

Tulisan ini merupakan hasil kerjasama antara Dinas Pariwisata Aceh dengan atjehwatch.com dalam rangka promosi wisata di Aceh.