JAKARTA — Sedikitnya 11 ribu orang dilaporkan telah meninggalkan Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua, sejak peristiwa kerusuhan terjadi di daerah itu pada Senin (23/9) lalu hingga Kamis (19/3). Eksodus besar-besaran pendatang dan warga asli Papua dari luar Wamena itu dikhawatirkan mengganggu perekonomian wilayah di pegunungan tengah tersebut.
“Sebanyak 11.646 orang terdata eksodus sejak 23 September hingga 2 Oktober 2019,” kata Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat, Kamis (3/10). Ia mengatakan, sebanyak 7.467 orang meninggalkan Wamena dengan penerbangan Hercules TNI AU dan 4.179 orang menggunakan penerbangan komersial.
Sementara, pengungsi di Wamena saat ini sebanyak 4.844 orang. Perinciannya, 2.102 orang di Kodim 1702/Jayawijaya, 726 orang di Polres Jayawijaya, dan 216 orang di Koramil 1702-03/Wamena. Selain itu, sebanyak 118 orang di Sub Den Pom, 180 orang di Gereja Betlehem, 35 orang di kantor DPRD, 96 orang di Yonif 756/WMS, 112 orang di Gereja Efata; 20 orang di Gedung Cipta Jaya, dan 63 orang di Masjid LDII.
Terdata juga sebanyak 125 orang mengungsi ke Gereja Advent, 60 orang di Gereja El-Shadday, 61 orang di Masjid Pasar baru, 42 orang di Kalan TNI AU Wamena, dan 426 orang tersebar di beberapa titik di Wamena.
Sementara, sebanyak 8.051 warga tercatat telah mengungsi dari Wamena ke Jayapura merujuk data Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Silas Paparedi Sentani, Kabupaten Jayapura. Kepala Penerangan Lanud Silas Papare Mayor Sus Rindar Noor kepada Antara di Jayapura, Kamis, mengatakan, pada 2 Oktober evakuasi pengungsi dari Wamena dilakukan menggunakan tiga pesawat Hercules.
“Dengan tiga pesawat tersebut pada 2 Oktober 2019 maka tercatat 1.545 pengungsi yang dapat diterbangkan ke Jayapura dari Wamena,” katanya.
Sementara, menurut dia, jumlah pengungsi yang sudah keluar dari Jayapura tercatat 220 orang dengan tujuan Malang, Makassar, Timika, dan Padang. “Sedangkan, jumlah pengungsi yang masih ditampung di enam tempat pengungsian Jayapura tercatat 936 orang,” katanya.
Rindar menjelaskan, bantuan bahan pokok sebanyak 122 ton sudah dikirimkan untuk warga yang terdampak kerusuhan di Wamena. “Bantuan yang sudah terkirim ini termasuk bantuan dari Presiden berupa bahan pokok dan Kementerian Sosial berupa tenda serta perlengkapan pengungsi lainnya masing-masing 11 ton,” ujar dia. Dia menambahkan, sisa bantuan dari Kementerian Sosial akan dikirim ke Wamena pada Kamis (3/10).
Demonstrasi yang berujung kerusuhan di Wamena pada 23 September menyebabkan sedikitnya 33 orang meninggal dunia dan mengakibatkan kerusakan bangunan rumah warga, kantor, kios, dan fasilitas umum. Kerusuhan itu disebut bermula dari kesalahpahaman terkait ucapan rasialis dari seorang guru di lokasi itu. Saksi mata menyatakan, kebanyakan perusuh bukan warga asli Wamena.
Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw mengungkapkan, kondisi keamanan di Wamena berangsur pulih. Dia mengatakan, seluruh aktivitas warganya mulai mendekati sediakala termasuk roda ekonomi yang berputar kembali.
“Aparat keamanan akan terus menjaga situasi sekaligus terus mengembangkan penyidikan untuk melakukan pengejaran terhadap para pelaku kerusuhan,” kata Irjen Paulus Waterpauw saat dihubungi, Kamis (3/10).
Dia mengatakan, kepolisian juga sudah menahan tujuh tersangka kerusuhan. Dia menjanjikan aparat keamanan akan terus mengejar pelaku lainnya demi menegakkan hukum di Indonesia.
Irjen Paulus mengatakan, berangsur kondusifnya situasi di Wamena diharapkan akan percepatan pemulihan baik dalam hal ekonomi maupun sosial. Dia mengklaim, pasar yang menjadi pusat kegiatan masyarakat di Jalan Irian, Wamena, sudah diramaikan pedagang yang menjajakan aneka kebutuhan pokok.
Di tengah kota, dia mengatakan, terutama di Jalan Trikora sudah mulai ramai dilalui kendaraan para pegawai dan pekerja menuju tempat mereka bekerja. Meski, diakuinya, masih ada pengungsi yang bertahan di sejumlah tempat, termasuk di kantor Polres Jayawijaya dan fasilitas milik TNI di Wamena.
Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta juga berharap pemulihan perekonomian di Wamena, Papua, bisa berjalan dengan cepat. Dia mengatakan, perdagangan bahan kebutuhan pokok di wilayah tersebut memberikan kontribusi kedua terbesar sekitar 16,5 persen bagi perekonomian Wamena setelah sektor transportasi dan pergudangan yang menyumbang 18,7 persen.
“Saya berharap hal-hal positif yang sudah terjadi di Papua, baik itu pertumbuhan ekonomi maupun situasi politik serta sosial yang kondusif tetap terjaga agar sama majunya dengan wilayah Indonesia lainnya,” kata Arif dalam keterangan resmi.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua sebelumnya memprediksi kondisi perekonomian di Wamena Kabupaten Jayawijaya akan terganggu jika pemerintah daerah setempat tidak segera melakukan antisipasi atau upaya perbaikan secepatnya. Pasalnya, Kabupaten Jayawijaya merupakan salah satu sektor yang dijadikan indikator dalam nilai tukar petani (NTP) di Bumi Cenderawasih.
“Jadi, pada bulan mendatang, NTP-nya kemungkinan terganggu karena kondisinya tidak stabil,” kata Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Provinsi Papua Bambang Wahyu Ponco Aji. Menurut Bambang, NTP akan terganggu karena faktor distribusi barang, di mana yang kini berjualan di Wamena adalah pedagang dari Sumatra Barat, Jawa, dan lainnya.
Dengan demikian, jika semua pedagang mengungsi dan stok barang dagangannya tidak ada, akan mengganggu jalannya roda perekonomian dan kehidupan masyarakat. “Ini jelas mengganggu. Namun, berapa lama waktunya, kami tidak tahu, sehingga pemerintah daerah setempat harus segera mengantisipasinya,” ujar dia.
Bambang menjelaskan, pihaknya kini menunggu aksi yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah. Jika antisipasi dan rehabilitasi dilakukan dengan cepat, dia menyebut, tidak akan mengganggu. Dia menambahkan, kondisi di Wamena juga bisa mengganggu produk domestik regional bruto (PDRB) kabupaten setempat. “Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut maka akan mengganggu perekonomian, baik di wilayah tersebut maupun Papua pada umumnya,” kata dia.
Gubernur Papua Lukas Enembe juga mengakui krusialnya peran pendatang dalam perekonomian Papua. Terkait persoalan tersebut, ia meminta warga Minang dan pendatang dari daerah lain tidak perlu keluar dari Papua. “Jangan tinggalkan Papua. Semua orang asal Sumbar di tanah Papua tidak boleh pergi. Bangun kembali toko agar ekonomi di Papua bisa tumbuh kembali,” kata Enembe kepada wartawan, Selasa (1/10) malam.
Ketua Jaringan Damai Papua sekaligus peneliti LIPI, Adriana Elisabeth, menuturkan, warga pendatang memang menggerakkan perekonomian di Wamena. Kendati demikian, seperti kebanyakan daerah lain di Papua, pemberdayaan ekonomi untuk penduduk asli Papua masih terbatas.
Persepsi ketimpangan itu, kata Adriana, justru jadi salah satu yang bisa dipicu untuk memunculkan kerusuhan. “Ternyata ada yang melihat ini (ketimpangan), sepertinya potensi konflik nih, dan dibuat yang paling memicu ternyata masalah identitas rasial itu,” kata Adriana kepada Republika.