Oleh Wen Ari Gayo. Penulis adalah petani kopi di tanoh Gayo.
Urang Gayo belum merasakan sentuhan apapun pasca pemerintahan Mualim-Fadlullah berkuasa. 100 hari kerja pemerintahan Aceh baru juga masih minim berbicara soal pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Negeri Antara. Baik berupa rencana pembangunan hingga proyek prioritas.
Keberadaan Al Hudri sebagai Plt Sekda Aceh, sebagai wakil masyarakat Gayo di Pemerintah Aceh pun, dicopot saat belum genap sebulan bekerja.
Padahal, jika menilik hasil Pilkada 2024 lalu, pasangan Mualim-Fadlullah tampil dominan di wilayah tengah Aceh.
Dari 4 kabupaten di tanoh Gayo, pasangan Mualim-Fadlullah tampil sebagai pemenang di tiga kabupaten. Yaitu Aceh Tenggara, Gayo Lues serta Aceh Tengah. Hanya kalah tipis di Bener Meriah.
Saat di pesisir timur, pasangan nomor dua di pilkada Aceh 2024 ini tumbang, kecuali Aceh Utara, sebanyak 4 kabupaten kota di wilayah tengah Aceh turut menyumbang suara yang sangat signifikan. Ini tentu karena besarnya harapan masyarakat di wilayah Gayo terhadap kedua tokoh ini.
Ini karena urang Gayo menaruh harapan besar pada sosok Mualim-Fadhullah.
Dalam pembangunan proyek daftar strategis Aceh 2025 yang beredar beberapa waktu lalu misalnya, keberadaan wilayah Gayo seakan luput dari rencana Pemerintah Aceh. Hal ini tentu membuat urang Gayo terluka.
Masyarakat Gayo seakan menjadi ‘anak tiri’ di pemerintahan ini. Padahal tak sedikit suara urang Gayo untuk kemenangan Mualim-Fadhulullah.
Hal inilah yang kemudian gagasan Provinsi Aceh Leuser Antara yang terpisah dengan Aceh kembali muncul saat pemerintah pusat kembali membuka kran daerah otonomi baru di Indonesia.
Sayangnya, gagasan Provinsi Aceh Leuser Antara juga kecil kemungkinan terwujud. Ini karena dalam usulan Pemerintah Aceh ternyata juga tak ada nama tadi.
Mau tak mau, kami sebagai warga Aceh di wilayah tengah, hanya mampu meratapi keputusan tadi. Menyesalkan bahwa harapan kami yang tinggi kepada Pemerintah Aceh ternyata masih ditanggapi setengah hati.
Keadaan ini seakan membenarkan apa yang disampaikan elit politik di Gayo saat musim pemilu. Bahwa tak mungkin mimpi membangun Gayo bakal terwujud kecuali urang Gayo sendiri yang terpilih untuk memimpin Aceh.
Namun di pilkada 2024 lalu, tak ada urang Gayo yang maju sebagai calon gubernur dan wakil gubernur Aceh. Yang ada hanya istri dari calon gubernur, Fadhil Rahmi, Dr. Sarina Aini, yang berdarah Gayo. Sementara di sisi lain, Menteri Luar Negeri Sugiono, juga merupakan anak Gayo di Pemerintah Prabowo, yang tak lain juga elit politik Gerindra yang menjadi pendukung Utama Mualim-Fadhullah.
Saat ini pilkada sudah selesai. Kami hanya menuntut agar Pemerintahan Mualim-Fadhullah memberi sedikit perhatian kepada masyarakat di Negeri Antara.
Wilayah dataran tinggi Gayo hendaknya menjadi daerah prioritas pembangunan untuk Aceh kedepan. Demikian juga dalam pembagian skala prioritas lainnya di Aceh, tanpa mendiskreditkan wilayah-wilayah lainnya yang juga penyumbang suara kemenangan Mualim-Fadhullah lainnya.
Buat kami tak menyesal telah memilih anda berdua.
Harapan ini sengaja disampaikan di awal pemerintahan Mualim-Fadhullah. Dengan harapan, adanya pembaikan kedepan dan kami di wilayah Gayo tak dipandang setengah mata. Jika memang cinta ini tak terbalas, maka izinkan kami berpisah dengan Aceh. []