LHOKSUKON – Sebanyak 30 Kepala SMA/SMK dan Pegawai Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Aceh Utara memperoleh sosialisasi tentang pencegahan tindak pidana korupsi dengan fokus pada tolak gratifikasi.
Kegiatan ini berlangsung di Aula Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Aceh Utara, Jumat (2/5/2025).
Plt Kacabdisdik Wilayah Aceh Utara, Khairuddin, MPd kepada media ini, Sabtu (3/5) menyampaikan, apresiasinya atas inisiatif Inspektorat Aceh memberikan wawasan tentang gratifikasi dan komitmen untuk menolaknya.
“Kita berharap kegiatan ini membuka wawasan kita tentang konflik kepentingan dalam praktik gratifikasi yang pada akhirnya bermuara pada tindak pidana korupsi,” ujar Khairuddin.
Katanya, Inspektorat Aceh yang mengedukasi kami hendaknya menjadi tempat konsultasi jika ke depan ada hal yang janggal dilakukan oleh kepala satuan pendidikan.
Mungkin selama ini kita menganggap lumrah sebagai peumulia jamee, namun ternyata bisa bercampur dengan unsur korupsi gratifikasi.
Khairuddin menyebutkan, Inspektorat Aceh menghadirkan narasumber, Auditor Irmayani dengan didampingi beberapa pendamping materi lainnya.
Dijelaskannya, sosialisasi ini ini bertujuan sebagai upaya memperkuat pencegahan tindak pidana korupsi, seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pegawai instansi pemerintahan diimbau untuk secara tegas menolak segala bentuk gratifikasi yang berkaitan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Khairuddin menuturkan, dari penyampaian Inspektorat Aceh, gratifikasi yang tidak dilaporkan dapat dikategorikan sebagai suap, terutama jika diberikan dengan maksud memengaruhi keputusan atau tindakan pejabat.
Oleh karena itu, penting bagi setiap pegawai untuk memahami definisi gratifikasi, membedakan antara pemberian yang wajar dan yang melanggar hukum, serta mengetahui kewajiban untuk melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam waktu 30 hari kerja sejak penerimaan.
Lebih lanjut diungkapkannya, pemerintah juga menekankan pentingnya membangun budaya antigratifikasi melalui pembinaan integritas, pelatihan etika, serta penerapan sistem pengendalian intern yang kuat.
“Penolakan gratifikasi bukan hanya bentuk kepatuhan terhadap aturan, tetapi juga cerminan profesionalisme dan komitmen terhadap pelayanan publik yang bersih,” uvap Khairuddin.
Kwmudian, dalam berbagai kesempatan, KPK juga mendorong lembaga untuk menyediakan kanal pelaporan yang mudah diakses serta mensosialisasikan prosedur penolakan dan pelaporan gratifikasi.
Dengan langkah-langkah ini, Khairuddin mengharapkan, terciptanya lingkungan kerja yang transparan, akuntabel, dan bebas dari praktik korupsi.