Jakarta – Amerika Serikat (AS) tengah menjadi sorotan usai penembakan oleh remaja berusia 18 tahun di sekolah dasar (SD) Robb kota Uvalde, Texas Selatan pada Selasa (24/5) siang waktu setempat.
Terduga pelaku itu bernama Salvador Ramos. Ia disebut salah satu murid SMA Uvalde dan merupakan warga AS.
Sebelum melancarkan aksi di SD Robb, Ramos terlebih dahulu menembak seorang wanita lansia. Korban meninggal dunia usai sempat dirawat di rumah sakit.
Di SD Robb, tembakan membabi buta Ramos menyebabkan setidaknya 19 anak-anak dan dua orang dewasa meninggal dunia. Ramos sendiri tewas di lokasi kejadian tak lama setelah melancarkan penembakan massal.
Penembakan itu bukan kali pertama. Sepanjang 2022 tercatat ada 39 insiden penembakan di SD hingga perguruan tinggi.
Menanggapi penembakan maut itu, sejumlah pejabat menyampaikan keprihatinan dan menyerukan pengesahan undang-undang keamanan senjata.
Presiden AS Joe Biden misalnya, telah berulang kali mengatakan agar Kongres segera meloloskan UU itu.
“Kami tahu secara logika undang-undang senjata tidak dapat dan tidak akan mencegah semua tragedi. Namun, kami tahu, itu bekerja dan memiliki dampak positif,” kata Biden di Twitter, Rabu (25/5).
Ia kemudian berujar, “Kami meloloskan larangan senjata serbu, penembakan massal turun. Ketika undang-undang itu berakhir, penembakan massal jadi tiga kali lipat.”
Larangan senjata serbu itu merujuk aturan yang sudah berlaku di California sejak 1989. Namun, seorang hakim federal AS membatalkan larangan tersebut usai digugat pada 2019.
Hukum kepemilikan senjata menjadi perdebatan di Kongres AS. Sebagian besar legislator, terutama Partai Republik, disebut masih mempertimbangkan untuk meloloskan rencana pembatasan senjata.
Partai itu diduga berisi dari kelompok pengusaha dan elit yang berkaitan dengan bisnis senjata. Di antara mereka juga masih banyak yang menganggap kepemilikan senjata merupakan bentuk kebebasan demokrasi.