JAKARTA- Sehubungan dgn program satu desa satu hafidz, senator DPD RI asal Aceh, HM. Fadhil Rahmi mengapresiasi bupati Simeulue.
“Kita harus mendorong seluruh desa aceh tidak hanya di Simeulue, satu hafidz satu desa harus menjadi program prioritas Aceh, baik provinsi maupun kabupaten kota,” ujarnya.
“Saya sebagai mantan ketua IKAT siap bantu memberikan informasi dan rekomendasi dayah dayah tujuan, baik di Aceh maupun luar Aceh. Jaringan dan networking kita selama ini bisa kita optimalkan untuk terwujudnya program satu desa satu hafidz,” lanjut anggota Komite III DPD RI tersebut.
Katanya, Aceh adalah nanggroe syariat. Wajar dan mustahak sekali program program seperti ini harus digalakkan. Satu desa satu hafidz, satu desa satu sarjana hafidz, satu desa satu alumni alazhar/yamab/timteng dan program2 sejenis lainnya.
“Kalo berbicara Aceh carong, gemilang, madani dan sebagainya, titik beratnya adalah peningkatan kualitas SDM.”
Di tingkat desa, keuchiek dan perangkat desa harus alokasikan dana desa untuk beasiswa. Begitu juga di tingkat kabupaten. Lebih-lebih di tingkat provinsi. BPSDM harus jelas orientasinya. “Alokasi dana beasiswa untuk bidang agama ke timteng tidak jelas. Kalau ada masig sangat minim. Sistem dan jenjang pendidikan gak update. Mau dibawa kemana nanggroe syariat kalau begini?” tanya mantan Ketua IKAT ini.
Selain Simeulue, Syech Fadhil juga apresiasi bupati Abdya yang mempunyai program mencetak sarjana hafidz dengan mengalokasikan dana setiap tahun untuk 10 putra/putri terbaik Abdya.
“Belum 3 tahun berjalan, manfaatnya sudah nampak. Hadirnya ma’had tahfidz yang dikelola oleh alumni Al Azhar di Abdya. Semoga daerah lainnya mau berbuat hal yg sama bahkan lebih.”
Terkait BPSDM, info dari pemberitaan media, pedoman mereka adalah Pergub 28/2019. Dari Pergub itu lahir syarat penerima beasiswa. Syarat-syarat yang ada sangat diskriminatif. Menyamaratakan sistem pendidikan luar negeri. “Padahal sistem di Eropa dan Timteng beda. Maka wajar yang ikut seleksi beasiswa tahfidz ke luar negeri hanya puluhan. Itupun rata-rata karena ada dispensasi/keringanan syarat. Padahal peminat dan putra-putri Aceh memenuhi syarat lebih 500an setiap tahun,” ujar Syech Fadhil lagi.
“Sudah saya bentuk tim untuk telaah. Kalau benar diskriminatif, dan tidak mengakomodir sistem pendidikan timur tengah, Pergub kita minta direvisi. Pendidikan agama harus diutamakan dan menjadi prioritas,” kata Fadhil Rahmi lagi. []