Langsa bukanlah kota biasa. Ada keunikan dan sejarah penting dari tempat yang dihuni oleh 185.622 jiwa penduduk itu. Mulai dari perang Belanda hingga cerita Bon Kontan. Kini ditambah hutan mangrove yang memikat hati.
Ya, gedung itu berada di pusat kota. Catnya berwarna putih dan berlantai dua. Arsitekturnya bergaya Eropa.
Di kanan gedung berdiri tegap tiang yang mengikatkan bendera merah putih. Suara kendaraan terdengar riuh berlalu-lalang di sekeliling luar gedung.
Dua pria terlihat lalu lalang di depan gedung. Seorang berpostur tubuh kursi tinggi, dan seorang lainnya agak berisi.
Seorang diantaranya menoleh ke arah atjehwatch.com saat berkunjung ke sana, pertengahan Februari 2022 lalu.
“Mustafa,” ujar pria bertubuh jangkung tadi.
“Masuk saja teungku. Di dalam akan terasa lebih nyaman,” kata seorang lainnya yang bertubuh agak berisi. Ia Bernama Muhammad Ridha. Mereka berdua adalah pemandu atjehwatch.com untuk menjelajah kota tua itu selama beberapa hari.
Menurut Ridha, gedung yang kami kunjungi ini memiliki arti sangat penting bagi Indonesia, tak hanya untuk Kota Langsa dan Aceh.
Gedung itu bernama Balee Juang. Memasuki ruangan, suasana terasa hening. Ada banyak naskah kuno yang dipamerkan disana. Salah satu yang dipamerkan di sana adalah Bon Kontan. Ya, gedung tadi memang sudah dijadikan museum Kota Langsa.
Keberadaan gedung ini memiliki sejarah panjang. Pada masa colonial, gedung tersebut pernah menjadi kantor perdagangan Hindia-Belanda.
Menurut Mustafa, konon saat Sukarno mengumumkan kemerdekaan Indonesia, sejumlah tokoh di Langsa, langsung menghentikan pemakaian mata uang Belanda dan mengeluarkan mata uang baru Bernama Bon Kontan senilai Rp100 dan Rp250.
“Uang itu dicetak pada 1949 di Balee Juang ini,” kata Mustafa.
Puas keliling Balee Juang, kami kemudian menelusuri jajanan kuliner di Kota Langsa. Baik kuliner hingga pesona Kota Langsa lainnya.
Mulai dari Pelabuhan Langsa hingga tempat nongkrong favorit kaum muda di kota it. Salah satu tempat yang kami kunjungi adalah Pos Kupi.
Warkop ini ramai dikunjungi oleh warga yang berkunjung ke kota Langsa.
Mustafa kemudian juga mengajak atjehwatch.com untuk berkunjung ke destinasi baru di sana. Lokasi tersebut adalah Taman Mangrove.
Konon, Hutan Mangrove Langsa memiliki luas sekitar 8000 hektare dan disebut-sebut sebagai hutan mangrove terbesar di Asia Tenggara dengan koleksi spesies terlengkap.
Diperkirakan ada sekitar 38 jenis mangrove yang hidup di lokasi ini, karena jarang sekali sebuah kawasan hutan mangrove bisa ditumbuhi dengan ragam yang berbeda-beda. Selain itu, juga ada beragam satwa menarik lainnya di sana.
Mangrove sendiri dikenal sebagai benteng alam untuk mencegah abrasi di pinggir pantai. Di banyak daerah, hutan mangrove hanyalah hutan bakau biasa. Namun Pemko Langsa mampu menyolek hutan bakau daerahnya menjadi taman rekreasi yang menarik.
Keberadaan jembatan kayu yang memanjang membuat pengunjung bisa menikmati pemandangan dengan santai sambil jalan-jalan dengan keluarga.
Untuk masuk ke area ini, pengunjung dikenakan tiket senilai Rp5.000 perorang. Harga ini cukup setimpal dengan fasilitas dan panorama ini yang tersaji di sana. Fasilitas umum seperti lahan parkir, mushola, WC umum, kantin, serta sebuah dermaga, menanti.
Pemandangan di Hutan Mangrove Langsa akan lebih indah saat matahari terbenam.
Duh, moleknya Langsa kini.
Tulisan ini merupakan hasil kerjasama antara Dinas Pariwisata Aceh dengan atjehwatch.com dalam rangka promosi wisata di Aceh.