BLANGPIDIE – Terkait kisruh persoalan anggaran hibah Pemerintah Kabupaten untuk lembaga Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Kepala Daerah Gubernur/Wakil Gubernur, Bupti/Wakil Bupati di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) yang kian bias, bahkan puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Blangpidie berunjuk rasa di Gedung DPRK setempat, terkait keberlangsungan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2024.
Ketua DPRK Abdya Nurdianto meradang hingga meminta Bawaslu RI untuk mengevaluasi Panwaslih kabupaten setempat jika tidak menerima anggaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang telah ditetapkan anggka hibah pemerintah pemerintah.
“Kalau hari ini Panwaslih Abdya tetap bersikekeh dengan tidak menerima anggaran Rp4,5 miliar, kami juga akan menyurati Banwaslu Pusat bahwasanya Panwaslih kabupaten Abdya perlu dievaluasi,” ujar Ketua DPRK Abdya, Nurdianto, saat menanggapi tuntutan para pendemo di Blangpidie, Rabu (03/07).
Politisi Demokrat Abdya itu mengatakan, DPRK tidak bermain-main dengan anggaran Pilkada karena semua bisa dipertanggungjawabkan. Menurutnya dana yang diberikan bahkan sudah sesuai dengan kemampuan daerah sebesar Rp4,5 miliar.
“Dalam Permendagri atau PMK juga dicantumkan dana Pilkada dianggarkan sesuai dengan kemampuan daerah Rp4,5 miliar, mungkin itu yang bisa kita penuhi, jangan terkesan besar bungkus nasi dengan bungkus sambal,” tuturnya.
Nurdianto menjelaskan, pemerintah di tahun 2017 lalu menganggarkan Rp3,6 miliar untuk Pilkada, tetapi Panwaslih pada saat itu hanya mampu menghabiskan Rp2,9 miliar.
“Dalam perjalanan Panwaslih waktu itu hanya mampu menghabiskan uang Rp2,9 miliar, sehingga 700 juta itu dikembalikan lagi ke kas daerah sehingga terjadi SiLPA (Sisa Lebih Penggunaan Anggaran),” imbuhnya memberikan contoh.
Nurdianto bahkan meminta mahasiswa untuk mempertanyakan rincian penggunaan anggaran hingga Rp4,5 miliar ke Panwaslih Abdya.
“Jadi bukan pemerintah dan DPRK Abdya tidak memberikan anggaran. (Uang) Rp4,5 miliar saja hari ini kami minta dibahas belum bersedia Panwaslih untuk membahasnya,” sebutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Pj Bupati Abdya, H. Darmansah, S. Pd MM mengaku sangat serius menjalankan proses Pilkada Abdya.
“Sebelum Panwaslih lahir kita sudah menganggarkan anggaran untuk Pilkada Abdya, tentu itu bentuk keseriusan kita, dan hanya empat kabupaten termasuk kita,” tuturnya.
Darman mengatakan pemerintah telah menganggarkan Rp1,5 miliar sebelum komisioner Panwaslih Abdya dilantik. Namun, dalam perjalanan setelah Panwaslih dilantik justru mengajukan permohonan anggaran sebesar Rp4,5 miliar.
“Kita sudah menganggarkan Rp4,5 miliar, tetapi Panwaslih menuntut Rp6-7 miliar,” sebutnya.
Darman menyarankan anggaran yang telah diberikan untuk Panwaslih Abdya seharusnya disesuaikan antara kebutuhan dan keinginan.
“Jadi, bagaimana bisa kita duduk bersama untuk menyesuaikan anggaran yang telah ada,” tutupnya.
Menjawab pernyataan Ketua Nurdianto dan penyampaian Pj Bupati Darmansah pada saat menjawab tuntutan mahasiswa, secara terpisah Panwaslih Abdya menyampaikan jika Ketua Dewan tidak paham aturan dan kinerja.
Rencana Ketua DPRK Abdya yang akan menyurati Bawaslu RI untuk mengevaluasi Panwaslih Abdya ditanggapi santai oleh Ketua Panwaslih Abdya, Wahyu Candra.
“Apa yang harus dievaluasi?, bekerja saja belum bisa” kata Wahyu sambil sedikit tertawa, Kamis (04/07/2024).
Terkait persoalan anggaran, Wahyu Candra meminta agar Nurdianto untuk membaca utuh Permendagri Nomor 54 Tahun 2019 tentang Pendanaan Kegiatan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
“Saya tanya ke Pak Nurdianto yang terhormat, pada Pasal berapa di Permendagri tersebut yang menyebutkan bahwa penganggaran Pilkada sesuai kemampuan keuangan daerah, Permendagri tersebut menyebutkan bahwa usulan anggaran Pilkada disampaikan sesuai standar kebutuhan pendanaan oleh Panwaslih, dibahas bersama dengan TAPK,” tanya Wahyu Candra.
Ia melanjutkan, kenapa Ketua DPRK yang menjadi emosional dan tempramenta, itu hanya dinamika dan hal biasa. Anggaran tersebut disepakati bersama bukan dipaksa sepihak harus menerima. Seharusnya Panwaslih berdiskusi dan berdebat konstruktif dengan TAPK, tapi saat ini kenapa ketua DPRK yang jadi emosi.
“Pak Ketua ini seperti tidak pernah di Banggar saja, mana sama standar kebutuhan anggaran dan standar satuan harga 2017 dengan 2024, anggaran Pilpres 2019 saja Rp24,9 triliun dan naik 100% lebih di tahun 2024 menjadi Rp71,3 triliun, itu menunjukkan tidak sama standar biaya dalam setiap perhelatan pesta rakyat tersebut,” sambungnya.
Permendagri tersebut menyebutkan bahwa jika pemerintah Kabupaten/Kota tidak memiliki kemampuan anggaran, harus minta bantuan ke pemerintah Provinsi.
“Sudah tiga kali kabupaten kita menyelenggarakan Pilkada langsung, tidak pernah bermasalah dengan anggaran, justru di tahun 2024 ini kita bermasalah dengan anggaran,” katanya.
Wahyu mengakui, Panwaslih sudah empat kali membahas secara detail dengan rincian kebutuhan secara terbuka dengan, TAPK. Dari usulan yang disampaikan diawal dari Rp8,5 milyar, setelah empat kali rasionalisasi saat ini sudah menjadi Rp6,6 milyar setelah rapat terakhir dengan TAPK berdasarkan saran dari DPRK.
“Jadi jangan menyampaikan informasi bohong lah, jika kami tidak bersedia membahas anggaran. Angka Rp4,5 milyar itu adalah angka yang dipaksakan kepada kami untuk diterima. Secara aturan pembahasan anggaran Pilkada itu antara TAPK dan Panwaslih, bukan kami dengan DPRK,” tegas Wahyu Candra yang ikut didampingi anggota ad hoc lainnya.
Ia menyampaikan lagi, Panwaslih itu diusulkan oleh DPRK dan dibentuk oleh Bawaslu untuk mensukseskan “hajatan daerah” dalam memilih pemimpin, bukan hajatan pihaknya.
“Kami hanya “panitia hajatan” diberikan hak untuk mengusulkan kebutuhan panitia, bukan meminta anggaran. Ketika kita paham kedudukan masing-masing, maka tidak ada istilah besar bungkus nasi dengan bungkus sambal. Apalagi pakai istilah ‘anak durhaka,'” pungkas Wahyu Candra.
Saat ini Panwaslih Pilkada Abdya hanya menunggu surat resmi dari Pemerintah Daerah terkait alokasi anggaran dan kemampuan membiayai Panwaslih Abdya, semua mekanisme Permendagri sudah dilalui, mengusulakan anggaran, membahas anggaran dengan TAPK, dimediasi oleh DPRK juga sudah.
“Sudah cukup mekanisme yang kami lalui, apalagi yang harus kami jalani jika Pemda hanya mau membahas anggaran Rp4,5 milyar yang kami anggap tidak sesuai dengan kebutuhan pengawasan,” pungkas Ketua Panwaslih Abdya, Wahyu Candra.