Jakarta – Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DKI Jakarta Michael Victor Sianipar menjelaskan ihwal seringnya Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partainya turun gunung dalam menanggapi isu dan urusan Jakarta. Menurut dia, PSI DKI sudah sering melakukan komunikasi dengan DPP terkait dengan hal itu.
“Nah ini PR kami ya. Kami tidak bisa membatasi pihak DPP, tapi pembenarannya apa? Karena dari DPP, panggung terbesarnya memang ada di Jakarta,” katanya menjawab pertanyaan Tempo saat berkunjung ke Gedung Tempo, Jakarta Selatan, Selasa, 7 Juni 2022.
Sehingga, kata Michael, tidak aneh jika DPP yang kini dipimpin Giring Ganesha Djumaryo turun ke lapangan di Jakarta juga untuk mengejar popularitas nasional. “Walaupun itu sebenarnya jadi beban dan memberatkan PSI DKI,” katanya.
Michael mengatakan memang berdasarkan cakupan wilayah, PSI DKI sebagai oposisi wajar melakukan kritik terhadap kondisi Jakarta. Namun, DPP yang juga turut menanggapi isu-isu Jakarta, memberikan pernyataan yang tidak sejalan dengan strategi PSI DKI.
PSI DKI, menurutnya, berusaha tetap substantif dalam menanggapi isu di wilayahnya dengan memakai data dan melihat realita di lapangan. PSI DKI tidak bisa mengatur DPP yang ada di atasnya. “Jadi kita berupaya beradaptasi saja.”
Namun, meski sering ada perbedaan antara PSI DKI dan DPP, Michael berujar, PSI dan publik perlu bijak dalam melihatnya. Karena hal itu justru mendewasakan institusi partainya dan dalam beberapa hal, misalnya strategi, memang harus memiliki perbedaan. “Itu wajar,” ujarnya.
Menurut Michael, hal tersebut adalah bagian dari berorganisasi. Jika PSI ingin menjadi partai demokrastis dan tetap egaliter, prinsip itu harus dipegang. “Ya kita bereksperimen, tapi dari sana masyarakat bisa melihat bahwa di PSI pun ada perbedaan sikap. Kita bukan institusi militer yang semuanya harus sama satu komando,” tutur dia.
Salah satunya, Michael mencontohkan, dalam isu Formula E, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum DPP PSI Giring Ganesha tidak hadir untuk mengapresiasi. Adapun PSI DKI hadir menonton Formula E karena balapan digelar di Jakarta.
Namun, perbedaan itu, katanya, bukan berarti bersinggungan atau berseberangan, melainkan memang ada konteks yang berbeda. Itu juga alasan Michael menggunakan narasi “PSI Jakarta” dalam menyampaikan sikap politik karena berusaha mendorong PSI di wilayahnya punya pemikiran, karakter, cara kerja, dan budaya yang berbeda.
“Kalau PSI daerah lain gimana, nasional gimana, ya sudah. Tapi ini ada ragamnya begitu,” kata Michael.